-->


Soal Penggusuran Rumah Dosen, Shandoya: USK dan Masyarakat Harus Menjunjung Tinggi Hukum

03 Maret, 2021, 11.54 WIB Last Updated 2021-03-03T04:54:03Z
PENGGUSURAN. Frasa ini kerap kita dengar beberapa waktu belakangan, khususnya bagi masyarakat di sekitar Kopelma Darussalam. Musababnya tak dapat dilepaskan dari langkah Rektorat Universitas Syiah Kuala (USK) di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng, yang melakukan penggusuran di beberapa titik, diantaranya sektor timur, sektor selatan dan sebagainya bertempat di Desa Kopelma Darussalam. 

Wacana penggusuran beberapa rumah dinas dosen di Kopelma Darussalam bertujuan untuk mewujudkan kepentingan umum yaitu pembangunan dan pengembangan Universitas Syiah Kuala (USK), namun wacana ini mendapat penolakan warga setempat.

Bahkan sejak tanggal 26 November 2020 lalu, Rektor USK telah melayangkan surat kepada penghuninya bahwa akan ada pembangunan fasilitas pendidikan Fakultas KIP dan Hukum selaras dengan Master Plan 2021, 

Menanggapi hal itu, setelah berdiskusi dengan beberapa masyarakat setempat serta pihak Rektorat USK, jika kita mengacu pada sertifikat atau akta rumah dinas tersebut merupakan milik negara melalui Kemendikbud atas nama kampus tersebut. Rumah Dosen yang ditempati haruslah melalui proses izin untuk menghuni, dalam hal ini ada banyak rumah dosen yang sudah dihuni lebih daripada 20 tahun, izin menghuni rumah negara dapat dicabut bila ada kebutuhan untuk pembangunan, pengembangan serta kepentingan negara lain yang bersifat untuk kampus USK.

Kepentingan pembangunan ini yaitu salah satunya untuk merelokasi Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang selama ini bertempat di Lampeunurut, Aceh Besar terkesan jauh dari kampus utama USK. Berdasarkan temuan di lapangan menyatakan bahwasanya ada beberapa rumah dinas yang menjadi kos-kosan, tempat bisnis, dsb. Jika ditinjau dari peraturan yang telah disepakati bahkan untuk merubah bentuk tidak boleh dilakukan sedikitpun, apalagi menjadi ajang komersial. Hal inilah yang membuat janggal atas persoalan ni. 

Perihal ini seyogyanya direspon baik oleh seluruh stakeholder mengingat prioritas pembangunan kampus USK demi terwujudkan kemajuan Aceh di masa depan. Jangan sampai ada unsur intrik politik dari polemik ini terkhususnya seperti lembaga DPRA yang berwacana akan menyurati dan memanggil Rektorat USK, sementara secara prosedural kita memahami USK merupakan perangkat Pemerintah Pusat. DPRA tidak memiliki kewenangan untuk memanggil dan tidak elok untuk memprioritaskan hal ini, sementara permasalahan krusial seperti kemiskinan Aceh bahkan DPRA gagap dalam menyikapinya. 

Dan juga dengan kehadiran Forum Warga Kopelma Darussalam yang seharusnya menjadi wadah mediasi antara pihak USK dengan masyarakat malah terkesan provokatif. Besar harapan saya selaku mahasiswa yang sedang menimba ilmu di Kampus USK agar semuanya dapat diselesaikan secara persuasif dan yang terpenting harus berjalan sesuai dengan rulenya dan tetap menjunjung tinggi hukum positif. 

Penulis: T Muhammad Shandoya (Mahasiswa FEB USK, dan menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa USK)
Komentar

Tampilkan

Terkini