-->








Mulai Digemari, Sepak Bola Wanita di Aceh Berujung Kontroversi

06 Juli, 2019, 07.17 WIB Last Updated 2019-07-06T00:17:54Z
Suasana salat Id masyarakat Aceh di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Rabu (5/6). Foto: Dok. Humas Pemerintah Aceh
BANDA ACEH - Setiap orang memeram kecintaan dan rencana masing-masing. Di antara sekian daftar rencana, sepak bola ada di dalamnya.

Sepak bola wanita mulai digemari di ujung barat Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, sekelompok pelajar putri bergembira dengan sepak bolanya. Tak sekadar hobi, tapi medium untuk merengkuh prestasi.

Sebagai daerah yang dikenal akan ajaran Syariat Islam, Aceh masih menganggap sepak bola wanita sebagai tabu. Di sepanjang pesisir Pantai Utara, dan Barat-Selatan Aceh sepak bola wanita adalah perkara langka. Jika pun ada, olahraga ini akan terlihat canggung apabila digeluti perempuan.

Namun demikian, tim-tim sepak bola wanita di Serambi Makkah mulai terbentuk sejak dua tahun belakangan. Meski masih menutup diri, hobi ini mulai disalurkan.

Di Kabupaten Aceh Tamiang dan Langsa, tim sepak bola wanita bahkan telah mengikuti kompetisi hingga ke Sumatera Utara. Selama berlatih, mereka menggunakan lapangan mini yang biasa dipakai untuk futsal.
Ilustrasi sepak bola wanita. Foto: Amir Poormand / ISNA / AFP
"Mereka sejak dua tahun terakhir sudah bergelut dalam bidang olahraga sepak bola putri. Cuma, selama ini tidak di lapangan terbuka. Mereka berlatih di lapangan futsal. Bahkan mereka pernah ikut kompetisi hingga ke Sumatera Utara," kata Koordinator Badan Liga Sepak Bola Pelajar Indonesia Aceh, Ishaq Rizal, kepada kumparan, Jumat (5/7).

Seiring berjalannya waktu, klub-klub sepak bola wanita juga terbentuk di beberapa kabupaten lainnya, seperti Lhokseumawe, Takengon, dan Banda Aceh.

"Mereka didukung oleh keluarganya untuk menyalurkan bakat sehingga terhindar dari hal-hal negatif," ujarnya.

Ishaq menyebut, permainan yang ditampilkan para remaja putri itu tak kalah menarik dibandingkan permainan lelaki. Mereka bermain laiknya profesional, didukung teknik dan pemahaman taktik yang menjanjikan.

"Cara bermain mereka sangat bagus dan mampu menguasai semua teknik dalam sepak bola, kami menontonnya enak. Kehadiran mereka positif, berpakaian muslimah, tidak melanggar syariat," ujarnya.

Dalam rangka Piala Menpora yang juga mempertandingkan sepak bola wanita, Ishaq memanfaatkan momen tersebut dengan mengadakan kompetisi sepak bola wanita di Aceh.

Kompetisi itu bertujuan untuk menjaring para pemain dan juga membina mereka agar lebih terarah.

"Atas dasar itu, saya pikir dengan momen Piala Menpora ini, kami membuat kompetisi melalui sebuah wadah kompetisi. Mereka bisa terkontrol sehingga syiar-syiar syariat Islam tetap tertanam dalam kegiatan mereka," ungkapnya.

Kompetisi khusus pemain wanita U-17 itu telah dilangsungkan pada 30 Juni 2019 l di Stadion Perta Arun Gas, Lhokseumawe. Turnamen tersebut bertujuan untuk menyeleksi pemain mewakili Aceh.

Di luar kompetisi, para pemain sepakbola wanita ini tetap berlatih di daerah masing-masing. Mereka telah memiliki pelatih dan manejemen.

"Jadi mereka berlatih bukan karena event. Akan tetapi, justru mereka lebih bangga dan puas apabila sudah ada event. Ada wadah mereka untuk menyalurkan prestasi," katanya.

Penolakan terhadap sepak bola wanita di Aceh

Kemunculan kompetisi sepak bola wanita di Aceh ternyata tidak seperti yang diharapkan.

Kehadiran kompetisi ini mendapat protes dan penolakan dari sekelompok massa yang mengatasnamakan Forum Komunikasi dan OKP Pengawal Syariat Islam. Mereka menentang kegiatan tersebut karena dinilai melecehkan martabat dan marwah perempuan Aceh.

"Kami meminta Menpora RI membatalkan perhelatan olahraga sepak bola perempuan dan menghormati kearifan lokal Aceh yang menerapkan Syariat Islam," kata Tgk Sulaiman Lhokweng, di depan Masjid Islamic Center, Kota Lhokseumawe, Kamis (4/7).

Mereka meminta Badan Liga Sepak Bola Pelajar Indonesia Aceh meminta maaf karena dinilai telah melukai perasaan dan kearifan lokal masyarakat Aceh dengan mengeksploitasi perempuan Aceh di bidang sepak bola.
Ilustrasi sepak bola wanita. Foto: Amir Poormand / ISNA / AFP
Ishaq dan panitia menerima protes dan penolakan tersebut. Mereka menganggap wajar lantaran sepak bola wanita di Aceh masih dianggap tabu. Pihaknya juga mengakui bahwa selama ini kehadiran sepak bola wanita belum pernah disosialisasikan.

"Kami atas nama panitia penyelenggara seleksi pemain sepak bola Putri U-17 tingkat Provinsi Aceh, memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Aceh jika penyelenggaraan kegiatan seleksi pemain tersebut ada bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam," katanya.

Ishaq menjelaskan, penyelenggaraan tersebut bertujuan untuk menjadi wadah penyaluran bakat dan kemampuan para generasi muda, khususnya dalam cabang sepak bola. Tujuannya, kegiatan mereka menjadi terarah dan tetap menjaga nilai-nilai Syariat Islam dan budaya Aceh.

"Daripada mereka menyalurkan bakatnya secara tidak terkendali. Dan yang lebih penting adalah untuk membina generasi muda agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti untuk menghindari pengaruh narkoba dan kenakalan remaja lainnya," ucapnya.

Umat muslim memadati Masjid Raya Baiturrahman untuk melaksanakan ibadah shalat Id atau sembahyang hari Raya Idul Fitri di Banda Aceh, Aceh, Rabu (5/6). Foto: ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Ishaq beranggapan cabang olahraga ini juga serumpun dengan cabang olahraga voli, basket, dan cabang olahraga lainnya yang diikuti oleh para wanita. Apalagi, para pemain juga menggunakan pakaian muslimah.

"Kami tidak ada niat sedikit pun untuk mencederai penerapan Syariat Islam di Provinsi Aceh. Jika kegiatan ini kurang cocok dilaksanakan di Aceh, kami juga berharap kepada kita semua untuk bersikap yang adil terhadap cabang olahraga yang lain, seperti voli, basket, dan lainnya yang digeluti oleh wanita di Aceh," jelasnya.

Terhadap aksi penolakan itu, Ishaq mengatakan, pihaknya akan melaporkan ke pimpinan, dalam hal ini, Dispora Aceh. Jika hasil musyawarah nanti para pemain dianggap bertentangan dengan norma dan Syariat Islam, panitia akan melakukan peninjauan ulang.

"Jika hasil penelaahan kita bersama terhadap kegiatan U-17 putri ini bertentangan dengan norma, adat istiadat, Syariat Islam, untuk pelaksanaan berikutnya akan kami tinjau kembali," pungkasnya.[Kumparan]
Komentar

Tampilkan

Terkini