-->








Setengah Juta Mahasiswa Putus Kuliah, Ada Apa dengan Negeri ini?

28 Agustus, 2021, 12.15 WIB Last Updated 2021-08-28T05:15:11Z
PANDEMI Covid-19 tidak hanya membawa dampak di sektor kesehatan. Tetapi juga di bidang ekonomi. Termasuk diantaranya banyaknya mahasiswa putus kuliah. Informasinya lebih dari setengah juta mahasiswa putus kuliah di masa pandemi Covid-19 ini.

Informasi tersebut disampaikan Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah dalam peluncuran Zakat untuk Pendidikan di Jakarta secara virtual Senin (16/8). Mengutip data dari Kemendikbudristek, Sri mengatakan sepanjang tahun lalu angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang.

“Kita tahu kondisi saat ini bagaimana krisis pandemi Covid-19 menyebabkan angka putus kuliah naik tajam,” katanya.

Sri mendapatkan informasi soal angka putus kuliah tersebut dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikburistek. Informasi yang dia terima, rata-rata angka putus kuliah paling banyak ada di perguruan tinggi swasta (PTS).

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Sri mengatakan pada tahun sebelumnya angka putus kuliah sekitar 18 persen. Kemudian di masa pandemi ini naik mencapai 50 persen. Kondisi ini tidak lepas dari bertambahnya penduduk miskin akibat dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan dari pandemi Covid-19.

Hilangnya Peran Negara dalam Menjamin Pendidikan Bagi Warga

Fakta tingginya angka putus kuliah telah membuka tabir hilangnya peran negara dalam memberikan jaminan pendidikan. Hal ini menjadi bukti bahwa sistem kapitalisme sekuler telah gagal menangani pandemi hingga mengorbankan negara kehilangan ratusan ribu potensi intelektual di masa depan.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mencampakkan sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam kafah. Sistem yang berasal dari Al Khaliq yang terbukti mampu menjadi problem solver ratusan tahun lamanya kala diterapkan dalam bingkai negara.

Kebutuhan Tiap Warga Terjamin dalam Negara Islam

Dalam politik-ekonomi negara, negara Islam memberikan perhatian besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok tiap warga negaranya. Hal ini tertuang dalam kitab Muqadimmah ad-Dustur, bagian kedua pasal 125 hlm. 12, “Khilafah wajib menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok seluruh warga negara, orang per orang dengan pemenuhan yang sempurna, dan menjamin adanya peluang setiap individu dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap pada tingkat tertinggi yang mampu dicapai.”

Negara Islam memiliki mekanisme dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya berdasarkan nas-nas syariat. Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah seseorang itu dianggap berdosa (bila) menelantarkan orang yang wajib ia beri makan.” (HR Abu Dawud)

Begitu pula halnya kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Pemenuhan atas ini semua dijamin oleh negara Islam. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. dalam menjamin pendidikan rakyatnya, Rasul mewajibkan tawanan perang mengajarkan kaum muslim sebagai tebusan pembebasan mereka.

Dipastikan tidak akan ada anak yang putus sekolah dan putus kuliah. Karena anak-anak dari semua kelas sosial dapat mengakses pendidikan formal. Negara yang membayar para pengajarnya, seperti  yang terjadi pada masa kegemilangan Islam. Khalifah Al-Hakam II pada 965 M membangun 80 sekolah umum di Cordoba dan 27 sekolah khusus bagi anak-anak miskin.

Sementara itu di Kairo, Al-Mansur mendirikan sekolah bagi anak yatim. Berdiri pula berbagai Universitas terhebat di dunia selama masa kejayaan Islam dalam Khilafah. Ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Kairo, Damaskus dan beberapa kota Islam lainnya. Sungguh luar biasa kebijakan negara Islam dalam menjamin keberlangsungan pendidikan setiap warganya, tak main-main, menggratiskan biaya pendidikan menjadi kebijakan yang manusiawi dilakukan khalifah.

Penulis: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

*Opini yang ditayangkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. 
Komentar

Tampilkan

Terkini