JUTAAN pasang mata dari seluruh Indonesia, bahkan dunia kini sedang tertuju ke Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Kampanye yang digelar oleh pasangan Prabowo-Sandi Ahad (7/4) diperkirakan akan tercatat menjadi salah satu kampanye politik terbesar di dunia, sekaligus sangat menentukan arah masa depan politik Indonesia.
Panitia menargetkan setidaknya 1 juta orang akan berkumpul memenuhi GBK dan areal di sekitarnya. Namun melihat antusiasme pendukung, target itu kemungkinan besar akan terlampaui. Bisa dua kali lipat, tiga kali lipat, bahkan mungkin bisa berkali-kali lipat.
Kita tinggal perlu bersabar membuktikan ketika waktunya tiba.
Patokan jumlah massa yang hadir setidaknya bisa sama, bahkan melebihi jumlah peserta Reuni Akbar 212 yang digelar di kawasan lapangan Monas, 2 Desember 2018. Mengapa bisa begitu?
Hampir dapat dipastikan mayoritas yang hadir pada Reuni Akbar 212 afiliasi politiknya mendukung Prabowo-Sandi.
Mereka adalah massa yang loyal pada keputusan ijtima ulama. Mayoritas yang hadir adalah umat Islam plus sejumlah massa non muslim yang bersimpati pada gerakan ini.
Pada kampanye kali ini massa pendukung tersebut masih solid. Jumlahnya bertambah besar karena massa parpol pendukung juga akan ikut hadir.
Massa pendukung Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat, Partai Berkarya, sempalan Partai Golkar, PPP, dan yang tidak boleh dilupakan adalah para relawan dari berbagai elemen.
Massa relawan ini diperkirakan jumlahnya akan lebih besar dibandingkan pendukung parpol.
Kesimpulannya hanya satu: Kampanye di GBK akan meledak dan tercatat sebagai salah satu rekor dunia the largest political rallies across the world.
Indikasi kampanye ini akan meledak sebenarnya sudah bisa kita ketahui beberapa hari, bahkan pekan sebelum pelaksanaan kampanye.
Tiket-tiket penerbangan ke Jakarta dari seluruh Indonesia, beberapa hari sebelum hari H, terutama tanggal 6 April sudah full booked.
Hotel-hotel di sekitar Senayan sampai Jalan Sudirman, Thamrin, kawasan Tanah Abang, Blok M juga sudah full booked. Untuk hotel berbintang lima yang masih tersisa tinggal kelas junior suite ke atas. Itupun kemungkinan besar mulai hari ini juga sudah akan di-booking.
Penuhnya hotel di Jakarta ini merupakan anomali. Sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis, akhir pekan merupakan masa sepi (low season). Hotel relatif kosong dengan harga lebih murah. Beda dengan beberapa kota tetirah seperti Bandung .
Beberapa warga Indonesia yang tinggal di luar negeri, termasuk yang berada di negeri yang jauh seperti Eropa dan AS, banyak yang memutuskan pulang untuk ikut kampanye sekaligus memastikan mencoblos di Jakarta.
Indikasi bahwa kampanye di GBK akan meledak sebenarnya juga sudah terlihat dari kampanye Prabowo di beberapa daerah.
Silakan sebut kampanye Prabowo-Sandi dimana saja. Mulai dari Papua, Manado, Makassar, Mataram, Sidoarjo, Bandung, Bogor, Padang, sampai di kawasan kandang Banteng seperti di Purwokerto dan Tegal. Massa tumpah ruah.
Ada sedikit catatan di Bali. Kampanye Prabowo tidak semeriah daerah lain.
Namun mengingat posisinya sebagai daerah merah, kampanye Prabowo di Bali cukup mengagetkan.
PERTARUNGAN HIDUP MATI
Kampanye di GBK tidak boleh hanya kita lihat dari sisi jumlah massa yang hadir. Kampanye ini juga akan menjadi simbol yang sangat prestius bagi kedua kubu.
Juga bisa menjadi indikator kotak suara siapa yang akan lebih penuh pada 17 April.
Setelah Prabowo, beberapa hari kemudian Jokowi akan menggelar acara serupa di tempat yang sama. Publik dan media massa bisa langsung membandingkan kekuatan kedua kubu.
Tanggal 13 April atau hari terakhir kampanye, paslon 01 akan menggelar konser Group Band Slank. Mereka menargetkan bisa memutihkan GBK. Mengulang konser serupa pada tahun 2014. Konser “Salam Dua Jari” dianggap sebagai momen kebangkitan Jokowi pada Pilpres 2014. Dia berhasil membalikkan posisinya yang tertekan.
Karena ada persiapan kampanye Jokowi inilah pengelola GBK hanya bisa memberi alokasi waktu bagi Prabowo sampai pukul 11.00 WIB. Sore sampai malam hari, semua perlengkapan harus dibongkar bersih.
Bisa dibayangkan betapa seriusnya kubu Jokowi menyiapkan acara tersebut.
Tanggal 13 April konser, persiapan sudah dimulai sejak tanggal 8 April. Sebelumnya Prabowo malah hampir tak bisa berkampanye di GBK karena sudah di-booking penuh oleh tim Jokowi sejak tanggal 1-13 April.
Jadi kampanye kali ini adalah pertaruhan hidup mati bagi kedua kubu. Secara psikologis kubu Prabowo saat ini berada di atas angin, dan Jokowi tertekan.
Kubu Prabowo tidak perlu repot-repot memikirkan mobilisasi massa pendukung. Massa pendukung mengurus sendiri semua keperluan. Mulai dari transportasi, akomodasi dan logistik.
Panitia tinggal fokus menyiapkan acara dan fasilitas pendukung. Yang paling penting sanitasi berupa MCK dan tempat berwudhu.
Soal logistik tampaknya tidak perlu dikhawatirkan. Di medsos sudah diumumkan massa tak perlu khawatir karena banyak posko logistik yang dibuka dan banyak dermawan yang menyumbang. Beberapa restoran Padang juga sudah diborong. Persis seperti berbagai Aksi Bela Islam yang berjilid itu.
Mereka tinggal memikirkan bagaimana menjaga jangan sampai ada penyusupan, dan provokasi terhadap massa. Hal-hal kecil mulai soal sampah, sampai kemungkinan menyusupkan bendera so called HTI juga kudu diantisipasi.
Media mainstream yang sudah dikooptasi atau ditekan, para buzzer bayaran sudah siap-siap menggoreng. Tidak boleh lengah.
Kegiatan di GBK jangan hanya dilihat sebagai kampanye Prabowo. Kegiatan ini harus dilihat sebagai momentum perlawanan rakyat terhadap Jokowi.
Momentum rakyat dapat menunjukkan pembangkangan (people disobedience) secara terbuka.
Sebaliknya kubu Jokowi harus bekerja keras melakukan mobilisasi massa. Sulit ada massa yang datang secara sukarela. Kalau toh ada pasti jumlahnya sangat kecil.
Untuk mendatangkan massa sampai setidaknya 1 juta orang merupakan pekerjaan maha besar.
Dana yang diperlukan juga sangat besar. Walaupun soal dana sebagai penguasa Jokowi tidak akan kesulitan. Tinggal sebut butuh berapa?
Namun mengelola masa "bayaran" ini kalau salah bisa-bisa jadi bumerang. Jangan lupakan peristiwa "Parade Kita Indonesia." Untuk menandingi aksi 212, kubu pemerintah saat itu membuat kegiatan yang dikenal sebagai Aksi 412.
Sejumlah taipan seperti Agung Podomoro, dan Artha Graha Group ikut mendanai.
Dua petinggi Partai Golkar Fahd Arafiq dan Fayakhun Andriadi terlibat adu mulut dan kemudian kejar-kejaran di Plaza Indonesia. Fahd menuding Fayakhun tak bisa memenuhi kuota massa sebanyak 10.000 orang. Padahal dana sudah diterima. Bayangkan untuk 10.000 orang saja kesulitan, apalagi 1 juta orang?
Ironisnya kedua tokoh Golkar itu seperti kompakan.
Keduanya berurusan dengan KPK karena kasus korupsi dan harus mendekam di bui.
Massa pendukung Jokowi juga pernah menjadi korban bully ketika sekelompok alumni Universitas Indonesia menggelar dukungan di Istora , Senayan. Mereka sampai harus mendatangkan massa bayaran ibu-ibu dari Cibitung, Bekasi.
Mereka ini mendapat julukan alumni Universitas Indonesia cabang Cibitung.
Tentang berapa jumlah yang hadir dipastikan akan menjadi perdebatan panjang sampai beberapa pekan ke depan.
Ada kecenderungan kubu Prabowo-Sandi sedikit melebih-lebihkan. Sebaliknya kubu Jokowi semaksimal mungkin akan mengecil-ngecilkan.
Ceritanya kurang lebih akan sama dengan saat berlangsungnya Aksi 411, Aksi 212, atau Reuni Akbar 212.
Namun untuk acara di stadion GBK ini jumlah massanya relatif lebih bisa dihitung. Kapasitas GBK jika kursi dan area lapangan penuh, jumlahnya sekitar 150 ribu orang. Area seputar GBK penuh, kapasitasnya 500 ribu.
Total sudah mendekati 1 juta.
Jika massa tumpah sampah jalan-jalan sepanjang Asia-Afrika, Gatot Subroto, Sudirman, bahkan sampai jakan Thamrin, silakan dihitung sendiri berapa jumlahnya.
Sebagai pembanding laman media The Economic Times pernah membuat catatan pengumpulan massa terbesar dalam kampanye politik di berbagai negara yang pernah tercatat dalam sejarah. (2013).
Pertama, kampanye Narendra Modi saat menjadi kandidat PM India. Masa pendukung partai BJP yang hadir disebut lebih dari seratus ribu over a lakh).
Kedua, sekitar 60 ribu orang hadir ketika pemimpin India Mahatma Ghandi (1930) berpidato.
Sebelumnya Ghandi melakukan perjalanan selama 23 hari menempuh jarak 386 kilometer dalam sebuah gerakan yang disebut sebagai Ghandi’s Salt March.
Ketiga, lebih dari 200 ribu orang berkumpul di Lincoln Memorial Park Washington (1963) mengikuti aksi protes yang dipimpin Marthin Luther King.
Keempat, sekitar 3 juta orang menyambut kedatangan Benazir Bhutto kembali ke Pakistan (1986).
Kelima, sekitar 1 juta mahasiswa turun melakukan protes di lapangan Tienanmen, Cina (1989).
Keenam, di Roma, Italia sekitar 3 juta orang melakukan long march memprotes Perang Iraq (2003). Sementara di London sekitar 1 juta orang melakukan aksi yang sama.
Ketujuh, ratusan ribu orang berkumpul di lapangan utama kota Kiev, Ukrania (2004) memprotes hasil Pilpres.
Kegiatan itu dikenal dengan nama The Orange Revolution.
Kedelapan, protes pemisahan diri Telangana Maha Garjana dari Provinsi Utar Pradesh, India (2010). Sekitar 1,2-1,5 juta orang ikut turun ke jalan.
Kedelapan, Arab Spring (2011) di jazirah Arab. Tidak ada jumlah massa spesifik. Namun diperkirakan jutaan orang terlibat dalam aksi di Libya, Tunisia dan Mesir.
Aksi 212 (2016) dan Reuni Akbar 212 (2018) boleh kita tambahkan pada nomor ke-10 an 11.
Apakah kampanye Prabowo-Sandi di GBK, dan Konser Slank bisa masuk dalam daftar The biggest political rallies across the world? pada posisi ke 12 dan 13?
Penulis adalah Pemerhati Ruang Publik. Artikel ini khusus dikirim ke Kantor Berita Politik RMOL[R