-->


Lunturnya Empati Pejabat di Kala Rakyat Menjerit Menolak Kenaikan Harga BBM

15 September, 2022, 07.49 WIB Last Updated 2022-09-15T00:49:14Z
IRONI bangsa yang tengah tertimpa beban berat. Harga BBM akhirnya gol sudah dinaikkan. Hati rakyat mana yang dapat menerima disaat perekonomian ini sedang merangkak dari keadaan Pandemi.

Aksi masa pun tak terbendung, rakyat pun mengaungkan suaranya. Meminta pemerintah menarik ketetapannya. Diluar gedung rakyat berpanas panasan menyampaikan suaranya.

Namun miris sungguh miris massa yang berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, sementara para anggota dewan justru terekam merayakan hari ulang tahun Ketua DPR RI Puan Maharani di tengah Rapat Paripurna.

Hal ini tentu menciptakan kontroversi di kalangan masyarakat. Tak terkecuali dari Peneliti Formappi, Lucius Karus, yang bahkan terang-terangan mengecam DPR karena dianggap sibuk berpesta ketika massa menolak kenaikan harga BBM.

"Ironi ini betul-betul ditunjukkan di DPR. Ada massa buruh di depan gerbang yang sedang berdemonstrasi, tetapi di ruang paripurna DPR ada pesta ulang tahun Ketua DPR," ujar Lucius. (Suara.com 8/9/2022)

Kecaman itu yang pada akhirnya membuat Lucius berdebat panas dengan Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu. Pasalnya Masinton kurang setuju dengan penyebutan "pesta" padahal mereka hanya memperingati hari jadi DPR yang bertepatan dengan ulang tahun Puan Maharani. "Itu ulang tahun DPR dan sekaligus ulang tahun Ketua DPR. Apa yang salah?" ujar Masinton. "(Hanya) berbarengan ngucapin selamat. Jadi Saudara jangan bilang ada pesta."

Puan Maharani yang merayakan hari jadi ke-49 pada Selasa (6/9/2022) kemarin menerima kejutan dari para anggota dewan. Sebab secara tiba-tiba ada yang mengucapkan selamat ulang tahun untuknya melalui pengeras suara di ruang rapat paripurna.

Bahkan di kutip dari media detik.com, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik momen perayaan ulang tahun Ketua DPR Puan Maharani di rapat paripurna saat demo buruh terkait kenaikan BBM sedang berlangsung. Peneliti Formappi Lucius Karus menilai hal itu memalukan.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Bahkan Lucius katakan, Potret paripurna DPR kemarin yang diisi dengan momen perayaan HUT Ketua DPR Puan Maharani sesungguhnya mengkonfirmasi ironis DPR sebagai wakil rakyat. Apalagi di saat bersamaan dengan Paripurna yang diisi dengan perayaan Ulang Tahun itu, di pintu masuk DPR sendiri sedang ada demonstrasi massa yang ingin menyampaikan aspirasi ke DPR. (detik.com 7/9/2022)

Lunturnya empati pejabat

Memang Ironis yang memalukan, sesungguhnya rakyat sedang bersesk-sesak bahkan berpanas-panas memperjuangkan penolakan kenaikan harga BBM, sedangkan DPR merayakan hari ulang tahun ketua DPR-nya. momen tersebut bagaikan mengolok-olok rakyat. 

Ketua DPR yang seharusnya menjadi juru bicara DPR dengan pihak luar termasuk rakyat juga seperti lupa diri dengan kegembiraannya menyambut ucapan selamat anggota di Paripurna. rapat paripurna yang merupakan panggung tertinggi untuk memperjuangkan nasib rakyat bukan malah diselipkan dengan kepentingan pribadi. Sejatinya DPR untuk memperjuangkan nasib rakyat dan tak seharusnya urusan pribadi Ketua DPR menjadi agenda pengisinya. DPR menghina Paripurna. Nampak malah DPR tidak bersikap peduli terhadap rakyat.

Semestinya pertemuan di Paripurna bisa saja langsung merespon tuntutan publik yang sedang berdemonstrasi. Rasa empati luntur dihati para penghantar keinginan rakyat. Pemanggu jabatan hanya mementingkan keinginannya saja. Hal yang demikian dianggap biasa saja. Hal ini tentu tak lepas dari pengaruh gaya hidup kapitalistik.  Adab ketimuran pun telah luntur.

Sistem kapitalis tentu bukan hanya sebatas ekonomi, gaya hidup pun tentu akan mempengaruhi. Semua dianggap biasa dan lumrah. Hati dan jiwa rakyat sedang tertekan bahkan tak dihargai lagi.

Islam pengatur adab dengan standar keimanan

Sungguh ini berbeda dimasa kepimpinan islam. Seorang pejabat tentu tidak akan bisa santai disaat rakyatnya sedang dirundung tekanan kemiskinan akibat kenaikan BBM.

Kelaparan dan penderitaan rakyat itu dirasakan oleh Umar sebagai penderitaan bagi dirinya. Karena itu, beliau bersumpah tidak akan mengecap daging dan minyak samin. Bagaimana penguasa dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau dirinya sendiri tidak merasakan apa yang mereka derita.

Suatu ketika Umar bin Khathab pernah berkata, ''Kalau negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya, tapi kalau negara dalam kesulitan biar saya yang pertama kali merasakannya.'' Sampai seorang sahabat pernah berkata, bila Allah tak segera mengakhiri bencana itu, maka Ali adalah orang pertama yang mati kelaparan.

Hal keteladan kepemimpinan Umar bin Khathab ditemukan kembali pada sosok Umar bin Abdul Aziz, di masa pemerintahan Bani Umayyah tahun 717-720 M. Istri Umar bin Abdul Aziz, ketika menjawab pertanyaan orang-orang yang datang bertakziah atas wafatnya pemimpin teladan ini, menceritakan, ''Demi Allah, perhatiannya kepada kepentingan rakyat lebih besar daripada perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Dia telah serahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan rakyat.''

Rasulullah bersabda, ''Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban (di hadapan Allah) tentang kepemimpinannya.'' Maka, betapa tak terpujinya para pemimpin yang hanya berorientasi melanggengkan kekuasaan dan melupakan penderitaan rakyatnya.

Kenaikan BBM harusnya menjadi perhatian besar DPR bahkan penguasa. BBM ini adalah faktor prnting bagi berjalannya transportasi dalam distribusi. Baik manusia, barang dan jasa.  Semua membutuhkannya, hal ini akan merubah kedaan ekonomi berubah.

Kita semua mendambakan harga BBM murah, di samping sikap para pejabat yang empati terhadap nasib rakyat. Namun, itu semua hanya akan kita dapati dalam aturan Islam. Islam mengatur BBM sebagai bagian dari kepemilikan umum, sebagaimana sabda Rasulullah:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Oleh karena itu, BBM tidak boleh dimiliki/dikelola atas nama individu, apalagi oleh oligarki maupun swasta asing. Negara Islam hanya diperkenankan mengelola BBM untuk dikembalikan dalam kemanfaatan yang besar bagi rakyat, bukan demi prinsip bisnis dan capaian profit.

Peran negara ini pun semata-mata karena menjalankan apa yang dicontohkan rosulullah, sebagaimana sabda Rasulullah: 
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Jelas Islam menutup ruang bagi jenis pejabat yang inkonsisten memperjuangkan nasib rakyat, termasuk yang terisak-isak menuntut harga BBM turun. 

Tugas yang dilakukan para pejabat dalam kepemimpinan Islam adalah tulus mengabdi mengurusi urusan umat, bukan sekadar pencitraan, legalitas. bahkan menjabat adalah memegang amanah besar sehingga mereka justru akan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang menjadi amanahnya. Semua tanggung jawab yang di tunaikan pejabat merupakan tugas keengaraan adalah bagian dari tanggungjawab karena keimanan.

Wallahualam

Penulis: Fatmawati Thamrin (Pemerhati Masalah Sosial)
Komentar

Tampilkan

Terkini