-->








Pilah Pilih Menteri Jilid 2 Jokowi-Ma’ruf Amin, Tokoh Aceh Layak Masuk Kabinet

23 Oktober, 2019, 10.37 WIB Last Updated 2019-10-23T03:37:43Z
SUSUNAN dewan menteri kabinet kerja Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo (Jokowi) dan DR HC. KH. Ma'ruf, periode 2019-2024 yang baru saja dilantik, sudah di tangan Presiden Jokowi yang memiliki hak prerogative (hak istimewa), menentukan dan menetapkan para menteri kabinet yang akan membantu presiden dan wakil presiden untuk lima tahun kedepan.

Konteks Aceh, walau secara mayoritas bukan basis perolehan pemenangan suara bagi dukungan kepada Jokowi Ma'ruf dalam pilpres yang lalu, namun andil masyarakat dan kewilayahan Aceh secara historis geo politik dan geo strategis pembangunan nasional sejak kemerdekaan RI hingga saat ini, wajib dipertimbangkan. Apalagi Aceh baru bangkit dari keterpurukan konflik politik berkepanjangan dan bencana yang dahsyat. Ada sejumlah tokoh sipil Aceh yang ikut andil dalam penuntasan konflik dan perdamaian Aceh, serta telah melakukan terobosan-terobosan dalam transisi dari era konflik bersenjata serta akibat bencana gempa dan tsunami. Ada dari kalangan mantan eksekutif di pemerintahan, sebagai wakil kepala pemerintahan/Wakil Gubernur Aceh terpilih. Sebut saja, sosok Muhammad Nazar, S.Ag. yang mengalami langsung konflik Aceh serta terlibat aktif penyelesaian konflik sosial politik dengan Jakarta, di era tahun 1999-2005.

Sejak tahun 2014 hingga 2019 dalam event pilpres secara langsung, kami ketahui bahwa Nazar fokus dalam kerja-kerja program nasional dan agenda politik Jokowi-JK dan Jokowi-Ma'ruf Amien. Aceh saat ini, menurut hemat penilaian kami, masih dalam fase transisi membangun SDM dan infrastruktur ekonomi menuju kesejahteraan dan keadilan.

Di lima tahun terakhir ada proyek nasional di Aceh yang belum terlaksana sesuai harapan masyarakat Aceh atau belum sesuai blue print agenda nasional cabinet Jokowi-JK. Sebut saja KEK Arun Aceh yang bernilai lebih lima triliyun rupiah, belum berdampak positif bagi peningkatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja kawasan Aceh.

Dengan adanya sosok tokoh Aceh ditetapkan sebagai pembantu Presiden Jokowi, menjabat menteri kabinet, komunikasi dan aspirasi 5 juta warga Aceh bisa disampaikan dan dikomunikasikan kepada "Istana Negara", walau job desk menteri kabinet bukanlah bekerja untuk satu atau beberapa provinsi. Namun tugasnya mencakup nasional, 33 provinsi dari Sabang hingga Meurauke. Setidaknya komunikasi antara masyarakat Aceh dengan Pusat bisa disampaikan oleh menteri yang berasal dari Aceh.

Pengalaman penyelesaian konflik Aceh di masa lalu setidaknya dapat dicontoh dan diterapkan dalam penyelesaian konflik sosial politik di Papua yang baru saja mereda, setelah merenggut korban jiwa dan harta benda. Para pembantu Jokowi-Ma'ruf selain harus memiliki loyalitas, integritas, juga harus memiliki sense of crisis dalam menangani riak-riak krisis dan gesekan sosial pasca pileg/pilpres serta ancaman disintegrasi negara bangsa ini.

Tokoh Aceh yang memiliki kinerja sosial politik dan kemasyarakatan yang mumpuni dan visioner kedepan, menurut amatan kami, antara lain Muhammad Nazar, S.Ag (tokoh perdamaian Aceh, mantan Wagub Aceh/salah seorang pendiri sekaligus Ketua Umum Partai lokal SIRA), Muzakkir Manaf (mantan Wagub Aceh/Ketua Umum DPA Partai lokal Aceh), Teuku Riefky Harsya, MT (Anggota DPR RI/Sekretaris Fraksi Demokrat DPR RI), Tgk. Rafli (Anggota DPR RI dan seniman Aceh yang sudah go internasional).

"Dari keempat tokoh Aceh ini yang kami sebutkan diatas, menurut kami, Nazar lebih muda secara usia, dan berpengalaman dalam resolusi konflik politik dan kemanusiaan, respon tanggap darurat bencana alam serta persoalan-persoalan krisis sosial kemanusiaan, saat dirinya sebagai tokoh sipil Aceh serta saat menjabat wagub Aceh. Bila dari unsur tokoh Aceh bisa ditetapkan sebagai menteri kabinet lebih dari satu orang, kami berterimakasih kepada Pak Jokowi. Kalau pun tidak bisa dua atau tiga orang karena keterbatasan, kami sangat mendukung Bang Nazar bisa dipilih dan ditetapkan sebagai pembantu Presiden dalam jajaran kabinetnya. Tentunya ini berdasarkan kinerja, track record secara politik dan bersih diri dari kasus hukum, serta loyalitas".

Penulis: Zulfadhli Anwar (Pendiri Lembaga Opini Publik Aceh didirikan sejak tahun 2000 di Banda Aceh. Saat ini konsern di bidang pengembangan UMKM Kopi Gayo-Aceh/Sumatera, menetap di Kota Langsa, Aceh.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini