-->








Pencitraan Tidak Mampu Mengatasi Kemiskinan di Aceh

06 Februari, 2022, 21.44 WIB Last Updated 2022-02-06T14:44:37Z
ACEH dalam angka, termiskin lagi di Sumatera. Predikat awal tahun akhir masa jabatan Gubernur Aceh ini, kembali menjadi penilaian publik. Apakah angkat statistik itu ada manipulasi atau tidak, bernuansa politis atau bukan, yang jelas data kemiskinan tersebut bukan untuk pencitraan Gubernur Aceh, atau elite partai politik manapun.

Lalu, kenapa pemerintah dan seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA)-nya masih nyaman bertahan pada prestasi tersebut? Bukankah janji politiknya cukup banyak yang belum ditempatinya, Apakah elite parpol ikut menghambat kinerja pemerintah Aceh atau sebaliknya?

Kita prolog sedikit, masa kampanye tahun 2016 lalu, setidaknya ada 15 program kerja pasangan Irwandi-Nova yang menurut tim konsultannya pada waktu itu dengan ke lima belas program tersebut mampu mensejahterakan sekaligus meninggikan harkat dan martabat masyarakat Aceh tanpa pengangguran dan kemiskinan secara menyeluruh.

Memang, visi-misi sekaligus janji politik masa kampanye tidak mungkin berjalan sesuai harapan semuanya, Tetapi hasilnya apa? Awal masa jabatan pasangan orange tersebut sudah tidak baik-baik saja, Irwandi dibawa KPK. Kemudian masa PLT, sampai Nova definitif sebagai gubernur juga dihadapkan dengan berbagai ritual politik dan penagihan hutang kampanye oleh timnya sendiri.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Setelah itu, Nova lagi-lagi sibuk mengkontrol konflik internal dalam tubuh pengusung dan pendukungnya. Jadi kapan Gubernur Aceh fokus mengurusi persoalan masyarakat Aceh yang tengah carut-marut pengangguran dan kemiskinan itu. Secara, legislatif dan eksekutif memang tanggungjawab mereka, disisi lain Nova juga harus menyelesaikan konflik internal yang ada.

Secara kombinasi logis, saya ingin memberikan penghargaan kepada Gubernur Aceh atas janji-janji kampanye yang setiap item itu belum memenuhi syarat ilmiah kesuksesan dalam menuntaskan janji politiknya. 

Dengan kondisi Aceh sekarang, secara konkrit perlu dipahami kembali bahwa konsep politik termasuk fungsi partai wajib dijalankan. Salah satunya adalah partai harus mampu menjembatani krisis kemiskinan dan pengangguran kepada pemerintah Aceh. Kalau tidak, partai sedang bermasalah pada recruitment anggota. Sehingga proses pemberdayaan masyarakat terhadap kesadaran politikpun tidak terjadi. Maka fungsi partai belum mampu dijalankan, yang ada hanya pencitraan beberapa keberhasilan elitnya saja.

Tidak hanya itu, partai politik secara sadar telah ikut campur berlebihan dalam birokrasi yang berakibatkan terjadinya tumpang tindih kewenangan, sehingga sangat tertutup untuk dideteksi persoalan moral politik dalam mengatasi kemiskinan, Karena partai politik cukup fokus berafiliasi pada kekuasaan dan kemewahan finance of power, Pertanyaannya, kapan masyarakat Aceh bisa mandiri secara ekonomi?

Ditambah lagi, ada beberapa partai politik wilayah Aceh, baik parlok maupun parnas sedang mengalami degradasi kepercayaan terhadap pimpinan internal kekuasaan mereka yang cukup sensitif untuk diungkapkan ke publik. Di satu sisi memang partai harus lepas dari berbagai tekanan intimidasi external, termasuk terseret ke dalam ranah hukum.

Kalau partai asik dengan dinamika politik rebahan internal, ini di sisi lain peluang menjembatani aspirasi masyarakat pada keputusan pemerintah tidak ada yang awasi lagi, dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung berkiblat pada otoriterisme secara logis kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.

Sehingga, upaya pemerintah untuk merealisasikan program kerja demi mengatasi kemiskinan di Aceh hanya terkesan pencitraan oleh sekelompok elite semata. Bahkan pencitraan ini membal saat dikritisi oleh para aktivis mahasiswa apalagi turun aksi dalam kondisi pendimi ini, jelas melanggar protokoler kesehatan oleh para senior dan mantan aktivis yang saat ini bekerja di lingkungan kekuasaan. Maka cita-cita pemerintah untuk mangatasi kemiskinan di Aceh hanya senda gurau saja.

Penulis: Muammar MR (Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional)
Komentar

Tampilkan

Terkini