BENAR, IPK itu memang tidak terlalu berpengaruh. Tetapi bukan berarti kita bisa menganggap IPK itu remeh. Mereka yang dengan IPK tinggi juga memiliki usaha yang keras untuk mencapainya, karena tidak mungkin seseorang dengan IPK tinggi jika dia tidak berusaha semaksimal mungkin.
Lagian kita juga masih hidup di Indonesia yang membutuhkan nilai sebagai alat ukur. Bahkan jika kita mendaftar untuk S2 kemana pun hal utama yang di lihat adalah kemampuan akademik.
Bagi saya mengelola pendidikan di Indonesia tidak sama dengan mengelola sebuah perusahaan, yg paling saya takutkan hari ini adalah jika sistem pendidikan Indonesia berubah seperti sistim perusahaan GoJEK misalnya.
Bagi kamu yang memiliki IPK tinggi jangan pesimis dan teruslah bersyukur dengan apa yang telah kamu capai. Dan bagi kamu yang masih belum, tingkatkanlah kemampuanmu dan selalu optimis.
Mereka dengan prestasi akademik tinggi sering kali merasa terdzolimi dengan pernyataan-pernyataan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Mereka yang mengganggap IPK itu tidak terlalu penting justru datang dari kalangan mereka yang parokialistik (mereka dengan tingkat kemalasan yang maksimal).
Termasuk ke dalam kelompok sosial yang senang dengan rutinitas ortodoks. Serta sering menolak perubahan yang terjadi. Mereka membela dirinya dengan sesuatu yang orang lain miliki.
Secara tidak sadar mereka telah membuktikan bahwa dirinya tidak mampu mencapai apa yang orang lain lakukan. Jika dalam kalangan masyarakat biasa menilai bahwa kadang kala mereka yang tidak terlalu mementingkan prestasi itu adalah mereka yang tidak mampu menerima tantangan dan problem.
Jika dalam ilmu neuroscience orang yang seperti ini termasuk ke dalam kepribadian yang berbeda dan cenderung waktunya habis untuk memikirkan orang lain 80% dan hanya tersisa 10 % untuk dirinya sendiri. Dan 10 % lainnya adalah apatis terhadap kehidupan sosial.
Dan yang paling berbahaya adalah kepribadian yang seperti ini adalah gejala awal dari terjadinya fase phobia sosial yang berdampak kepada psikis dan akan mengarah kepada psikopat (Ilmu psikopatologi manusia).
Penulis: Septian Fuji Syukri (Peraih Juara Umum Menulis Opini Nasional 2019)