-->








Masih Relevankah Politik Kapitalis Kita Pertahankan di Aceh?

19 Februari, 2023, 15.09 WIB Last Updated 2023-02-19T08:09:28Z
ACEH merupakan daerah yang paling tinggi partisipasi politik tanpa terkecuali. Aceh menjadi satu daerah yang paling aktif dalam setiap ajang politik baik pemilu atau pun pilkada, hampir semua partai politik nasional maupun partai politik lokal bisa dikatakan kesemuanya ada peminat atau dengan bahasa lain aktif. Partai politik di Aceh aktif di tingkat kepengurusan partai sampai semua partai punya calon legislatif dan terlibat dalam pemilihan kepala daerah walaupun hanya sebatas menjadi partai pendukung.

Dari semua partai punya cara dan pola tersendiri dalam upaya mendapat kepercayaan pemilih. Cara-cara yang ditawarkan oleh setiap partai politikpun masih berputar pada pola-pola lama dan ada juga pola baru. Katakanlah pemilu tahun lalu, ada banyak partai politik membentuk tim suksesnya masing walaupun dengan nama yang berbeda. Ada relawan, sahabat, atau underbow lainnya yang semua nama itu adalah satu yaitu  dalam upaya mencari dukungan dan simpati masyarakat luas.

Kemudian istilah donatur politik atau sponsor kampanye demi berjalannya mesin politik masing-masing. Kemudian setelah pesta demokrasi selesai, tentu ada yang menang ataupun ada yang kalah, barulah interaksi politik kembali berbeda. Tim sukses bentukan mereka bubar dan melebur kemana-mana. 

Kandidat yang kalah sudah barang lumrah tim sukses bubar, tetapi yang menang tim suksesnya menunggu janji-janji politik yang pernah diikrarkan sebelum menang. Nah jika janji politik terpenuhi, maka langkah politikpun tetap berlanjut sampai periode berikutnya namun adapun yang kecewa dan muncul sumpah serapah hingga berakhir pada titik kekecewaan tim suksesnya atau dengan sebutan nama lain relawan, sahabat dan lain-lain.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Disamping janji politik dengan tim suksesnya, masih banyak harapan para pihak yang menanti kepedulian sang pemimpin yang telah mereka dukung dengan tanpa janji politik apapun.

Kemudian berbicara donatur politik dalam kebiasaan yang telah terjadi dalam pesta politik di Aceh, donatur itu mengucurkan anggaran besar dengan harapan harus dibayar di kemudian hari jika andalan mereka telah menang.

Tiga unsur motor politik itu sering muncul kesenjangan. Si donatur menuntut ganti rugi, si tim sukses menunggu janji politik ditambah lagi pihak para pendukung visioner pun menanti gerakan nyata para pemimpin yang telah mereka pilih.

Disini saya ingin mempertegas ke tiga unsur yang saya sebutkan itu, hampir setiap kali menuai kekecewaan yang berujung pada kegagalan pihak yang terpilih menjadi pemimpin yang tidak menuai sumpah serapah bisa dikatakan itu semua menjadi masalah besar dalam sistem demokrasi kita.

Nah disini mesti kita bertanya pada diri sendiri, masih relefankah pola politik yang demikian harus kita pertahankan atau malah harus segera kita ubah aluan dan cara berpolitik yang lebih sehat dan bermartabat yang kemudian bisa melihat pemimpin yang bisa berbuat banyak kepada umat tanpa dihantui oleh janji politik?

Jika kita pertahankan sistem politik yang lama maka siap-siap yang menang tidak bisa berbuat apa-apa yang mengendalikan mereka yang kuat dan mereka yang memiliki modal besar.

Berat hati harus kita akui, inilah sistem kapitalis yang selama ini kita pelihara yang tanpa sadar kita sendiri telah menjerumuskan dalam titik kemiskinan seperti hari ini.

Sebagai bentuk solusi, coba saya gabungkan semangat politik silahturahmi, beri kesempatan untuk semua calon legislatif dan eksekutif menawarkan visi-misinya, kita pilih dengan harapan dapat membawa perubahan ke depan.

Kapitalis sebelum menang dengan janji politik setelah menang dikekang oleh berbagai sudut kepentingan. Sedangkan  sistem silahturahmi sebelum menang dengan visi-misi setelah menang kita menunggu kepentingan umat dengan tenang.

Penulis: Fahmi Nuzula merupakan seorang Pemerhati Sosial.
Komentar

Tampilkan

Terkini