-->


Ketua DPRK Atam Kirim Video Tikus Bertengkar Dalam Karung Kepada Wartawan, Ketua FPRM Aceh Suguhkan Makna Menarik...!!!

21 September, 2020, 07.49 WIB Last Updated 2020-09-21T01:15:49Z

LINTAS ATJEH | ACEH TAMIANG - Kasus dugaan kejahatan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) terkait pembayaran proyek gagal bayar TA 2019 lalu, senilai Rp.13,383,250,951,- yang menggunakan APBK TA 2020 (murni) telah dilaporkan warga, bernama Muhammad Hanafiah ke Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang, pada Jum'at (18/09/2020) siang kemarin.

Atas laporan warga ke Kejari Aceh Tamiang kemarin, pada Sabtu (19/09/2020) malam, ada wartawan yang berupaya menghubungi Ketua DPRK, Suprianto, ST, melalui pesan whatapps dan menanyakan tentang pendapat beliau.

Atas pertanyaan tersebut, ringkasnya, Ketua Suprianto menyampaikan bahwa setiap warga negara bebas menyampaikan pendapat di muka umum, baik itu melalui lisan ataupun tulisan.

Terkait pembayaran proyek gagal bayar TA 2019 lalu, senilai Rp.13,383,250,951, yang menggunakan APBK TA 2020 (murni) dengan cara menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 05 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Perbup Nomor 30 Tahun 2019, Ketua Suprianto menyampaikan bahwa dirinya melihat ada dugaan kejahatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pemkab Aceh Tamiang.

Ketika disinggung, apakah benar pihak legislatif tidak dilibatkan dalam pembahasan pembayaran belasan  proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang gagal bayar tahun anggaran 2019 lalu oleh lembaga eksekutif, Ketua Suprianto tidak menjawab, beliau hanya mengirimkan video pendek berdurasi 6:12 menit dari Anton Permana, Tanhana Dharma Mangrwa Institute yang menceritakan kisah tikus di dalam karung melalui pesan whatapps.

Di tempat terpisah, Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, Minggu (20/09/2020) malam, melalui telepon seluler menyampaikan kepada LintasAtjeh.com, video pendek berdurasi 6:12 menit dari Anton Permana yang menceritakan kisah tentang tikus di dalam karung memiliki  makna yang sangat menarik.

Lanjut Nasruddin, video tersebut menyuguhkan dialog singkat yang terjadi di atas kereta api. Seorang profesor asal Perancis dengan pria tua yang sesekali menendang buntalan karung bawaannya. Kebetulan, sang profesor, duduk persis di samping pak tua itu.

Awalnya, profesor tak begitu peduli dengan pria tua tersebut. Tetapi, begitu melihat ada yang ganjil di mana pria itu, setiap lima atau sepuluh menit, selalu menendang-nendang buntalan karungnya. Lalu, menggoyang-goyangkannya sampai berulang kali. 

Hal ini membuat profesor terheran, dan spontan ia bertanya. "Kalau saya boleh bertanya Tuan, benda apa yang Anda bawa di dalam karung itu?" demikian tanya profesor.

Pria tua itu menjawab dengan senang, itung-itung salam persahabatan dalam perjalanan. "Ohh ini adalah tikus, Tuan. Ini saya ambil dari ladang gandum saya," jawabnya bangga.

Tikus satu karung? Profesor penasaran. "Untuk apa tikus sebanyak itu, jauh-jauh Anda bawa untuk siapa?" tanyanya lagi.

"Ini tikus sudah diorder. Buat laboratorium, sebuah penelitian. Saya mau mengantarkannya langsung, dan ini sudah biasa saya lakukan dalam beberapa tahun ini,” jawabnya lugas.

Sampai di sini, tidak masalah. Bagi profesor, tikus, menjadi bahan penelitian, adalah lumrah.

Tapi, yang membuat dia bengong adalah cara pak tua ini saat membawa barang tersebut. "Kenapa Anda selalu menendang tikus-tikus itu, dan sesekali menggoyang-goyang karungnya?" tanya profesor penasaran.

Apa jawab pria tua itu? "Ooooh kalau itu, sudah tradisi kami sejak dulu. Saya menendang dan menggoyang-goyangnya, agar tikus-tikus itu selalu sibuk dan ribut antarsesama dalam karung," tambahnya.

"Karena, kalau tenang-tenang saja, tanpa diganggu, tikus-tikus itu bisa menggigit dan mengoyak benang (goni) karung ini. Dengan gigi dan kukunya yang tajam, maka, karung bisa jebol,” tegasnya menjelaskan.

Maka, Pak Tua itu masih melanjutkan, saya selalu goyang dan tendang terus, agar tikus-tikus di dalam karung ini, ribut sendiri. "Kalau tidak dibikin ribut, dengan mudah mengoyak karung ini," pungkasnya.

Kisah ini membuat profesor tercengang. Untuk melumpuhkan kekuatan, cukup membuat sibuk bertengkar.

Menurut Nasruddin, binatang tikus adalah penggambaran atau simbol koruptor. Tikus membawa penyakit yang dapat merusak tatanan bangsa dan negara yang beradab.

"Tikus itu binatang pintar, begitu juga dengan para koruptor, kebanyakan mereka adalah manusia-manusia pintar, bahkan berpendidikan tinggi," beber Nasruddin.

Kata Nasruddin lagi, sebagai warga negara yang berposisi sebagai rakyat, dirinya ingin menyuguhkan makna tentang kisah tikus di dalam karung agak sedikit berbeda dengan makna yang dipahami oleh Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto, yakni UNTUK MELUMPUHKAN KEKUATAN TIKUS (KORUPTOR) CUKUP MEMBUAT MEREKA SIBUK BERTENGKAR.

Ia menerangkan, jika rakyat membiarkan para tikus (koruptor) berada dalam situasi yang tenang-tenang saja, tanpa diganggu, maka mereka itu akan sangat berbahaya, bisa menggigit dan mengoyak benang (goni) karung, dengan gigi dan kukunya yang tajam, sehingga lambat laun karung bisa jebol.

Begitu juga bila rakyat membiarkan dan tidak mau menghiraukan para koruptor yang melakukan berbagai tindak pidana korupsi, niscaya mereka akan dapat merusak tatanan bangsa dan negara yang beradab.

"Kita rakyat tidak penting menilai tentang koruptor (tikus) salah dan yang benar. Karena semua tikus adalah penyakit yang bisa membuat ambruknya ekonomi, bahkan dapat memburuknya politik serta rapuhnya penegakan hukum. Ujung-ujungnya rakyat akan terus tertekan," jelasnya.

"Hari ini, sebagai rakyat, kita benar-benar lelah. Setiap saat rakyat dihadapkan dengan perang pernyataan. Semakin sulit rasanya rakyat menggedor ‘telinga’ pemeritah, karena ada dugaan di sekitar lingkaran kekuasaan yang korup telah bermunculan barikade oknum penjilat. Pemerintahan yang korup selalu berupaya mesra dengan para oknum penjilat. Mereka menganut hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme)," terang mantan aktivis '98 tersebut.

"Inilah makna video pendek berdurasi 6:12 menit dari Anton Permana, Tanhana Dharma Mangrwa Institute yang menceritakan kisah tikus di dalam karung versi rakyat yang lelah dengan kondisi carut marut seperti sekarang ini. Walau agak sedikit berbeda, namun sebagai wakil rakyat, saya percaya pak Suprianto dapat menerima makna yang saya suguhkan ini," demikian kata Nasruddin mengakhiri. [ZF]
 

Komentar

Tampilkan

Terkini