-->








Hari Ibu, Bukan Hanya Sebatas Seremonial

22 Desember, 2020, 09.39 WIB Last Updated 2020-12-22T02:39:48Z

SETIAP tanggal 22 Desember tiap tahunnya kita selalu menyambut momen hari ini. Hari yang diperingati sebagai hari ibu. Banyak ungkapan, untaian kata, rangkaian buket (karangan bunga) bahkan hadiah yang diapresiasi oleh anak, bapak dan anggota keluarga lainnya kepada sosok yang bernama ibu. Apalagi di era teknologi yang sudah semakin canggih saat ini, ucapan tersebut bisa dibuat dengan seindah dan secantik mungkin untuk mengucapkan rasa sayang anak kepada ibunya.


Kalau boleh kita bertanya kepada para ibu, apakah untaian kata yang indah, rangkaian bunga yang nan cantik yang harganya bisa selangit, yang diharapkan di hari ibu? Apakah benda-benda yang mewah, kalung permata, intan berlian yang diinginkan oleh para ibu? Memang kita tidak bisa munafik hal tersebut tentunya menjadi godaan tersendiri bagi para ibu. Ya...itu semua berupa materi, materi yang tidak dapat menggantikan setetes keringat yang pernah keluar dari perjuangan seorang ibu yang mengandung, melahirkan, merawat, mengasuh dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kesabaran. Jam kantornya melebihi jam kantor biasanya. Buka pagi hari dan tutup juga di waktu pagi. Dua puluh empat jam adalah jam kantor para ibu. Adakah orang yang sekuat mereka di dunia ini? Pernahkah kita bertanya kepada mereka (para ibu), materikah yang mereka inginkan atau hal lain yang bersifat non materi?


Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasul SAW, wahai Rasul kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasul menjawab; ibumu! Dan sahabat tersebut kembali bertanya; kemudian siapa lagi? Rasul menjawab; ibumu! Ia bertanya lagi; kemudian siapa lagi? Beliau menjawab; ibumu! Orang tersebut bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Rasul SAW menjawab; kemudian ayahmu.  Hadits ini mengajarkan kita bahwa ibulah orang yang pertama yang harus kita hormati dan kita sayangi,bila dibandingkan dengan ayah maka tiga banding satu. Tentunya Nabi memprioritaskan bakti yang lebih kepada ibu karena faktor-faktor perjuangan seorang ibu yang luar biasa seperti yang tertulis di awal tulisan ini. 


Bagaimana bentuk bakti kepada ibu? Apakah dengan memberikannya sejumlah harta sebagai ganti perjuangannya membesarkan anak-anaknya? Pastinya ibu manapun tidak pernah meminta upah sepeserpun dari apa yang pernah dilakukannya untuk membesarkan anak-anaknya. Ibu hanya menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang Shalih dalam ilmu dan amalannya. Inilah hadiah yang paling berharga melihat buah hatinya tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang baik, memiliki akhlak dan budi pekerti yang mulia. Mampu bersaing dalam kehidupan dengan menonjolkan kepribadian yang ihsan buah dari pengajaran dan pendidikan ibunya pada saat mendidiknya.


Seharusnya hari ibu bukan hanya diperingati setiap tanggal 22 Desember, tapi hari ibu itu adalah setiap harinya. Jika hanya diperingati setiap tanggal tersebut, ada indikasi bahwa bakti anak pada ibu dalam berbagai bentuk apresiasinya hanya pada tanggal itu. Hal inilah yang perlu diluruskan hakikat sebenarnya dari memperingati hari ibu. Tidak ada salahnya hari ibu ditetapkan setiap tanggal 22 Desember, yang salah adalah jika hari ini hanya dijadikan sebatas seremonial saja, tanpa ada makna hakiki pada saat memperingatinya.


Makna hakiki disini adalah bentuk nyata bakti anak setiap harinya kepada ibu. Inilah yang sebenarnya yang diharapkan oleh setiap ibu. Bukan karangan bunga yang bisa layu dalam sekejap, bukan pula barang mewah yang bisa dicuri dan hilang begitu saja. Tapi harta yang paling berharga yang diinginkan ibu adalah melihat anak yang dibesarkannya menjadi manusia ahli ilmu dan juga ahli ibadah yang memberikan dan menyebarkan kebaikan dimanapun anak tersebut berada.


Bersyukurlah bagi siapa saja yang masih diberikan umur panjang kepada ibunya, berbuat baiklah kepadanya selagi masih ada. Dan bagi yang ibunya sudah berpulang ke rahmatullah, berdo’alah selalu kepada Allah meminta di lapangkan kuburnya dan dijauhkan dari azab kubur. 


Selamat hari ibu, teruslah menjadi ibu yang selalu menebar kebaikan. Wallahu A’lam .


Penulis: Fajri Chairawati, S. Pd, I., MA (Dosen Bahasa Arab Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Komentar

Tampilkan

Terkini