JIKA bukan di tangan Raja, seorang perempuan tidak akan pernah menjadi Ratu. Bisa jadi, ia hanya menempati posisi sebagai pembantu rumah tangga, atau mungkin teman tidur, atau bahkan mesin pencetak rupiah. Ah, iya, kenyataan memang sekejam itu.
Perempuan-perempuan yang gagal jadi Ratu ujung-ujungnya mendatangi kantor pengadilan agama. Di sana, mereka akan meminta bantuan beberapa tuan untuk mengembalikan posisinya sebagai wanita biasa. Mereka ingin kembali menikmati udara bebas, teringin kembali menjadi manusia yang punya nilai, tidak hidup dalam sebuah takdir yang kian hari semakin membuatnya nestapa.
Di tangan laki-laki yang rendah, seorang perempuan juga akan rendah namun di tangan lelaki yang tepat seorang perempuan akan menduduki tempat mulia seakan punya mahkota di kepalanya. Banyak sekali di gubuk-gubuk sederhana yang letaknya di bawah kaki gunung, ada ratu-ratu cantik yang selalu punya manja meski tidak bergelimang harta.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Perempuan adalah makhluk lemah. Tapi, jika depresi, dari kalangan mereka juga gampang berubah menjadi sosok monster . Tak heran, akhir-akhir ini, media selalu saja menghidangkan berita yang amat memilukan. Dimana, ibu-ibu muda begitu tega membunuh anak-anaknya dan berakhir bunuh diri karena depresi.
Sangat disayangkan, selain gagal menjadi manusia yang manusia, perempuan-perempuan yang seperti itu adalah mereka yang telah gagal jadi Ratu dalam istana pernikahannya. Seorang perempuan punya nilai, jika ditanya berapa nilainya, tergantung dari mereka yang menilai.
Penulis: Lisa Ulfa (Alumni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar Raniry. Saat ini berprofesi sebagai Tenaga Pengajar di SMP Assalam Islamic School)