-->


Cucu Sultan Aceh Tegur Walikota Banda Aceh Terkait Makam Raja dan Ulama Indatu

26 Februari, 2021, 16.12 WIB Last Updated 2021-02-26T09:12:43Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Pemimpin Darud Donya Cut Putri secara resmi mengirimkan surat teguran kepada Walikota Banda Aceh, terkait rencana dilanjutkannya proyek pembuangan tinja di makam ulama.

Dalam Surat Nomor 04/SP/II/2021 Tanggal 24 Februari 2021 tersebut, Cut Putri Keturunan Sultan Jauhar Alam Syah Johan Berdaulat Zilullah Fil Alam menegur Walikota Banda Aceh atas perbuatannya menghancurkan situs makam para Raja dan Ulama Aceh Darussalam dan menghilangkan bukti sejarah peradaban Islam di kawasan situs bersejarah Istana Darul Makmur Kerajaan Islam Aceh Darussalam di  Gampong Pande Banda Aceh.

Berikut ini adalah isi surat teguran Darud Donya kepada Walikota Banda Aceh:

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kembali Kami sampaikan bahwa kondisi kawasan situs bersejarah Istana Darul Makmur Kerajaan Aceh Darussalam di Gampong Pande Banda Aceh semakin rusak parah, terutama karena pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah Kota Banda Aceh.

Untuk diketahui bahwa, kawasan situs bersejarah Gampong Pande sejak dulu merupakan kawasan pusat penelitian arkeologis dunia. Di kawasan ini ditemukan berbagai artefak, struktur-struktur bangunan kuno, makam-makam para Ulama dan Umara penyebar Islam, serta objek bersejarah lainnya yang sudah lama menjadi objek penelitian oleh para pegiat sejarah dan sejarawan dari Aceh, dari dunia Melayu serta dunia Islam.

Dengan ini Kami mengingatkan, bahwa sesuai dengan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 5 Tahun 2020, menetapkan diantaranya bahwa Hukum menghilangkan, merusak, mengotori dan melecehkan nilai-nilai cagar budaya Islami adalah HARAM. Maka MPU Aceh mengharapkan kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melestarikan dan tidak menggusur Situs Sejarah dan Cagar Budaya dalam rangka pembangunan di Aceh.

Keberadaan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah dan IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) di tempat tersebut adalah jelas telah mengotori dan melecehkan situs Kerajaan Islam Aceh Darussalam di Gampong Pande. Dan berdasarkan Fatwa MPU Aceh hukumnya adalah HARAM.

Kemudian ditambah lagi dengan rencana akan dilanjutkannya pembangunan proyek IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Tinja) di Gampong Pande adalah jelas semakin mengotori dan semakin melecehkan nilai-nilai kawasan bersejarah tersebut, dan menurut Fatwa MPU Aceh hukumnya adalah HARAM.

Pelaksanaan kegiatan proyek TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah, IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah/Tinja), telah membuat Pemerintah Kota Banda Aceh secara masif dan sengaja terus menerus menimbun kawasan situs sejarah Istana Darul Makmur Gampong Pande sampai hari ini, sehingga Pemerintah Kota Banda Aceh terus saja merusak dan menghilangkan situs-situs dan bukti-bukti peninggalan sejarah peradaban Islam di kawasan sejarah Islam berskala dunia tersebut. Dan berdasarkan Fatwa MPU Aceh, perbuatan ini hukumnya adalah HARAM

Juga perusakan atas temuan situs sejarah di area proyek IPAL yaitu situs sejarah makam para Ulama Umara Aceh. Dengan sengaja situs makam dirusak dan tulang belulang para Ulama Umara dikorek dan digusur oleh Pemerintah dan pihak pelaksana proyek, kemudian makam Ulama dijadikan kolam raksasa penampungan Tinja manusia. Perbuatan tersebut hukumnya adalah HARAM.

Perbuatan haram perusakan dan pemusnahan situs sejarah cagar budaya yang secara sengaja terus menerus dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh secara masif di kawasan situs bersejarah Gampong Pande ini sangat disesalkan dan telah lama diprotes oleh seluruh rakyat Aceh, seluruh Ulama Aceh, seluruh dunia Melayu dan seluruh dunia Islam. Karena Gampong Pande telah lama terkenal di seluruh dunia sebagai kawasan situs bersejarah Pusat Penyebaran Islam ke seluruh Nusantara dan Asia Tenggara, yang juga dikenal sebagai kawasan berisi ribuan makam para Ulama Umara penyebar Islam dan pendiri tonggak sejarah tegaknya dakwah Islam di Asia Tenggara.

Maka Darud Donya meminta Walikota Banda Aceh untuk menghentikan kegiatan TPA, IPLT dan IPAL, dan memindahkan proyek-proyek tersebut ke tempat lain yang tidak merusak, menghilangkan, mengotori atau melecehkan situs sejarah cagar budaya Islam, karena itu merupakan perbuatan yang hukumnya HARAM.

Darud Donya mengingatkan Walikota Banda Aceh agar patuh dan taat kepada Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama seluruh Aceh untuk melestarikan semua situs sejarah dan cagar budaya Islam di seluruh Kota Banda Aceh, termasuk semua kawasan situs makam para Ulama Umara penyebar Islam.

Darud Donya juga meminta Walikota Banda Aceh agar berhenti melecehkan para Ulama Umara penyebar Islam, dan agar Walikota dapat menghormati jasa para Ulama Umara indatu yang telah menjayakan Islam di Bumi Serambi Mekkah.

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Walikota Banda Aceh untuk menjaga marwah dan martabat Bangsa Aceh".

Demikian diatas itu adalah isi surat Darud Donya. Surat teguran ini ditembuskan kepada Gubernur Aceh, Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Pimpinan MPU Kota Banda Aceh dan BPCB Aceh-Sumut.

Pemimpin Darud Donya mengatakan bahwa menjaga kemuliaan sejarah peradaban Islam di Aceh adalah  panggilan bagi setiap jiwa Bangsa Aceh.

"Darud Donya menyeru kepada  segenap Rakyat Aceh dan seluruh tumpah Darah Bangsa Aceh, untuk bersatu merapatkan barisan membela marwah dan martabat Indatu Bangsa Aceh," seru Pemimpin Darud Donya Cut Putri keturunan Sultan Jauhar Alam Syah Johan Berdaulat Zilullah Fil Alam, Sultan Aceh yang pernah bertahta di Istana Darud Donya sebagai Pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam, yaitu Kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini