-->




Rencana Pembelian Pesawat, Dilema Sang Plt Gubernur Aceh?

18 Desember, 2019, 18.10 WIB Last Updated 2019-12-18T11:10:18Z
BEBERAPA hari belakangan ini, ranah politik di tanah rencong tidak henti-hentinya membicarakan mengenai rencana pembelian 4 unit pesawat oleh Pemprov Aceh N219. Menyikapi dengan bijak rencana pembelian pesawat oleh Pemprov Aceh berjenis N219, menilik dari harganya yang mencapai 24 juta dollar AS atau kalau di kurs ke dalam rupiah sekitar Rp 336 milliar lebih. Tentunya membuat mata kita terbelalak. Itu belum termasuk dengan biaya operasional, perawatan dan lain-lainnya. Padahal hanya sebatas wacana pembelian pesawat Pemprov Aceh. 

"Nota kesepahaman akan beralih menjadi kontrak dari empat pesawat itu, satu akan dikirimkan pada 2021 dan tiga pada 2022". Namun, di bulan Desember ini saja sudah ribut-ribut mengenai pro dan kontra apakah layak atau tidaknya Provinsi Aceh memiliki 4 unit pesawat N219 sendiri. Atau ini bisa jadi akal-akalan dari Pemerintah Aceh sendiri yang menghembuskannya untuk mengalihkan kasus lain dari pengadaan mobil dinas Aceh yang mencapai 100 milliar lebih dan menunda untuk pembangunan rumah dhuafa.

Sepertinya citra Plt. Gubernur (Pemprov Aceh) sudah menurun karena janji-janji kampanye politik banyak yang belum dilaksanakan. Di berbagai media massa, elektronik dan juga media online terpecah antara setuju dan tidak setuju dengan pembelian pesawat oleh Pemprov Aceh N219. 

Saya sendiri mengambil contoh dari tiga kasus berita yang terkemuka di Aceh yang setidaknya menyuarakan antara pro-kontra atau berada di tengah-tengahnya yaitu Serambi Indonesia, Kabar Aceh dan Acehtrend. Dimana ketiganya satu sama lain saling melengkapi walau tidak seirama dalam pemberitaannya karena ada yang pro ke pemerintahan lalu ada yang menyayangkan pembelian pesawat tersebut. 

Juga ada yang menyikapi dengan bijak sesuai kebutuhan serta situasi dan kondisi. Saya pun awalnya begitu, sangat malas untuk mengomentari atau bahkan membuat opini mengenai pembelian pesawat N219. 

Namun setelah kemarin dan siang tadi membaca dua postingan yang isinya bertentangan, akhirnya jadi kepingin menyuarakan aspirasi sebagai rakyat walau hanya melalui tulisan. Sebagai warga negara tentu berhak menyuarakan haknya sebagai bagian dari sebuah sistem pemerintahan di suatu negara. Pesawat tersebut yang mencapai ratusan milliar rupiah, hingga kalau dianalogikan uang segitu banyaknya dengan uang dideretkan di tanah dengan pecahan sepuluh ribu, tidak mustahil akan menutupi Kota Banda Aceh, padahal masyarakat Aceh itu sendiri masih butuh makan, sarana dan prasarana untuk mensejahtrakan masyarakat Aceh yang masih tertinggal jauh dari provinsi lain terutama di wilayah Pulau se-Sumatera. 

Kalau menurut saya pantas atau tidaknya pengadaan oleh Pemprov Aceh yang ingin mempunyai pesawat sendiri untuk mempersingkat jarak-waktu tempuh yang mencakup semua wilayah Aceh, dan wacana itu juga lagi dibahas oleh eksekutif dan legislatif apapun hasilnya sebagai warga negara yang baik harus bisa menerimanya.

Toh Plt-Gubernurnya, Gubernur kita juga. Yang menjadi pertanyaannya sekaligus tugas kita sebagai warga Aceh, waktu pesawat itu tiba di tahun 2021 dan sudah mengudara di provinsi wilayah Aceh, maka kita harus mengawasinya baik itu saat pembayaran akhir atau juga ketika Pemerintah Provinsi Aceh mengeluarkan dana untuk membiayai perawatan, pembelian suku cadang, serta biaya yang tak terduga lainnya agar tidak terbuka lebar adanya praktek korupsi oleh Pemerintah Aceh. 

Dan kalau sampai terendus untuk meperkaya para elit dan yang menikmati fasilitasnya hanya para pejabat atau orang-orang dalam pemerintahannya itu sendiri, mungkin itu yang harus kita lakukan. Karena percuma saja sekarang ribut-ribut tidak karuan sementara pesawatnya saja masih dalam proses menunggu hasil keputusan eksekutif dan legislatif. 

Bukan berarti tidak ikutan mencegah, tapi percuma saja kita protes hingga mulut berbusa kalau tidak ditanggapi, lebih baik menunggu seiring waktu berjalan untuk membuktikan apakah pesawat N219 digunakan dengan sewajarnya yang ingin mensejahterakan rakyat Aceh atau hanya segelintir elite.

Penulis: M.Iqbal (Mahasiswa Ilmu Politik Fisip UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini