-->








Peusaba: Perlu Langkah Hukum Terpadu Kembalikan Tanah Adat Kesultanan Aceh Darussalam

13 Agustus, 2020, 14.04 WIB Last Updated 2020-08-13T07:04:57Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Penyelamatan situs sejarah Aceh perlunya langkah hukum terpadu untuk mengembalikan tanah adat Kesultanan Aceh Darussalam. 

"Karena kita tidak mau membebani pemerintah dan berbagai pihak dalam mengelola tanah kesultanan Aceh Darussalam," kata Ketua Peusaba Aceh Mawardi Usman kepada Lintasatjeh.com, Kamis (13/08/2020).

Menurutnya, saat ini banyak situs yang ada di tanah adat kesultanan telah dilenyapkan untuk pembangunan yang tidak jelas. Situs makam para raja dan ulama hancur dan melenyapkan Aceh di mata dunia. 

"Untuk itu, langkah yang harus dilakukan adalah persatuan semua elemen diseluruh Aceh untuk membawa masalah ini kedepan hukum dan pengadilan, dan bukan hanya pengadilan disini namun hingga dunia Internasional," ujarnya.
Seperti Turki, kata Mawardi Usman, mareka puluhan tahun susah payah  memperjuangkan pengembalian Hagia Sophia. Dengan pertolongan Allah akhirnya Hagia Sophia kembali menjadi Mesjid.

Begitu juga Aceh, dengan kegigihan rakyat saling bersatu padu, maka tanah Kesultanan Aceh Darussalam akan dapat dikembalikan kepada Aceh Darussalam.

"Kita Bangsa Aceh dapat meniru Turki yang tidak pernah lelah dan bosan dalam berjuang untuk negerinya.  Namun perjuangan itu dilakukan dengan legal dan konstitusional," jelasnya.

Dia mengharapkan, dengan adanya langkah hukum terpadu yang melibatkan semua elemen. Tanah Kesultanan Aceh dapat dikembalikan ke Aceh, dan para raja dan ulama dapat beristirahat ditempatnya atas jasa-jasanya, bukannya dilenyapkan dan dihancurkan oleh keturunan Yahudi yang hidup di Aceh. 
Contohnya, sambung Mawardi Usman, Yogyakarta sebuah kesultanan daerah istimewa, dan tanah Kesultanan masih terjaga hingga kini. Maka Aceh lebih layak lagi apabila tanah kesultanan Aceh Darussalam terjaga. Terus kenapa 
makam Raja-raja dibiarkan dimusnahkan oleh para keturunan Knight Of The Templar musuh islam itu.  

"Ketika Perang Aceh selesai 1942 Belanda meninggalkan Aceh dan tidak pernah kembali seperti diakui Belanda maka tanah Aceh kembali ke Aceh. Kemudian seluruh Aceh dikuasai oleh Divisi Mujahidin Fisabilillah dibawah kepemimpinan para Ulama Aceh," paparnya.

Dia menyampaikan, tanah Adat kesultanan Aceh Darussalam adalah Meuligoe Gubernur Aceh, Kantor Walikota Banda Aceh, Kantor Gubernur Di Lampineung, Taman Sari, Anjong Mon mata, Neusu Peuniti, Lapangan Blang Padang, Kherkhof, Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Peunayong, Geuceu, Lampoh Tubee Poteu Jeumaloy di Gampong Baro yang sekarang dijadikan kedai Bakso dan Hotel dan perumahan serta bangunan dan lain-lain.

"Tanah Merduati di kawasan Istana Darul Makmur Gampong Pande yang sekarang dijadikan proyek IPAL tempat pembuangan sampah dan tinja, kemudian kawasan  Gampong Pande, Keudah, Gampong Kandang, Gampong Jawa, Tanah Unsyiah dan UIN Ar Raniri, Kuala Gigieng, Kawasan Istana Darud Donya, Kawasan Istana Kuta Alam, Kawasan Di Lambaro Skep.  Jadi yang mana yang pertama sekali akan dikembalikan kepada Aceh Darussalam," pungkasnya. [*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini