-->








MPU Kota Banda Aceh: Pindahkan IPAL dari Makam Raja dan Ulama!

08 April, 2021, 22.01 WIB Last Updated 2021-04-08T15:01:38Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Rombongan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh didampingi oleh para pegiat sejarah dan masyarakat setempat, meninjau langsung ke lokasi Makam Raja dan Ulama, yang ada di kompleks IPAL yang terletak di kawasan situs bersejarah Istana Darul Makmur Kuta Farusah Pindi di Gampong Pande Banda Aceh, Kamis (08/04/2021).

Para Ulama mengaku amat sedih melihat kondisi situs makam para Raja dan Ulama yang dikorek dan digusur. Situs makam para Raja dan Ulama malah dijadikan kolam pembuangan limbah Tinja Proyek IPAL, yang rencananya akan kembali dilanjutkan oleh Walikota Banda Aceh setelah lama telah dihentikan.

Rombongan MPU Kota Banda Aceh juga berkunjung ke tapak bangunan Mesjid Istana Darul Makmur Gampong Pande, yang merupakan Masjid Kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara, yang berada di sebelah kolam-kolam raksasa penampungan Tinja Manusia dan gunung sampah.

Tu Bulqaini Ulama Aceh yang hadir langsung di lokasi, meminta agar Proyek IPAL dipindahkan ke tempat lain, agar para Raja dan Ulama pahlawan penyebar Islam dapat beristirahat dengan tenang, apalagi para Raja dan Ulama berjasa dalam penyebaran Islam bukan hanya untuk Aceh dan Asia Tenggara saja, namun juga seluruh dunia.

Apalagi para ulama sebelumnya juga telah menerbitkan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yaitu Fatwa MPU Aceh Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pemeliharaan Situs Sejarah dan Cagar Budaya Dalam Perspektif Syariat Islam. Yang isinya antara lain "Hukum menghilangkan, merusak, mengotori dan melecehkan nilai-nilai Cagar Budaya Islami adalah Haram". Maka MPU Aceh meminta kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melestarikan dan tidak menggusur situs sejarah dan cagar budaya dalam rangka pembangunan di Aceh.

Tu Bulqaini juga sangat sedih melihat kawasan bersejarah berisi situs makam para Raja dan Ulama dijadikan gunung sampah dan kolam-kolam tinja manusia.

"Jika ada yang mengatakan bahwa makam itu adalah makam masyarakat biasa, lalu bukankah mereka juga umat Nabi Muhammad SAW yang makamnya harus dihormati. Tidak pantas dan berdosa membuang kotoran di makam mereka. Bagaimana perasaan kita jika makam ayah dan  nenek moyang kita diperlakukan begitu, tentu kita tidak terima," tegas Tu Bulqaini yang hadir bersama rombongan MPU Kota Banda Aceh.

Tu Bulqaini juga meminta agar Walikota Banda Aceh segera memindahkan Proyek IPAL dari Kompleks makam para Raja dan Ulama ke tempat lain.

"Jika Walikota Banda Aceh beralasan tidak ada anggaran, maka kami siap mengumpulkan dana dari Rakyat Aceh, dari rumah ke rumah, dan saya sendiri siap mengumpulkan dana untuk menyelamatkan makam Raja dan Ulama. Yang penting makam para Raja dan Ulama tidak diganggu dan ditimbun dalam Tinja!" seru Tu Bulqaini MPU Kota Banda Aceh.

Ketua Peusaba Mawardi Usman yang ikut mendampingi kunjungan para Ulama mengatakan bahwa Peusaba sangat mengapresiasi kunjungan para ulama ke kawasan Situs Makam Para Raja dan Ulama di Gampong Pande, dan sangat berharap dukungan para ulama dalam penyelamatan Makam  Raja dan Ulama di Gampong Pande.

"Kita harap Proyek IPAL di Makam Raja dan Ulama sesegera mungkin dipindahkan untuk menghormati makam Raja dan Ulama. Janganlah makam Raja dan ulama dijadikan tempat pembuangan tinja atau kita akan menjadi generasi yang durhaka terhadap indatu," kata Ketua Peusaba.

Ketua dan pengurus FORMASIGAPA bersama perangkat Gampong Pande ikut mendampingi rombongan MPU Kota Banda Aceh meninjau lokasi. Sekretaris Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (FORMASIGAPA) Amiruddin mengatakan, mereka tetap menolak pembangunan instalasi pengolahan air limbah tersebut.

“Kami tetap menolak lanjutan pembangunan IPAL tersebut. Apapun alasanya, kami tidak bisa menolerir pembangunan tersebut. Pendirian kami tetap kokoh seperti surat kami sebelumnya yang kami tujukan kepada Menteri PUPR,” tegas Amiruddin.

MAPESA dan CISAH organisasi  yang telah lama menyuarakan pelestarian kawasan situs Gampong Pande, juga menegaskan menolak pembangunan proyek IPAL pembuangan tinja di Gampong Pande. Mengingat status Gampong Pande berada di ring utama sejarah Kesultanan Aceh Darusalam. Keberadaan proyek pembuangan tinja dinilai sebagai tindakan pelecehan dan tidak bisa dibenarkan.

“Gampong Pande lokasi penting dan tidak boleh dilecehkan ataupun diturunkan gradenya dari bekas kota Islam menjadi lokasi pembuangan tinja,” tegas Mizuar Mahdi, Ketua MAPESA, Kamis (08/04/2021).

Sementara itu Pemimpin Darud Donya Cut Putri mengatakan, bahwa Proyek IPAL di Gampong Pande memang sudah bermasalah sejak awal. Proyek ini langsung mengalami berbagai masalah sejak awal pelaksanaannya. Karena rumitnya masalah , maka selama hampir satu tahun sejak awal kontrak, proyek ini tak dapat dilaksanakan.

Akibat terlalu banyak masalah, proyek akhirnya dipaksakan untuk dilaksanakan berbeda dengan kontrak awal. Nama pekerjaan proyek diubah. Lokasi proyek dipindah ke lokasi lain yang sangat jauh dari lokasi semula. Perencanaan awal juga ikut diubah. 
Setelah dipindahkan, nama pekerjaan proyek juga diubah. Masalah yang demikian kompleks akhirnya merembet kemana-mana, ternyata nilai kontrak juga diubah.
Bahkan pelanggaran pun terindikasi sampai pada urusan tanah dan proyek revitalisasi Tugu Nol Banda Aceh tahun 2020 disepanjang kawasan bersejarah Pantai Gampong Pande, yang terindikasi merupakan tindakan kesengajaan oleh pihak resmi pemerintah, dengan tujuan yang berhubungan dengan pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande.

"Masih banyak lagi pelanggaran lainnya di proyek ini. Terlalu banyak! Fakta yang diungkap ini hanya sebagian kecil. Kita memiliki fakta dan data lengkap terkait pelanggaran oleh para pihak," tegas Cut Putri Pemimpin Darud Donya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini