LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Kabar pemusnahan kawasan bersejarah pusat peradaban Islam Asia Tenggara yaitu Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam Gampong Pande Banda Aceh, telah viral dan menggemparkan dunia internasional.
Seperti diketahui sebelumnya, kawasan situs Istana Darul Makmur Kuta Farushah Pindi telah dijadikan tempat pusat pembuangan sampah dan tinja najis manusia oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, dengan diadakannya proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), dan Instalasi Pengolahan Air Limbah Tinja (IPAL).
Semua proyek besar tersebut, dibangun di kawasan situs bersejarah Islam tempat bersemayam ribuan makam para Raja dan Ulama pembesar Kesultanan Aceh Darussalam, yang sangat berjasa membangun Aceh dan peradaban Melayu Islam di masa lalu. Hal ini menimbulkan protes dari Rakyat Aceh dan juga masyarakat melayu di seluruh dunia.
Berangkat dari keprihatinan yang mendalam, berdasarkan rilis yang diterima redaksi, Jum'at (02/04/2021), maka The Malay and Islamic World Organization/Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) menyurati Walikota Banda Aceh.
Bersama suratnya, DMDI yang berkantor pusat di Malaka menyampaikan keprihatinan atas kondisi yang terjadi di banyak situs sejarah Islam yang tersebar di Banda Aceh, yang terbengkalai dan rusak parah bahkan musnah.
Antara lain Situs Cagar Budaya Taman Poteu Jeumaloy, yaitu Situs makam Sultan Habib Jamalul Alam Badrul Munir Al Jamalullail, Sultan Aceh yang juga keturunan Rasullah Shallallahu 'alaihi wassalam. Situs bukti kegemilangan sejarah Islam di Asia Tenggara, dan kebanggaan Dunia Melayu Dunia Islam di seluruh dunia itu, kini kondisinya terbengkalai dan hampir musnah dijadikan tempat jemuran pakaian dan dapur kedai bakso, dengan akses yang terhalang dagangan bakso.
Padahal situs ini terletak di samping Masjid Raya Baiturrahman, hanya beberapa meter dari Rumah dan Kantor Walikota Banda aceh. Bahkan beberapa situs makam Sultan Aceh disitu sudah hilang disemen dibawah lantai dapur Kedai Bakso yang berjualan di Situs Cagar Budaya makam Sultan, dan diatas makamnya diletakkan tungku pembakaran untuk memasak bakso, diatas makam cucu Rasulullah SAW.
DMDI juga berziarah ke situs sejarah kompleks makam Habib Al Khatibul Muluk yang terlantar dan kondisinya berada didalam dan dibawah tumpukan tinggi barang-barang toko bangunan di Simpang Surabaya, yang mendirikan bangunan tepat di atas badan makam para Ulama.
Delegasi DMDI juga berziarah ke Kawasan Situs Sejarah makam para Raja-Raja dan Ulama Umara Aceh yang dijadikan tempat pembuangan sampah dan kotoran tinja najis manusia di Gampong Pande, dan ribuan situs makam para Raja dan Ulama lainnya yang terlantar musnah di area tambak Gampong Pande dan sekitarnya.
DMDI sempat berziarah juga ke kompleks situs makam para Ulama Habaib keturunan Rasulullah SAW di Meuraksa, yang berisi ratusan situs makam para Ulama Habib dan tentara Aceh para syuhada, juga terdapat struktur bangunan kuno bekas masjid yang terbuat dari kapur dan putih telur. Kawasan situs luas ini terbengkalai dan rusak parah, tenggelam dalam semak-semak, padahal terletak di kawasan wisata ramai, hanya beberapa langkah dari Kantor Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh.
Situs kompleks makam para Ulama Habaib ini terancam akan dimusnahkah bersama dengan dimusnahkannya ratusan situs sejarah makam para Ulama lainnya, yang terdapat di sepanjang jalur Mega Proyek Jalan Banda Aceh Outer Ring Road (BORR) Jalan Lingkar Banda Aceh yang sedang proses dibangun oleh Walikota Banda Aceh saat ini.
Sehingga pembangunan Kota Banda Aceh menjadi proyek pemusnahan massal situs sejarah Islam Asia Tenggara. Hal ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari negara-negara Dunia Melayu Dunia Islam.
Atas keprihatinan ini, maka dalam suratnya DMDI mengharapkan agar Walikota Banda Aceh, dapat menyelamatkan dan melestarikan semua situs sejarah Islam di Banda Aceh, termasuk situs makam para Raja, Ulama dan Umara Islam di kawasan Situs Islam Gampong Pande, serta dapat menempatkannya sebagai situs sejarah Islam yang terhormat, tempat bersemayam para Aulia Allah.
Karena situs sejarah makam para Raja, Ulama dan Umara Aceh di Banda Aceh, adalah juga merupakan aset kebanggaan dari seluruh Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI).
DMDI berkeyakinan bahwa apabila situs-situs sejarah di Banda Aceh dapat diselamatkan, dipelihara dan dikelola dengan sebaik-baiknya, maka dapat menjadi aset pariwisata religi budaya sejarah terbesar yang terpadu, yang mungkin tidak dimiliki oleh tempat lainya di dunia.
DMDI juga insya Allah siap bekerjasama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh, untuk mempromosikan pariwisata situs sejarah Islam tersebut ke seluruh dunia, karena situs sejarah makam para Raja dan Ulama Umara Aceh adalah juga merupakan kebanggaan seluruh Dunia Melayu Dunia Islam di seluruh dunia.
Surat ini ditembuskan kepada PYM Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh dan Pemimpin Darud Donya Aceh.
Sementara itu Pemimpin Darud Donya Aceh Cut Putri yang juga merupakan Ahli Majelis Tertinggi Dewan Agung The Malay and Islamic World Organization/Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI), mengapresiasi dan menyampaikan setinggi-tinggi terima kasih atas perhatian negara-negara DMDI kepada Aceh. Pemimpin Darud Donya mengatakan bahwa DMDI memang sejak lama telah mendukung penyelamatan situs sejarah Aceh, terutama kawasan situs bersejarah Gampong Pande.
DMDI adalah organisasi internasional tempat bersatunya seluruh negara-negara melayu dan perwakilannya dari seluruh dunia, beranggotakan 23 negara diantaranya Malaysia, Indonesia, China, Singapura, Sri Lanka, Kamboja, United Kingdom, Filipina, Mesir, Timor Leste, Bosnia Herzegovina, Thailand, Madagascar, Maldives, Belanda, Australia, Afrika Selatan, Brunei, Kanada, New Zealand, Arab Saudi, Bangladesh dan Mauritius.
Sebelumnya kepedulian DMDI terhadap penyelamatan situs sejarah Islam di Aceh, telah dinyatakan secara resmi dalam Butir Resolusi Dunia, dalam Konvensi Internasional tahunan DMDI ke-18 Tahun 2017 di Medan Sumatera Utara, yang dihadiri oleh Pemimpin Darud Donya Aceh dan pemimpin/perwakilan 23 negara-negara DMDI lainnya, yang menghasilkan Butir Resolusi Dunia antara lain: “DMDI akan memelihara data mengenai sejarah Islam di negara-negara anggota DMDI, dan DMDI akan terus mendukung segala usaha yang memartabatkan Islam serta membantu negara Islam seperti Palestina, Rohingya, Aceh serta negara-negara Islam lainnya”.
Kemudian pada tahun 2018 Konvensi Internasional DMDI ke-19 di Singapura, yang dihadiri oleh Pemimpin Darud Donya Aceh, Presiden Singapura, serta pemimpin/perwakilan dari 23 negara anggota DMDI lainnya, kembali menghasilkan Butir Resolusi Dunia antara lain: “DMDI meminta dengan hormat kepada Pemerintah Aceh untuk menyelamatkan situs sejarah dan situs makam-makam Raja dan Ulama di Gampong Pande dari proyek-proyek pembangunan, juga situs sejarah lainnya di seluruh Aceh”.
Pemimpin Darud Donya dan Presiden The Malay and Islamic World Organization (Dunia Melayu Dunia Islam/DMDI) beserta rombongan, juga bertemu dengan Walikota Banda Aceh tanggal 4 Oktober 2019 di Hotel Garuda Plaza Medan Sumatera Utara, antara lain membahas usaha pelestarian kawasan situs sejarah cagar budaya Gampong Pande.
Dalam pertemuan itu, di depan Presiden DMDI dan forum, Walikota Banda Aceh berjanji bahwa IPAL di Gampong Pande dibatalkan dan akan dipindahkan ke tempat lain. Namun ternyata Walikota tetap melanjutkan proyek pembuangan tinja najis manusia di kawasan situs makam para Ulama itu.
Maka DMDI yang berkantor pusat di Malaka, menyurati mengajak Walikota Banda Aceh, untuk melestarikan dan menghormati situs sejarah makam para Raja dan Ulama Umara leluhur Bangsa Aceh, yang sangat berjasa membangun Aceh dan peradaban Melayu Islam di masa lalu. DMDI berharap Walikota tidak mengotorinya atau melecehkannya dengan tinja najis manusia dan sampah, sebagai tanda penghormatan kepada segala jasa dan pengorbanan mereka.
"Mereka para leluhur Bangsa Aceh, para Aulia, guru-guru kita yang mulia, yang telah menyebarkan Islam ke seantero Alam Melayu dan Asia Tenggara, karenanya tiada henti ucapan syukur kepada Allah dan terima kasih kepada mereka, atas rahmat Islam untuk kita anak cucunya", kata Cut Putri Pemimpin Darud Donya Aceh dan Ahli Majelis Tertinggi Dewan Agung DMDI yang berkantor pusat di Malaka.
Anggota negara-negara DMDI geleng-geleng kepala melihat ribuan situs sejarah dan cagar budaya di Kota Banda Aceh yang dibiarkan Pemko Banda Aceh menjadi rusak dan musnah, apalagi melihat kawasan situs berisi ribuan makam para Raja dan Ulama yang sengaja ditimbun dan dijadikan gunung sampah dan kolam-kolam tinja. Benar-benar diluar akal sehat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Rombongan Presiden DMDI yang berkali-kali berkunjung ke Banda Aceh, kehabisan kata menyaksikan pemusnahan kawasan situs sejarah terkenal, pusat peradaban Islam tertua, terbesar dan termegah di Asia Tenggara itu.
Rombongan Presiden DMDI yang berziarah ke kompleks situs makam Ulama di area IPAL/ Limbah Tinja sampai terheran-heran mengatakan, "Kita semua tahu adab ziarah kubur tak sama dengan adab masuk WC. Tak elok kita mengucapkan salam untuk berziarah ke kolam limbah tinja. Bukankan budaya Aceh adalah budaya Islami??"[*/Red]