-->




Darud Donya Minta Walikota Banda Aceh Pindahkan Sampah dan Tinja di Kawasan Gampong Pande

05 September, 2020, 15.18 WIB Last Updated 2020-09-05T08:18:19Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Ketua Darud Donya Aceh secara resmi menyurati Walikota Banda Aceh menanggapi rencana Walikota Banda Aceh yang melanjutkan pembangunan proyek IPAL atau proyek pembuangan limbah tinja di Kawasan Situs Sejarah Makam ulama di Gampong Pande.

Dalam suratnya, Darud Donya menyampaikan bahwa Gampong Pande merupakan tempat yang sangat bersejarah bagi Aceh, khususnya Banda Aceh, kini keadaannya sangat memprihatinkan, dengan kondisi situs-situs sejarah yang rusak terbengkalai. Dan sebagian situsnya telah musnah dengan adanya proyek-proyek pembangunan baru yang terus berlangsung hingga sekarang.

Fungsi dan arti penting Gampong Pande bagi perjalanan sejarah, antropologi, sosial budaya, peradaban dan perkembangan Islam di Asia Tenggara telah dibuktikan berdasarkan berbagai penelitian dan pengakuan, serta berbagai usaha menyelamatkan bukti-bukti sejarah tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Hasil Seminar Hari Jadi Kota Banda Aceh tanggal 26-28 Maret 1988 menetapkan bahwa Hari Jadi Kota Banda Aceh adalah tanggal 1 Ramadhan 601 H, hari Jum'at bertepatan dengan tanggal 22 April 1205 M. Tanggal ini didasarkan kepada permulaan pemerintahan Sultan Alaidin Johan Syah, yang pusat istananya berlokasi di Gampong Pande. 
   
2. Hasil penelitian Tim Balai Arkeologi Sumatera Utara, yang dilaksanakan tahun 2014, yang memaparkan bukti-bukti penemuan situs sejarah berskala dunia di seluruh Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande, termasuk di dalam kawasan TPA Sampah Gampong Pande dan di kawasan yang sekarang dibangun proyek IPAL, yaitu berupa sebaran nisan kuno, bangunan sumur kuno, struktur  bangunan kuno dan lain-lain.

3. Pada tahun 2013 ditemukan ribuan koin emas, diantaranya koin emas Turki Usmani, selanjutnya ditemukan pula pedang dan artefak lainnya di Gampong Pande.

4. Tim Georadar ITB Bandung tahun 2018 meneliti dan mendeteksi situs kerajaan Aceh dan kandungan situs dibawah tanah di lokasi proyek IPAL dan sekitarnya.
Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat bukti bekas pemukiman dan peradaban kuno yang tertimbun dibawah tanah, juga terdapat  bangunan kuno, serta penemuan benda-benda dan struktur bangunan berbahan logam berat hasil cipta manusia, yang berada dibawah timbunan sampah TPA Sampah Gampong Pande dan Kawasan IPAL Gampong Pande, juga ditemukan sebaran ratusan situs nisan-nisan yang tertimbun dibawah tanah area IPAL Gampong Pande dan IPLT Tinja Gampong Pande dan sekitarnya.

5. Pada tahun 2017, keluarga besar Pewaris Raja-Raja Aceh, Uleebalang Aceh, Habaib dan Ulama Aceh, para sejarahwan, serta tokoh-tokoh dan masyarakat Aceh menyampaikan Memorandum kepada berbagai pihak, diantaranya kepada Walikota Banda Aceh, yang diantaranya menyatakan bahwa di lokasi yang sedang dibangun IPAL Gampong Pande adalah lokasi awal mula lahirnya Kerajaan Aceh yang merupakan situs sejarah yang perlu dilestarikan, karena memiliki nilai arkeologis historis yang sangat tinggi, oleh karena itu proyek IPAL supaya direlokasi ke tempat lain dan pembuangan sampah di situs sejarah tersebut juga dihentikan.
Dalam suratnya Darud Donya juga menyertakan puluhan data dan fakta serta upaya terkait penyelamatan Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande.
Dengan pertimbangan tersebut diatas serta agar tidak terjadi permasalahan yang lebih besar dan kompleks di kemudian hari, maka Darud Donya meminta kepada Walikota Banda Aceh untuk:

1. Menghentikan dan memindahkan (relokasi) segala proyek berbasis Tinja dan Sampah di Kawasan Situs Sejarah Islam Gampong Pande dan sekitarnya yaitu: Proyek IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) Gampong Pande, IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Tinja) Gampong Pande, dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah Gampong Pande.

2.Membersihkan dan memindahkan semua Tinja manusia dan gunung Sampah Gampong Pande dari  lokasi proyek-proyek tersebut diatas, ke tempat yang lain.

3. Menghentikan segala aktivitas pembangunan proyek apapun di atas Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande di area tambak Gampong Pande termasuk area IPAL, dan sekitarnya.

4. Menghentikan segala proses jual beli tanah dan pemindahan hak atas tanah di lokasi Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande di area tambak Gampong Pande, kecuali pembebasan tanah oleh Pemerintah yang hanya dengan tujuan untuk merehabilitasi Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande.

5. Menyelamatkan semua situs sejarah  makam ulama, raja-raja dan umara, serta bekas bangunan-bangunan bersejarah dan tapak situs sejarah termasuk semua benda-benda bersejarah di seluruh Kawasan Situs Sejarah Gampong Pande dan sekitarnya, baik yg terlihat di permukaan maupun yang masih  terpendam di bawah tanah Gampong Pande dan sekitarnya.

6. Membangun kembali replika Istana Darul Makmur Aceh Darussalam, di bekas tapaknya semula, yaitu di area TPA Sampah Gampong Pande, IPAL Gampong Pande dan IPLT (Pengolahan Lumpur Tinja), sebagai Museum dan Kompleks Terpadu Pendidikan dan Pembelajaran Sejarah dan Peradaban Aceh, yaitu sebagai tempat edukasi dan destinasi pariwisata sejarah, religi, tradisi dan seni budaya.

7. Untuk pembebasan tanah dan pembangunan replika istana sebagai Museum dan Kompleks Terpadu perlu dianggarkan secara bertahap, baik dari dana APBK Banda Aceh, APBA, APBN, maupun bantuan luar negeri dan dari bantuan masyarakat lainnya.

Surat dengan Nomor 31/SP/IX/2020 tanggal 3 September 2020, tersebut ditembuskan kepada PYM Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, Pimpinan DPR Aceh dan Pimpinan DPRK Banda Aceh.

Seperti diketahui Kawasan Situs Sejarah Islam di Gampong Pande adalah kawasan bersejarah yang berisi ratusan situs makam kuno para ulama dan raja-raja serta para pembesar Kerajaan Islam Aceh Darussalam.

Menurut Ketua Darud Donya, sangat penting untuk menyelamatkan dan melindungi Kawasan Situs Sejarah  Gampong Pande, karena kawasan itu mengandung sangat banyak rekam jejak peradaban dan tamaddun Islam di Aceh, serta “historical value”/ nilai-nilai sejarah perkembangan dan dakwah Islam di Aceh, hal ini adalah warisan yang tak ternilai bagi generasi masa depan Aceh, yang juga sangat penting bagi dunia Melayu dan seluruh Dunia Islam.

Perhatian dunia pun tertuju pada Gampong Pande. Tak kurang, seluruh negara bangsa-bangsa Melayu dan Islam yang tergabung dalam The Malay and Islamic World Organisation/Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) sepakat mengeluarkan resolusi dunia tentang Gampong Pande. 

Bahkan dalam dua kali Konvensi Dunia pada tahun 2017 di Medan Sumatera Utara dan tahun 2018 di Singapura, DMDI secara khusus meminta Pemerintah Aceh untuk menyelamatkan situs makam para ulama dan umara Aceh di Kawasan Situs Sejarah Islam Gampong Pande.

"Seharusnya Pemerintah Kota Banda Aceh melindungi dan melestarikan tempat ini, serta mengelolanya menjadi Pusat Pendidikan dan Wisata Sejarah Peradaban Islam Dunia, karena tempat ini sejatinya adalah destinasi pariwisata berskala dunia, sehingga dapat menjadi aset perekonomian besar bagi Banda Aceh," ungkap Cut Putri, Ketua Darud Donya.

"Sangat ironis dan tragis, tempat bersejarah berisi ratusan situs makam ulama yang terkenal di seantero dunia sebagai kawasan Pusat Penyebaran Islam di nusantara, malah dijadikan pusat pembuangan kotoran tinja manusia dan sampah oleh Pemerintah Kota," lanjut Cut Putri tak habis pikir.
Ketua Darud Donya, Cut Putri meminta Walikota Banda Aceh untuk menghargai jasa-jasa para indatu Aceh, dan menghormati tempat persemayaman terakhir mereka, para ulama dan umara Aceh Darussalam serta para pahlawan mulia penyebar Islam di Asia Tenggara.

"Berhentilah membuang sampah dan tinja di makam ulama," tegas Cut Putri Ketua Darud Donya, Sabtu (05/09/2020).[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini