-->








Benarkah Ada Aroma Tak Sedap dalam Pengadaan Barang/Jasa di Aceh Selatan

15 September, 2019, 20.35 WIB Last Updated 2019-09-15T13:35:15Z
BANDA ACEH - Aroma tak sedap dalam proses pengadaan barang/jasa di Aceh Selatan mulai tercium semerbak menjelang 1(satu) tahun kemimpinan Azwir-Amran (AZAM) di daerah yang disebut-sebut negeri pala itu. Aroma itu berasal dari ruang Unit Kegiatan pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Aceh Selatan.

Menurut aktivis Mahasiswa asal Aceh Selatan, Muhammad Hasbar Kuba, adanya dugaan pengaturan proyek secara sistematis, terstruktur dan masif di Aceh Selatan seakan sudah menjadi menjadi rahasia umum. Namun, sinyal terkait hilangnya persaingan sehat dalam proses pengadaan barang dan jasa ini masih terus dipantau kebenarannya.

"Sejauh ini masih terus dipantau, apakah pengaturan proyek yang mengarah kepada tindak pidana KKN secara terstruktur, sistematis  dan masif ini benar adanya. Tentu akan terus kita pantau agar tidak mengarah kepada tindak pidana KKN dan merusak prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yang telah diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018," ungkap Muhammad Hasbar Kuba yang juga merupakan Pengurus Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan (HAMAS) di Banda Aceh, Minggu (15/09/2019).

Hasbar juga mengumpamakan persoalan aroma tak sedap ini ibarat kentut. "Sinyal KKN dalam pengadaan barang/jasa di bumi pala saat ini, ibarat kentut, aroma tak sedapnya telah merebak di Kalayak umum namun kita belum tau siapa yang sedang kentut ini, apalagi untuk membuktikan bentuk kentut itu, tentunya perlu proses membuktikannya secara rinci," jelas Hasbar.

Setidaknya ada 3(tiga) indikasi pelanggaran serius yang menjadi modus operandi dan mesti dicek lebih dalam oleh pihak penegak hukum dan lembaga yang profesional di bidang  pengadaan barang/jasa. Yang pertama yakni terkait isu bahwa setiap paket pekerjaan di Aceh Selatan yang di tayang pada LPSE kabupaten tersebut sudah duluan ditentukan pemenangnya. 

Lanjut dia, perusahaan yang ingin dimenangkan itu dokumen penawarannya dibuat oleh "orang dalam". Serta yang ketiga, jika perusahaan yang disiapkan "orang dalam" itu kalah saing maka tender akan dibatalkan dengan dalih tidak ada penyedia yang lewat evaluasi. Persaingan tidak sehat yang sudah membabi buta dan bertentangan dengan prinsip pengadaan barang/jasa yang termaktub dalam pasal 6 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 ini pula yang diduga menjadi alasan kuat kenapa sangat sedikit pengusaha yang berani ikut dalam tender di Aceh Selatan. 

"Dapat dilihat di LPSE Aceh Selatan, mayoritas pekerjaan hanya berani diikuti oleh satu-dua perusahaan saja, yakni bisa jadi perusahaan yang sudah disiapkan sebagai pemenang," bebernya.

Hasbar juga menyebutkan salah satu hasil pantauan pihaknya dalam pekerjaan pengadaan Meubelair pada Puskemas Pembantu. 

Imbuh dia, tender tersebut sudah dua kali dilakukan dan dinyatakan gagal dengan dalih tidak ada peserta yang lulus. Lalu dihari yang sama dilakukan tender kembali untuk ketiga kalinya. Sehingga menjadi tanda tanya apa yang menjadi dasar hukum Pokja melakukan tender sebanyak 3 kali? sementara di dalam Perpres 16 Tahun 2018 dan Lampiran Perlem LKPP Nomor 9 Tahun 2018 disebutkan hanya sekali yang namanya tender ulang. 

"Berikutnya apakah proses tender ulang yang dilakukan dihari yang sama pada saat pembatalan itu sudah ada persetujuan Pengguna Anggaran(PA) jika tidak, maka Pokja berpotensi telah menyalahgunakan kewenangan dan melanggar aturan," jelasnya.

Jika mengacu kepada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 51 ayat 10 dan lampiran Perlem LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa melalui penyedia, kata dia, maka semestinya Pokja ULP setelah disetujui PA/KPA seharusnya melakukan penunjukan langsung bukan malam melakukan tender hingga 3x, karena berpotensi menabrak aturan. 

Dijelaskannya, jika dilihat waktu pelaksanaan kegiatan yang sudah memasuki akhir triwulan ketiga, sementara kebutuhan puskesmas pembantu (Pustu) untuk peningkatan sarana dan prasaran tidak bisa ditunda. Apalagi, pelayanan kesehatan adalah prioritas Pemerintahan AZAM yang termaktub dalam visi misi dan RPJM Kabupaten Aceh Selatan 2018-2023.

Menurut Hasbar, Pokja juga lupa, di dalam dokumen pemilihan telah tertera: "Sebelum melaksanakan tindak lanjut Tender gagal, Pokja Pemilihan atau Pokja Pemilihan Pengganti (apabila diganti) melakukan reviu atas penyebab tender gagal. Hasil reviu atas penyebab tender gagal menjadi dasar untuk melakukan perbaikan dalam melaksanakan tindak lanjut tender gagal.

"Dalam hal ini lelang ke-1, 2 dan 3 syarat teknis, administrasi dan kualifikasi nya sama tidak ada perubahan kecuali waktu pelaksanaan yang disesuaikan. Sehingga, hal ini makin menguatkan dugaan perusahaan yang diunggulkan kalah dalam persaingan, lalu tender dibatalkan," ujar Hasbar.

Pihaknya berharap, menjelang setahun Pemerintahan AZAM ini, bau kentut yang busuk itu tidak terus dibiarkan merebak dan merusak. Pemerintah Aceh Selatan harus segera berbenah, jangan sampai justru menjadi organ yang memelihara aroma tak sedap ini. Begitupun pihak penegak hukum di Aceh Selatan harus tegas menindaklanjuti pelanggaran aturan dan penyelewengan, jangan dibiarkan begitu saja. 

"Jangan sampai penegak hukum dibeli oleh para mafia. Segera bongkar dan tindak tegas para pelaku pelanggaran tersebut agar publik tak menilai bahwa penegak hukum juga ada di belakang bau busuk itu," harap Mahasiswa FH UIN Arraniry itu.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini