Hal tersebut disampaikan Ketua Presidium Forkopmabir, Agussalim melalui rilis yang diterima LintasAtjeh.com, Sabtu (18/06/2022), dalam keterangannya mengatakan, sosok tersebut sangat tepat dan layak untuk dimandatkan oleh Mendagri sebagai Pj. Gubernur Aceh mendatang.
"Setelah melakukan beberapa kajian dan analisa mendasar dari beberapa nama yang sempat muncul di media sosial (Medsos) selama ini, kita menilai sosok Safrijal sangat layak dan cocok dimandatkan oleh Mendagri untuk menjabat sebagai Pj. Gubernur Aceh mendatang," ucapnya.
Bukan tanpa alasan, hal itu disampaikan oleh pria yang akrab disapa Agsal. Dengan melihat dari berbagai sisi aspek sepak terjang pengalaman dan latar belakang jenjang karir Safrizal selama ini didalam struktur pemerintahan yang dimilikinya memang layak dan perlu dijadikan bahan acuan oleh pihak mendagri untuk menunjuk beliau sebagai Pj Gubernur Aceh kedepannya.
"Seperti yang kita ketahui, dalam hal karir kepemimpinan beliau tidak usah diragukan lagi dia pernah berpengalaman menjabat sebagai Pejabat Gubernur Kalimantan Selatan. Belum lagi jika kita merujuk pada biografi yang ada, sepak terjang awal karir beliau telah melewati berbagai proses yang lumayan matang diantaranya, ia mengawali karier sebagai PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, dengan jabatan sebagai Lurah Kota Lhokseumawe, Banda Sakti, Lhokseumawe tahun 1994.
"Kemudian menjadi sekretaris Camat Kecamatan Makmur Kabupaten Aceh Utara tahun 1998. Disamping itu ia juga pernah terlibat aktif dalam persiapan pemekaran Kabupaten Bireuen, mulai dari tahap awal hingga Bireuen menjelma menjadi sebuah daerah kabupaten yang otonom. Di Bireuen ia pernah menduduki posisi Kasubbag Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah pada tahun 2000. Kemudian tahun 2001 Safrizal hijrah ke Jakarta tepatnya ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Mengawali debut karier sebagai Kasi Aceh dan DKI Jakarta-Subdit Otonomi Khusus Ditjen Otda Depdagri," papar Agsal (nama samaran).
Kemudian tambahnya, alasan kedua karena Ia sebagai sosok putra berdarah Aceh yang kini memiliki jabatan dan posisi sangat strategis dilingkungan Pemerintahan RI, tepatnya di Kemendagri pernah mengisi jabatan sebagai Direktur penataan daerah dan Otonomi Khusus pada tahun 2016 lalu.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
"Tentu ini akan dapat memberikan dampak positif untuk keberlangsungan pembangunan Aceh mendatang. Sebab, provinsi Aceh termasuk dalam salah satu daerah yang memiliki Otonomi Khusus, jadi sangat tepat jika Pj. Gubernur Aceh dimandatkan kepada beliau," jelasnya.
Dia menceritakan, sebagaimana serangkaian tour of duty di lingkungan Kemendagri telah dijalaninya, sehingga membuatnya menjadi lebih matang dan kaya akan pengalaman tentang manajemen pemerintahan. Khususnya yang berkaitan langsung dengan tata kelola pemerintahan Otonomi Khusus (Otsus), seperti Aceh, DKI, DIY dan Papua, selaku kepala pusat Inovasi daerah yang berkecimpung agar daerah berkreasi dalam menjalani roda pemerintahannya. Hal ini tentunya sangat dibutuhkan oleh Provinsi Aceh untuk menjawab berbagai gemelut permasalahan pembangunan yang masih belum tertata rapi dan memilik arah yang jelas akan prospek Aceh dimasa mendatang pasca 16 tahun sudah lamanya Aceh Damai sejak Mou Helsinki tahun 2005 silam.
Melihat kondisi Pembangunan Aceh yang masih memiliki banyak problematikan kata Agasal. Maka Aceh butuh disetir oleh sosok yang memiliki kapasitas mumpuni untuk menjadi corong utama di Pemerintah Aceh menyangkut perihal didalam mengawal dan merealisasi kekhususan yang dimiliki Aceh melalui peran kolaboratif antara Aceh dan Pusat, disamping itu juga perlu adanya peran-peran diplomasi politik terkait dengan perwujudan poin-point mou helsinki yang masih belum dapat terealisasi dengan baik.
"Aceh memiliki suatu kekhususan pasca adanya perjanjinan Mou Heslinki, diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. UU 11/2006, yang berisi 273 pasal, merupakan Undang-undang Pemerintahan Daerah Aceh secara khusus. Maka didalam menjalankan setiap tata kelola pemerintahan Aceh mesti mengacu pada UUPA sebagai bentuk dalam mewujudkan pencapaian cita-cita pembangunan secara berkelanjutan," terang Agsal.
Ia juga menilai, sosok Safrizal merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi Pj. Gubernur Aceh selain ia adalah putra Aceh yang sudah memahami kondisi elektoral di kotanya, ia juga mampu menjalin komunikasi yang baik dengan Pemerintah Pusat yang telah dimodali rekam jejak dalam karir selama distruktural kepemerintahan.
"Hal ini penting untuk diperhatikan demi menjaga agar setiap stabilitas politik di Aceh tetap berlangsung damai dan kondusif. Dilihat dari pengalaman jenjang karir beliau sudah sangat pasti memiliki kecakapan untuk memimpin Aceh didalam memperjuangkan program-program strategis di tingkat nasional untuk meningkatkan perekonomian, dan menekan angka kemiskinan yang selama ini masih menjadi beban berat Provinsi Aceh.
"Selain itu dia juga mampu mempertahankan keberlanjutan program JKA dan juga meningkatkan kualitas pendidikan serta pengembangan sumberdaya manusia di Aceh untuk menekan angka pengangguran dengan menghadirkan peluang kerja bagi putra-putri di Aceh. Apalagi, ia pernah berpengalaman memimpin Daerah ditingkat Provinsi ketika ditunjuk menjadi Pj. Gubernur Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu. Jadi, sudah tidak perlu diragukan lagi kalau beliau sangat tepat ditunjuk kembali sebagai Pj. Gubernur Aceh mendatang," pungkasnya.[AK/*/Red]
