-->








KPA: Plt Gubernur Aceh Seharusnya Optimalkan Sterilisasi Bukan Cuma Bisa Beri Sanksi

12 Agustus, 2020, 20.16 WIB Last Updated 2020-08-12T13:20:50Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Semakin tingginya angka penyebaran covid-19 di masyarakat wabil khusus banyaknya para birokrat hingga tenaga medis yang terpapar virus tersebut tentunya menimbulkan kegundahan tersendiri di kalangan masyarakat. Sehingga upaya-upaya pencegahan mesti dioptimalkan salah satunya dengan melakukan sterilisasi rutin berkala mulai dari instansi pemerintah, ruang-ruang publik, bank, puskesmas hingga rumah sakit.

"Lonjakan korban penyebaran Covid-19 yang semakin tinggi, ratusan korban terpapar virus Covid-19 hanya dalam hitungan hari. Tentunya pemerintah Aceh harus lebih optimal lagi dalam melakukan pencegahan, apalagi alokasi anggaran sangat besar, alokasi BTT yang mencapai 118 M dan anggaran refocussing mencapai 2,3 T dari APBA, belum lagi dari APBN, APBK bahkan dari APBG. Sangat disayangkan jika yang diterima publik hanya sebatas seruan sementara upaya pencegahan penyebaran masih minim dilakukan. Seharusnya ruang-ruang publik mulai dari instansi pemerintahan, bank-bank, dan lain-lain sudah dilakukan sterilisasi dan disinfektan secara rutin,"ungkap Koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA) Muhammad Hasbar Kuba kepada media, Rabu (12/08/2020).

Sangat naif, lanjut Hasbar, jika pemerintah berpikir menunggu lonjakan korban hingga ribuan baru mengoptimalkan pencegahan. 

"Apakah semua ruang publik harus ditutup karena banyak yang terpapar Covid-19 terlebih dahulu baru sterilisasi dilakukan. Ingat pak Plt. mencegah lebih baik daripada mengobati. Sebelum nasi menjadi bubur, maka langkah-langkah kongkret untuk mengantisipasi penyebaran dan memutus mata rantai covid-19 harus dilakukan dengan maksimal," tegasnya.

Hasbar menilai langkah sterilisasi ruang publik dan upaya menyediakan hand sanitizer, faceshield dan sebagainya harus dilakukan pemerintah, bukan cuma disosialisasikan saja.

"Kalau cuma himbauan, seruan dan larangan masyarakat sudah muak pak, masyarakat ingin pemerintah turun tangan.   Jangan biarkan masyarakat sendiri menghadapi wabah ini, pemerintah wajib hadir dan lakukan langkah cepat, terutama untuk pencegahan penyebaran, atau ada rencana tunggu dulu banyak korban? Apalagi khabarnya jika banyak korban maka banyak uang yang dicairkan katanya sampai 150 jutaan/orang. Kalau dilihat tingkat efesiensi maka memutus mata rantai penyebaran jauh lebih efektif ketimbang mengobati korban yang berjatuhan. Ini sama saja membiarkan rakyat terpapar untuk mendapatkan anggaran yang besar, kalau pembiaran itu benar maka itu sungguh kelewatan," ujarnya lagi.

KPA menekankan bahwa sepatutnya pemerintah Aceh berupaya maksimal terlebih dahulu sebelum mengeluarkan larangan bahkan sanksi.

" Upaya pemerintah untuk mengsterilkan dan memutus mata rantai masih sebatas himbauan, lantas pantaskah dipaksakan dengan pergub sanksi masayarakat yang tidak mengikuti protokoler. Atau yang bisa dilakukan cuma sebatas itu dan surat lempar bola dari pemerintah Aceh lempar tanggung jawab ke kabupaten, dari kabupaten ke kecamatan lalu dari kecamatan ke Gampong... Apa cuma seperti itu yang dapat dilakukan dengan anggaran yang besar untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tersebut," ujarnya.

Masih kata Koordinator KPA, masyarakat tetap bisa beraktivitas normal atau minimal semi normal di ruang-ruang publik asalkan sterilisasi berkala dilakukan dengan optimal.

"Jika pembiaran dilakukan, maka ruang publik termasuk instansi pemerintahan akan lumpuh. Jika itu terjadi maka pelayanan publik pun akan mati. Maka yang harus dilakukan bagaimana menjamin ruang-ruang publik steril sehingga tetap bisa optimal melayani kebutuhan publik. Yakinlah, kehadiran Plt Gubernur dan para pimpinan daerah untuk menjawab kegundahan akan sangat dirindukan rakyat," ucapnya.

Selanjutnya, Hasbar juga mengingatkan agar Pemerintah juga tidak menggunakan Cairan pembersih lantai atau cairan pemutih baju di ruang publik.

"Kita berharap pemerintah tidak juga menggunakan cairan wipol dan baclyne untuk di ruang publik, selain cairan itu menempel lama juga menimbulkan aroma yang tak sedap serta berdampak ke kulit.  Tempo hari, kami lihat ada beberapa instansi pakai wipol dan backlyn, sehingga ada masyarakat mual mencium aromanya, apalagi aroma itu bertahan sangat lama, dan sangat berkemungkinan menyentuh kulit. Inikan seperti mencegah penyebaran tapi menimbulkan dampak lainnya. Apakah karena untuk asal ada saja, atau karena ingin cari keuntungan lebih, kita tidak tau, yang jelas penggunaan Cairan pembersih lantai atau cairan pemutih baju itu sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan. Jadi, pemerintah diminta untuk melakukan sterilisasi dengan juga tetap melihat tingkat kenyamanan dan keamanan warga," pungkasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini