-->








Pemkab Upayakan Istana Karang Menjadi Simbol Kebudayaan Tamiang

29 Desember, 2019, 22.03 WIB Last Updated 2019-12-29T15:03:56Z
ACEH TAMIANG - Istana Karang, yang terletak di Jalan Haji Juanda (Jalan Lintas Medan-Banda Aceh), tepatnya di Dusun Istana, Kampung Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru merupakan salah satu situs bersejarah di Kabupaten Aceh Tamiang.

Gedung Istana yang bergaya bangunan Belanda tersebut dibangun oleh Raja Karang X (terakhir), T Mohd Arifin pada tahun 1927 lalu. 

Selama ini, situs bersejarah yang telah dijual oleh ahli waris kerajaan kepada pemilik PT. Sumber Asih waktu itu, Almarhum H. Abdul Azis Karim, pada tahun 1963 lalu, diproyeksikan oleh Pemkab Aceh Tamiang menjadi museum ataupun sebagai ruang pustaka.

Namun upaya dari Pemkab Aceh Tamiang selama ini untuk menjadikan Istana Karang sebagai simbol peradaban kebudayaan dan sejarah, bukanlah hal yang mudah diwujudkan. Karena status kepemilikannya masih dalam sengketa antara Pemkab Aceh Tamiang dengan pihak Pertamina.

"Sejarahnya lumayan panjang. Orang yang tidak tahu persoalan hanya bisa menyalahkan saya, dibilang tidak bisa mengurus situs sejarah. Saya dihujat terus," demikian kata Bupati Aceh Tamiang H. Mursil, SH, M.Kn, saat bertemu dengan Anggota DPD RI asal Aceh, Abdullah Puteh beserta perwakilan ahli waris Kerajaan Karang, Sabtu (28/12/2019) kemarin.

Pertemuan yang dilangsungkan di ruang utama Istana Karang itu menghasilkan kesepakatan untuk menagih kejelasan tentang status Istana agar bisa dikelola oleh pihak Pemkab Aceh Tamiang.

"Kalau begini kan tidak terurus, rusak tidak dibenerin. Listrik pun sulit bayar," lanjut Bupati Mursil.

Bupati Mursil menegaskan bahwa dirinya cukup berkeinginan untuk merawat dan melestarikan Istana Karang, namun keinginan tersebut terhambat oleh regulasi.

"Tanpa ibu-bapak (ahli waris) ketahui, saya sudah tiga kali ke Pertamina bagian aset di Jakarta untun meminta dikembalikan ke Pemda. Kalau sudah sama kita, baru bisa kita poles," terang dia.

Dalam kesempatan itu Bupati Mursil sedikit menceritakan "jatuhnya" Istana Karang ke PT Pertamina, yakni ketika terjadinya peristiwa blow out (semburan minyak/gas setelah terjadi ledakan) sumur minyak KSB-54, milik Pertamina EP Field Rantau, KSB-54, pada tahun tujuh puluhan lalu.

"Akibat blow out waktu itu, puluhan rumah penduduk di sekitar sumur mengalami kerusakan. Istana Karang juga mengalami kerusakan sehingga mendapat ganti rugi dari Pertamina melalui asuransi, makanya sejak itu dianggap bagian dari Pertamina," jelas Bupati Mursil.

Pada pertemuan tersebut, pihak perwakilan ahli waris Kerajaan Karang, Tengku Haris, mengapresiasi perjuangan Bupati Mursil dan sangat mendukung upaya Pemkab untuk jadikan Istana Karang sebagai pusat sejarah dan budaya Tamiang.

Pihak ahli waris sendiri, kata Tengku Haris, menyerahkan sepenuhnya kepada Pemkab Aceh Tamiang mengenai pengelolaan istana bila nanti sudah dioperasikan sebagai museum ataupun ruang pustaka.

"Yang penting istana ini tetap ada, dan kami diakui menjadi bagian dari sejarah masyarakat Tamiang," demikian kata Tengku Haris. 

Amatan LintasAtjeh.com, di halaman sekeliling bangunan Istana, kondisinya memang tidak terawat. Selain dipenuhi semak, beberapa bagian gedung sudah rusak dan cat sudah memudar.[ZF]
Komentar

Tampilkan

Terkini