-->








KPA: Selama Ini DPRA Hanya Ribut Soal Kapling Dana Aspirasi

09 Januari, 2021, 17.33 WIB Last Updated 2021-01-09T10:33:39Z

LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - DPR Aceh kembali ribut pasca sempat diam seribu bahasa setelah persoalan interpelasi dan hak angket menjadi sebuah tanda tanya besar di publik. Hal ini semakin memperkuat bahwa selama ini bukan persoalan rakyat atau miss komunikasi maupun persoalan kebijakan yang menjadi persoalan utama. Namun tak lebih dari pembagian kapling anggaran pokir ataupun dana aspirasi semata.


"Fakta hari ini yang dapat disaksikan secara  gamblang oleh publik yakni, ketika alokasi dana aspirasi kecil maka wakil rakyat di parlemen Aceh ribut dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat, lalu menggiring wacana interpelasi hingga hak angket. Namun, begitu angin segar alokasi aspirasi dengan jumlah yang fantastis diterima, maka sejumlah kritikan tajam dan hak angket hilang bagai ditelan bumi. Lalu, begitu Mendagri menolak alokasi dana aspirasi, maka DPRA kembali bersuara seakan-akan semua atas dan untuk rakyat. Padahal tak lebih dari cerita kapling anggaran semata," ungkap Juru Bicara Kaukus Peduli Aceh (KPA), Refan Kumbara kepada media ini, Sabtu (09/01/2021).


Menurut Refan, terlepas bahasa yang diutarakan adalah pokir namun pada notabenenya yang diributkan sepertinya urusan jatah bagi kue semata. "Mau istilah kerennya pokir, pada intinya sama saja dengan dana aspirasi. Secara subtansi misalkan ketika seorang anggota DPR Aceh memiliki alokasi aspirasi 15M, unsur pimpinan 29M dan Ketua DPR Aceh 41M maka wakil rakyat tersebut tentunya menginginkan agar untuk kapling tersebut pelaksananya adalah pengusaha yang sudah ditunjuk. Jadi, konkretnya ini bukan semata-mata untuk mengakomodir aspirasi masyarakat, namun dikarenakan oleh faktor lainnya, bahkan sudah jadi rahasia umum untuk dana aspirasi eksekutor nya adalah dewan, sementara SKPA terkait hanya formalitas belaka," jelasnya.


Menurut Refan, secara sistematis, aspirasi masyarakat sudah disampaikan di dalam musrenbang tinggal lagi bagaimana catatan-catatan musrenbang tersebut diakomodir, demi menghindari adanya program titipan ditengah jalan yang dapat mengeleminir program yang langsung disuarakan perwakilan masyarakat di saat musrembang.


Masih kata Refan, apa yang terjadi hari ini seakan menelanjangi marwah DPRA itu sendiri, dan tentunya itu sangat disayangkan.


"DPR Aceh punya tugas legislasi, budgeting dan pengawasan. Jadi, yang harus diawasi itu bukan ukuran 15M, 29M atau 41M saja, tapi semua alokasi APBA yang jumlahnya belasan triliun rupiah, karena semua itu uang rakyat dan semestinya DPRA sebagai wakil rakyat mengawasinya secara menyeluruh agar semua pembahasan musrembang dapat terakomodir di dalam APBA sesuai dengan skala prioritasnya dan tentunya disesuaikan dengan RPJM Pemerintah Aceh. Jadi, hal yang saat ini terjadi seakan-akan menunjukkan bahwa DPRA terus ngotot agar diberikan kapling anggaran, dan cukup mengawal itu saja. Tentunya sikap itu justru mengkerdilkan fungsi dan kewenangan DPR Aceh itu sendiri," beber Refan.


Dia menyebutkan, jika DPRA profesional maka persoalan-persoalan di Aceh akan dapat terpecahkan dengan bijak. "Namun, sungguh sangat disayangkan sikap tidak profesionalnya para wakil rakyat yang hanya bisa ribut karena urusan dana aspirasi justru semakin mengikis kepercayaan rakyat. Bagaimana tidak ketika tak diberi alokasi dana aspirasi ributnya minta ampun, lakukan penggalangan rakyat dan mengatasnamakan rakyat, lalu begitu dapat janji alokasi aspirasi maka kembali bungkam, apakah tugas dan fungsi wakil rakyat hanya sebatas itu?  Wallahu'alam," ujarnya.


"Apakah agar DPRA ingin dibungkam cukup dikasih  kapling dana aspirasi, sehingga urusan-urusan lain walaupun berkaitan dengan rakyat menjadi tak penting? Apakah hak interpelasi hingga angket selama ini hanya untuk memastikan deal alokasi dana aspirasi?" tanya Refan mengaku heran dengan sikap pragmatisme vulgar yang ditunjukkan wakil rakyat Aceh.


Refan menambahkan, bagi-bagi kue berjudul aspirasi atau lebih ngetrendnya pokir selama ini juga tidak memiliki tolak ukur yang jelas indikasi dan persentase capaian kesuksesan realisasinya. "Mirisnya lagi rumor yang beredar bahwa setiap aspirasi mainannya lebih praktis dan besaran persentase uang yang dikeluarkan calon pelaksana untuk mendapatkan pekerjaan tidaklah kecil, jadi apakah itu yang dikatakan efektif untuk pembangunan? Jelas tidak," lanjutnya.


KPA meminta agar Mendagri dalam hal ini dapat konsisten agar program-program anggaran yang diusulkan harus melalui musrembang serta sinergi dengan kebutuhan masyarakat dan RPJM. "Kita berharap Mendagri dapat mengedepankan profesionalitas agar ke depan alokasi APBA benar-benar bermanfaat dan terukur. Selanjutnya Mendagri harus mengantisipasi program-program titipan liar di luar musrembang yang dapat mengeleminir program-program prioritas," pungkasnya.[*/Red]

Komentar

Tampilkan

Terkini