-->








Benarkah Partai Aceh dan Mantan Kombatan GAM Kehilangan Pesona, Kenapa?

17 Desember, 2021, 22.00 WIB Last Updated 2021-12-18T01:36:45Z
Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf alias Mualem diapit sejumlah kader/Net

LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Partai Aceh dan para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka mulai kehilangan pesona. Sempat dieluk-elukkan, kini mereka seperti kehilangan taji.

Pengamat politik Universitas Abulyatama, Usman Lemreung mengatakan, di awal-awal kemunculan, Partai Aceh menjadi harapan baru rakyat Aceh. Hal ini terlihat dari hasil Pemilihan Kepala Daerah 2006, saat hampir semua wilayah dimenangi oleh kandidat yang diusung oleh Partai Aceh yang notabene bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka.

"Biarpun saat Pilkada tersebut bekas GAM belum ada partai politik, namun dengan jalur indenpenden, hampir 65 persen pemerintahan kabupaten/kota berhasil direbut dan dikuasai oleh bekas GAM," kata Usman Lamreung kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat (17/12).

Euforia berlanjut. Partai Aceh yang didirikan oleh bekas kombatan GAM menjadi pemenang Pemilihan Umum 2009. Partai politik lokal ini mendapatkan suara terbanyak.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Partai Aceh mendapatkan kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dengan 33 kursi dari 69 kursi yang diperebutkan. Begitu juga di daerah, di beberapa kabupaten dan kota, kader Partai Aceh menguasai kursi terbanyak di DPRK. Seperti Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Langsa, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar, dan lainnya.

Hasil ini berbanding terbalik pada Pemilu 2019. Partai Aceh mulai kehilangan banyak suara pendukung. Perolehan kursi mereka di DPR Aceh turun signifikan. Saat itu, mereka hanya mampu menguasai 18 kursi dari 81 kursi.

“Artinya banyak kursi Partai Aceh direbut oleh partai nasional, seperti Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, Golkar dan PKB,” jelas Usman Lamreung. "Semakin rendah rakyat Aceh simpati pada Partai Aceh, artinya rakyat sangat kecewa dengan kinerja para kader Partai Aceh di parlemen."

Usman juga menilai hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan kader-kader Partai Aceh mengakomodir aspirasi rakyat. Saat terpilih, kader yang duduk di kursi kepala daerah dan legislatif tak mampu memenuhi janji-janji politik yang disampaikan saat kampanye.

Di sisi lain, Usman tak menampik keberhasilan program-program yang dilaksanakan kader Partai Aceh sebagai upaya peningkatan dan mengurangi angka kemiskinan di Aceh. Mulai dari program Jaminan Kesehatan Aceh, program penguatan ekonomi, dan program beasiswa.

Di bidang pembangunan bidang infrastruktur, dalam kepemimpinan kader Partai Aceh, berlangsung renovasi Masjid Raya Baiturrahman dan infrastruktur lainnnya. Hingga, di bidang syariat Islam, Pemerintah Aceh di bawah Gubernur Zaini Abdullah, Tuha Peut Partai Aceh, mendorong peralihan sistem operasional Bank Aceh menjadi syariah.

Usman pun menilai banyak kebijakan dan program yang tidak berjalan optimal akibat benturan politik di internal kombatan GAM.

Sepanjang tahun, konflik antara legislatif dan eksekutif dan konflik internal eks GAM lebih mendominasi. Hal ini, kata Usman Lamreung, sangat menguras energi dan mengabaikan kepentingan rakyat.[RMOL.ID]
Komentar

Tampilkan

Terkini