Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh. Foto: IST
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengambil alih perkara pengadaan tanah yang sudah bertahun-tahun ditangani oleh Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang namun belum dapat mengungkap siapa sebenarnya yang terlibat. Saat ini perkara tersebut telah masuk dalam tahap penyidikan.
Menurut informasi yang dihimpun LintasAtjeh.com, awal tahun ini, Kejati Aceh mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti terhadap perkara pengadaan tanah milik Asiong yang dilakukan oleh Pemkab Aceh Tamiang.
Tahun 2014 lalu, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi melakukan pengadaan tanah untuk pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda.
Dalam pengadaan tanah milik Asiong yang pernah menghebohkan Bumi Muda Sedia beberapa tahun lalu, terjadi perselisihan harga sehingga perkara yang diduga kuat banyak melibatkan oknum pejabat setempat, pernah ditangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi, saat dikonfirmasi, membenarkan perkara pengadaan tanah di Aceh Tamiang sudah diambil alih oleh Kejati dari Kejari Aceh Tamiang.
"Akhir tahun 2020 diambil alih dari Kejari Aceh Tamiang, perkaranya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," kata Munawal.
Sementara itu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang, Wahyu Heri Purnama, Rabu (13/01/2021), membenarkan telah terjadi perselisihan harga tanah saat pengadaan tanah untuk pasar tradisional Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda.
Wahyu menjelaskan, pada tahun 2014 pihak Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tamiang melaksanakan pengadaan tanah untuk pembangunan pasar tradisional di Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda senilai Rp. 2,5 miliar.
Waktu itu, kata Wahyu, didapati sebidang tanah di daerah Bukit Rata dengan luas 10.000 M2 sehingga Pemkab Aceh Tamiang kemudian melaksanakan rapat musyawarah penetapan harga ganti rugi yang dihadiri pejabat terkait dan pemilik tanah yang kemudian menyepakati harga tanah.
Dan didasarkan Surat Keterangan Datok Penghulu Desa Bukit Rata yang menerangkan bahwa tanah di dusun tersebut berkisar antara Rp.180.000 – Rp. 260.000 per meter persegi.
"Namun berdasarkan NJOP, diketahui tanah di daerah Desa Bukit Rata, paling tinggi harganya sebesar Rp. 82.000 dan paling rendah Rp.14.000 per meter sehingga terdapat indikasi kerugian keuangan negara dalam pengadaan tanah tersebut," sebut Wahyu.
Wahyu mengaku belum mengetahui secara pasti berapa total terjadi kerugian uang negara dalam perkara tersebut. Karena perkaranya masih dalam proses pemeriksaan.
"Mungkin nanti dalam perkembangan selanjutnya baru diketahui jumlah total kerugian uang negara," ungkap Wahyu.[*/Red]