-->








BPJS Diwajibkan, Hak Rakyat Dikesampingkan

01 Maret, 2022, 07.17 WIB Last Updated 2022-03-01T00:17:24Z
PEMERINTAH kembali menerbitkan aturan baru bagi  warga negaranya tentang wajibnya memiliki Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehataan agar bisa mengurus berbagai keperluan. Seperti mengurus Surat Izin Mengemudi ( SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan ( STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), hendak berangkat ibadah haji, dan jual beli tanah. Dan ini akan diberlakukan mulai bulan maret 2022.

Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan tersebut talah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu. Dalam aturan tersebut, Jokowi meminta pihak kepolisian untuk memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.

Jokowi juga menginstruksikan Menteri agama untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji merupakan peserta aktif dalam program JKN. Adapun Presiden Jokowi juga menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat jual beli tanahhttps://bogor.tribunnews.com/2022/02/20/selain-untuk-jual-beli-tanah-bpjs-kesehatan-juga-jadi-syarat-urus-sim-stnk-skck-dan-naik-haji

Sementara itu dilansir dihalaman yang berbeda, Menurut Umar (24) seorang mahasiswa asal Bandung mengatakan aturan tersebut bisa menghambat bagi warga yang memang belum ikut program BPJS Kesehatan tetapi ingin membuat SIM. Warga lainnya, Ical (23) menyebut kebijakan menjadikan kartu BPJS Kesehatan untuk mengurus SIM, STNK, dan SKCK tidak berkorelasi dan kurang tepat. "Aneh saja, tidak ada korelasinya SIM-STNK ke BPJS. Entah sih di samping itu mungkin bisnis para petinggi biar pada punya BPJS," ujarnya.

Warga Wajib Punya Kartu BPJS Kesehatan Urus SIM, STNK hingga Naik Haji. Ia berpendapat sebaiknya proses pembuatan SIM sendiri tidak dibikin rumit. Sehingga masyarakat yang ingin mengurusnya pun tidak dibuat pusing. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220219195218-20-761395/warga-respons-bpjs-kesehatan-jadi-syarat-sim-malah-menghambat

Sementara, Saeful (23) mengatakan syarat kartu BPJS Kesehatan untuk mengurus SIM masih bisa diterima. Karena berhubungan dengan keselamatan di jalan, jadi kalau misalnya amit-amit kecelakaan bisa ditanggung oleh BPJS itu. Kendati demikian, ia mengatakan urusan BPJS Kesehatan adalah pilihan setiap orang, apakah mereka mau pakai atau tidak. "Kalau begini kesannya setiap orang wajib punya BPJS biar bisa dapat pelayanan publik”.

Jika melihat berbagai fakta diatas tentu kita sudah harus bisa menilai bahwa kebijakan pemerintah yang saat ini dilakukan terkesan mengandung unsur paksaan, yang mana sudah jelas- jelas sangat merugikan rakyat. Bagaimana tidak alih-alih memberikan jaminan layanan kesehatan, rakyat justru  semakin dibuat sengsara dengan diberlakukannya kewajiban memiliki BPJS untuk berbagai sarat kepengurusan administrasi negara. 

Belum lagi rakyat harus membayar premi BPJS setiap bulannya. Alih alih untuk bisa membayar iuran perbulannya untuk bisa memenuhi kehidupan sehari-harinya saja rakyat sudah sangat kerepotan dan harus berjuang mati matian, guna untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya apalagi ditambah dengan kebijakan yang sangat jelas merugikan dan menyengsarakan rakyat. Akibatnya hidup rakyat semakin hari semakin dipersulit dan bahkan jauh dari kata sejahtera.

Begitulah kiranya jika kita hidup disistem kapitalis semuanya akan serba merugikan dan menyengsarakan rakyat, sebab sistem yang dipakai bukan berlandaskan dari Al qur’an melainkan berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan individu serta sekelompok golongan, yang mana asas yang dipakai masih menggunakan asas untung-rugi semata. Akibatnya lagi-lagi rakyatlah yang jadi korban.

Hak rakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan dan kesejahteraan oleh negara justru dikebiri oleh keserakahan para penguasa dan pengusaha, rakyat hanya dijadikan sapi perah guna mendulang pundi-pundi rupiah untuk menutupi kerugian akibat utang negara yang semakin hari semakin membuat nelangsa. Sehingga hak rakyatpun dikesampingkan dengan diwajibkannya dalam kepesertaan iuran BPJS.

Ironis memang, mimpi untuk bisa mendapatkan pelayanan yang terbaik dari negara seolah hanya mimpi dan angan-angan saja. Sebab sangat mustahil bisa hidup sejahtera dalam naungan sistem kapitalis sekuler yang mana segala sesuatunya dijadikan lahan bisnis. Tentu hal ini sangat berbeda sekali dengan pelayanan dalam sistem pemarintahan Islam. Dimana didalam Islam setiap warga negaranya akan terjamin segala kebutuhan hidupnya.

Hal ini dikarenakan, dalam sistem  pemerintahan Islam seluruh kebutuhan warga negaranya dijamin oleh negara. Mulai dari pelayanan  infrastruktur,pendidikan, kesehatan dan lain-lain, warga negaranya juga tidak akan dipersulit dalam kepengurusan SIM, STNK bahkan dalam muamalah jual beli tanah. Semua pelayanan diberikan oleh negara secara gratis yang mana lebih mengedepankan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Bukan untuk kepentingan para penguasa dan pengusaha.

Hal demikian berdasarkan pada dalil  umum yang menjelaskan bahwa peran dan tanggung jawab Khalifah (kepala Negara Islam) untuk mengatur urusan rakyatnya, "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.’’ (HR Al Bukhori dari Abdullah bin Umar).

Sehingga sangat jelas bahwa program BPJS merupakan program yang bertentangan dengan Islam dan merupakan bentuk pengabaian negara terhadap urusan rakyatnya. Sebaliknya sistem pemerintahan Islam justru dituntut untuk menjalankan fungsi ini dengan sebaik-baiknya sebagai pemelihara urusan umat.

Praktik demikian sudah dbuktikan ketika  Khilafah pernah tegak selama 1300 abad lamanya dimuka bumi ini, maka Khilafah menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi umat. Oleh karena itu sudah selayaknya jika sistem pemerintahan Islam diterapkan di negeri ini karena hanya dengan Islam problematika umat bisa diatasi dan hak-hak rakyat tak lagi dikesampingkan. Wallahu a’lam Bishshawwab.

Penulis: Rini Astutik (Pemerhati Sosial)
Komentar

Tampilkan

Terkini