-->








Susi Pudjiastuti Tegaskan Tak Ada Ruang Kapal Asing Lakukan Kegiatan dii RI

16 Desember, 2018, 09.55 WIB Last Updated 2018-12-16T02:55:54Z
IST
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan tidak ada lagi ruang untuk kapal asing dan eks asing untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di lautan Indonesia.

Saat ini pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menata tata kelola sektor perikanan nasional menjadi lebih baik.

Salah satu yang dilakukan adalah melarang penanaman modal asing yang mendukung sektor perikanan tangkap, setelah masa moratorium atau pemberhentian sementara izin kapal eks asing telah berakhir.

Berikut fakta-faktanya:

1. Susi Pantau Izin 1.132 Kapal

Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP) mencatat ada 1.132 kapal yang menjadi objek analisis dan evaluasi karena pembangunannya di luar negeri namun memiliki izin serta masih aktif seperti SIPI dan SIKPI.

Kegiatan itu dilakukan berdasarkan Pasal 2 huruf c Permen 56 C yang memerintahkan untuk dilakukannya analisis dan evaluasi terhadap kapal perikanan yang pembangunannya di luar negeri, yang masih aktif SIPI atau SIKPI-nya. 

Berdasarkan keterangan resmi KKP yang didapat detikFinance, Sabtu (15/12/2018), dari 1.132 kapal tersebut, 1.089 diantaranya adalah kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan berbendera Indonesia,. Sementara 43 lainnya adalah kapal pengangkut ikan berbendera asing. 

Total keseluruhan kapal eks asing yang ada di Indonesia adalah 1.647 kapal. Terdapat 515 kapal eks asing yang izinnya sudah tidak aktif sebelum 3 November 2014 sehingga tidak dijadikan sebagai objek analisis dan evaluasi.

Pemerintah dalam hal ini KKP sedang melaksanakan putusan dan penetapan pengadilan dalam memusnahkan kapal pelaku Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing dalam rangka menumbuhkan efek jera para pelaku pencuri ikan.
2. Susi Tutup Ruang Untuk Kapal Asing

Susi memberlakukan larangan pengoperasian kapal ex-asing dan penggunaan modal asing di bidang penangkapan ikan.

Hal itu dilakukan sudah tidak berlakunya peraturan moratorium (penghentian sementara) isin kapal ex-asing dengan ukuran di atas 30 GT.

"Saat ini tidak ada lagi kebijakan moratorium kapal eks-asing," Kata Susi dalam keterangan resminya yang diterima detikFinance, Jakarta, Sabtu (15/12/2018).

Keputusan itu tertuang dalam Permen KP No 10/Permen-KP/2015 tentang Perubahan Atas Permen KP No 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.

Awalnya, moratorium izin kapal eks-asing berlaku mulai 3 November 2014 hingga 30 April 2015. Dalam perjalannya, Susi pun memperpanjang kembali selama enam bulan sampai 31 Oktober 2015. Dengan begitu, maka aturan moratorium izin kapal eks-asing sudah lama tidak berlaku.

"Yang berlaku saat ini adalah pelarangan pengoperasian kapal ex-asing yang mendukung larangan penggunaan modal asing sepenuhnya di bidang penangkapan ikan," tegas dia.

3. Bahayanya Kapal Eks Asing Jika Tetap Beroperasi

Diberlakukannya aturan itu juga karena kapal-kapal perikanan dengan kemampuan eksploitasi yang besar, melampaui daya dukung sumber daya ikan itu mengancam visi pemerintah untuk mewujudkan sustainable fisheries.

Pemerintah menemukan fakta bahwa keberadaan modal asing pada perusahaan perikanan menyebabkan kendali perusahaan dan termasuk kapal-kapal yang dioperasikan terdapat pada badan hukum/orang asing di luar negeri (person in control) dan bukan perusahaan perikanan di Indonesia. Kondisi ini merupakan bentuk nyata dari ketiadaan genuine link antara kapal perikanan ex-asing dengan negara Indonesia.

Padahal, genuine link merupakan kewajiban yang diatur dalam Pasal 91 ayat 1 United Nation Convention on the Law of The Sea (UNCLOS). 

Penggunaan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan asing pada kapal-kapal ex-asing dilarang oleh Undang-Undang Perikanan. Penggunaan ABK Indonesia bagi perusahaan pemodal asing tidak akan menguntungkan mereka karena ada kekhawatiran bahwa ABK berkewarganegaraan Indonesia melaporkan berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan kepada aparat penegak hukum (whistleblower).

Selain itu, mempekerjakan ABK Indonesia beresiko tinggi karena sewaktu-waktu ABK Indonesia dapat kembali ke kampung asal mereka. Lagi pula, diperbolehkannya transshipment pada saat itu juga memperburuk pelanggaran-pelanggaran yang terjadi karena tidak hanya pemindahan ikan tanpa pencatatan untuk ekspor yang terjadi (unreported fishing), tetapi juga perpindahan manusia dan benda-benda serta fauna yang dilindungi yang terjadi di tengah laut.

4. Penenggelaman Kapal Jadi Efek Jera

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti buka suara terkait permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk menghentikan tindakan penenggelaman kapal.

Susi menegaskan, aksi penenggelaman kapal yang banyak dilakukan bukan atas dasar keinginannya, melainkan keputusan pengadilan.

Setidaknya ada empat poin yang disampaikan Susi soal penenggelaman kapal yang dilakukannya, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima, Sabtu (15/12/2018).

Pertama, penenggelaman kapal asing maupun kapal Indonesia pelaku IUU fishing adalah bentuk pelaksanaan Pasal 69 dan Pasal 76A Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Kedua, penenggelaman kapal adalah perintah Presiden Joko Widodo sebagai pelaksanaan penegakan hukum dan sekaligus untuk menyampaikan pesan bahwa pemerintah tidak bermain-main dengan illegal fishing untuk menimbulkan efek jera.

Ketiga, lelang terhadap kapal pencuri ikan juga dianggap kurang memiliki manfaat karena pemerintah Indonesia telah memiliki peraturan yang tidak akan memberikan izin terhadap kapal yang pernah melakukan IUU fishing. Untuk itu menurutnya, mekanisme ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk menekan praktik IUU fishing dan telah diadopsi oleh banyak negara serta organisasi perikanan regional (Regional Fisheries Management Organization/RFMO).

Keempat, penenggelaman kapal dilakukan karena secara hukum internasional dan nasional, nakhoda kapal asing tidak dapat dikenakan sanksi hukuman badan atau penjara.[Detikfinance]






Komentar

Tampilkan

Terkini