-->








Potret Kisah dan Pengharapan, Tanah Betuah Aceh Singkil

02 Juli, 2020, 20.15 WIB Last Updated 2020-07-02T13:15:09Z
ACEH SINGKIL merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Aceh, Indonesia. Aceh Singkil merupakan sebuah daerah hasil pemekaran daripada Kabupaten Aceh Selatan. Sudah 21 tahun lamanya sejak tanggal 20 April 1999 Aceh Singkil resmi berdiri sebagai sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Singkil.. Dengan berdirinya Aceh Singkil sebagai sebuah kabupaten, hal ini  menjadi harapan besar bagi masyarakat Aceh Singkil untuk kemajuan juga kesejahteraan masyarakat Aceh Singkil.

Pengharapan para pejuang pemekaran Kabupaten Aceh Singkil 21 tahun yang lalu haruslah menjadi pemicu dan tuntunan bagi para punggawa Pemerintahan Aceh Singkil. Jangan sampai harapan para pejuang pemekaran 21 tahun  silam hanya seperti ukiran sejarah tanpa pembuktian. Pasalnya kita bisa melihat bahwa Aceh Singkil merupakan sebuah daerah yang sangat potensial. Aceh Singkil mempunyai daerah wisata yang sangat mempesona, jika lautannya dapat diibaratkan layaknya Labuhan Bajo atau Raja Ampatnya Aceh, rawanya dapat diibaratkan layaknya Sungai Amazon, dan masih banyak hal lainnya yang seharusnya dapat ditingkatkan dari Aceh Singkil dan mejadi aset besar bagi daerah ini. Belum lagi dengan banyaknya perusahan yang berkedudukan di wilayah tanah betuah ini, seperti  PT Nafasindo, PT Perkebunan Lembah Bakti, CV Bata Lae Kombih Lestari. 

Aceh Singkil merupakan sebuah daerah yang heterogen atau dengan kata lain dihuni oleh penduduk multietnis juga terdiri dari beberapa agama. Tentu saja dengan usia yang sudah cukup matang, masyarakat Aceh Singkil berharap sedikit demi sedikit kemajuan daerah dapat secara nyata terjadi dan dirasakan. Pasalnya dari sejak resmi menjadi sebuah kabupaten, cukup banyak permasalahan dan gejolak yang terjadi disegla sektor, baik itu agama, politik, sosial budaya, ekonomi juga kesehatan. Hal ini seolah menjadi singgungan keras diantara masyarakat, contohnya terkait permasalahan agama. Kita dapat melihat contoh nyatanya dalam peristiwa berdarah pada tanggal 13 Oktober terkait pembakaran gereja di sejumlah wilayah Aceh Singkil, dan hal ini juga dipandang bukan hanya persoalan agama tetapi juga tercium aroma politik. Pasalnya pembongkaran gereja telah mencapai kesepakatan antara bupati, para tokoh ulama untuk dilakukan pembongkaran pada tangal 19 Oktober 2015, tetapi pada tanggal 13 Oktober terjadi pembakaran gereja oleh sejumlah oknum kelompok hingga pada akhirnya menyebabkan kerusahan dan juga korban jiwa. Dalam hal ini peranan pemerintah dan para tokoh masyarakat sangat dibutuhkan dalam penangan singungan isu SARA.

Permasalahan selanjutnya ialah permasalahan kesehatan yang juga menjadi sorotan keras penulis. Pasalnya jika kita tinjau daripada bidang kesehatan, hal ini masih banyak kurangnya, pada tingkat pelayanan dan juga kesiapan rumah sakit terkait. Hal ini dapat dikatakan pada kenyataan yang ada, dimana masih banyak masyarakat yang harus pergi menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam untuk melanjutkan perawatan di rumah sakit di Subulussalam. Hal ini dikarenakan kurangnya kesiapan rumah sakit mulai daripada dokter, tenaga medis pendukung, dan juga kesiapan peralatan yang di isukan belum memadai. Yang menjadi pertanyaan mendasar ialah, hal ini bukanlah kali pertama terjadi, apakah pemerintah tak menghiraukan hal terkait. Mengingat sudah 21 tahun berdiri, hal ini pastinya harus menjadi evaluasi bersama tak hanya pemerintah tapi juga kita sebagai orang yang merasakan daripada akibat rumah sakit yang seharusnya maksimal. Padahal jika dilihat daerah Kota Subulussalam juga merupakan pecahan daripada Kabupaten Aceh Singkil, yang mana sekarang status Kota Sada Kata itu telah terpisah dari Aceh Singkil berdasarkan Undang-Undang Republik Indionesia Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kota Subulussalam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Aceh Singkil, yang bisa diibaratkan pernah satu tubuh dengan Kota Sada Kata itu, tetapi dalam bidang kesehatan kita sedikit tertinggal dari kota Sada Kata itu. Permasalahan selanjutnya terkait ekonomi yang cukup pelik, dimana seperti yang penulis katakan bahwa Aceh Singkil merupakan daerah yang cukup kaya akan alamnya, baik laut dan darat. Seharusnya hal yang cukup potensial ini dapat dimanfaatkan dan di tingkat lebih maksimal. 

Permasalahan selanjutnya ialah pendidikan, dimana pendidikan di Aceh Singkil masih kurang maksimal, fasilitas yang ada juga masih kurang maksimal, seperti peralatan labolatorium yang kurang memadai guna menunjang praktek yang menjadi studi siswa/i, bahkan di beberapa sekolah tak memiliki labolatorium, masih banyaknya gedung sekolah, kursi, meja, fasilitas kelengkapan pustaka, yang jauh dibawah standart. Belum lagi ketika kita membicarakan terkait dengan informasi dan teknologi yang sangat minim. Di Aceh Singkil sendiri juga masih kurangnya lembaga pendidikan swasta seperti bimbel, atau tempat les sangant jarang ditemui, jika ada hanya pribadi guru-guru yang membuka les pribadi tapi tidak berbentuk lembaga kusus. 

Hal lain yang masih banyak  terjadi ialah masih banyaknya anak-anak generasi penerus Aceh Singkil yang tidak mengenyam pendidikan, juga putus sekolah dengan berbagai macam persoalan. Yang paling utama ialah terkait keuangan, walaupun alasan ini dapat dikatakan sebagai hal yang klise, karena di Aceh Singkil sendiri terkait SPP telah gratis tidak dipungut biaya. Dan terdapat pula sebab tidak sekolahnya anak di Aceh Singkil  terkait dengan isu bahwa “sekolah tak sekolahpun tetap begini.” Mungkin hal ini karena banyaknya lulusan perguruan tinggi yang masih mengangur dikarenakan tidak mendapatkan pekerjaan. Penyebab lainnya anak-anak tidak mau melanjutkan sekolah yang pertama adalah faktor keluarga, dalam hal ini ialah orang tua. 

Dewasa ini masih banyak orang tua di Aceh Singkil yang memiliki perspektif primordial yang mana kesadaran akan pendidikan itu masih sangat rendah, dalam hal ini para orang tua masih berfikir bahwa sebisa mungkin si anak membantu orang tua untuk mencari uang. Faktor kedua ialah faktor lingkungan yang kurang terkontrol, baik oleh masyarakat juga pemerintah. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa banyak nya pengangguran sangat berefek pada kondisi psikis anak, juga banyak terjadinya pernikahan dini akibat pergaulan yang dapat dikatakan bebas. Dalam hal pembinaan kepada para keluarga diutamakan orang tua sangat penting dilakukan guna menanamkan pentingnya nilai pendidikan, hal ini sangat diperlukan mengingat keluarga merupakan tonggak utama. 

Selain itu, pembinaan lingkungan agar menjadi lingkungan yang terkontrol, tidak adalagi pernikahan dini akibat pergaulan bebas yang menyebabkan anak putus sekolah. Pemerintah dan masyarakat dapat saling bekerjasama guna membentuk suatu tatanan yang lebih baik. Pemerintah juga dapat mengoptimalkan para lulusan tebaiknya, hal ini juga dapat menjadi solusi untuk beberapa hal yang menjadi kendala dalam permasalahan Aceh Singkil. Pemerintah dapat mensupport generasi penerusnya untuk optimal dalam mengenyam pendidikan, juga dengan memanfaatkan para lulusan terbaik untuk membenahi wajah Aceh Singkil, tentunya dengan catatan tak main nepotisme apalagi kolusi, yang nantinya dapat melahirkan tikus-tikus berdasi. 

Penulis memandang Aceh Singkil memerlukan nafas-nafas baru juga semangat baru untuk berbenah diri, agar terwujudnya harapan para masyarakat, hal ini juga menjadi pembuktian bahwa keputusan untuk memisahkan diri untuk mandiri tak menjadi suatu hal yang dapat dianggap orang sebagai suatu kegiatan bunuh diri, karena tak dapat mengurus diri. Dan satu lagi hal yang dapat kita sampaikan teruslah berjuang untuk Aceh Singkil yang lebih baik, dan jangan pertanyakan apa yang kamu dapat dari Aceh Singkil tapi sudah seberapa kontribusimu dalam perkembangan daerah ini. Berkontribusi pada hal kecil di daerah sama dengan hal kau berjuang untuk negara.

Penulis: Nurhalimah (Mahasiswi Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini