-->




Remaja Kian Sadis, Potret Buram Generasi Sekuler

04 Maret, 2023, 15.06 WIB Last Updated 2023-03-04T08:09:14Z
ADA APA dengan generasi saat ini, begitu mudahnya tersulut emosi hingga tak segan-segan "menghabisi" teman, guru, saudara bahkan orang tuanya sendiri. Tanpa banyak pertimbangan asalkan terlampiaskan emosi pun dilakukan. Seolah-olah kekerasan sudah menjadi budaya, terbiasa membully temannya meskipun sekedar iseng. Tak jarang  jalan kekerasan menjadi satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah. 

Nasib tragis yang dialami seorang santri berinisial AR di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Santri tersebut tewas dianiaya oleh seniornya yang berinisial AS (20), korban dituduh mencuri uang pelaku sebesar Rp 200rb. Peristiwa ini terjadi di salah satu asrama pesantren di Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda pada Sabtu (18/2) sekitar pukul 17.30 Wita. Sehari setelah kejadian, polisi kemudian menangkap AS.

Sangat disayangkan, pondok tempat menimba ilmu dan menempa diri agar menjadi insan yang bertaqwa dan faqqih fiddin tak luput dari aksi kekerasan. Tidak mengedepankan tabayyun (mendengar penjelasan), dengan gelap mata menganiaya juniornya hingga meregang nyawa. Sedih tentunya ilmu yang didapat selama di pondok tenyata hilang tak berbekas, persoalan sepele pun harus dibayar dengan nyawa.

Pasalnya, kasus perundungan terus meningkat meskipun berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, namun belum membuahkan hasil yang maksimal. Catat saja, menurut data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan. (kompas.com, 24 Juli 2022). 

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Kasus perundungan ibarat fenomena gunung es, kasus yang tidak terlaporkan bisa jadi lebih banyak. Karena pertimbangan nama baik sekolah dan keluarga, pelaku masih dibawah umur menjadi alasan tidak memperpanjang kasus. Lantas, sebenarnya apa yang menyebabkan generasi sekarang terbiasa melakukan perundungan dan bagaimana solusi tuntas mengakhiri perundungan?

Stimulan Kekerasan

Harus diakui penyebab utama maraknya kasus perundungan adalah masifnya stimulan (rangsangan) akan kekerasan yang difasilitasi oleh sistem sekuler kapitalis. Yakni sistem yang menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Wajar hal-hal yang menstimulasi kekerasan dibiarkan bahkan diproduksi secara massal lewat game, film ataupun bacaan.

Alhasil kasus perundungan terus terjadi meskipun solusi sudah diberikan. Sayangnya, solusi yang hanya fokus pada solusi kuratif (akibat) bukan pada preventif (pencegahan). Alih-alih membuat efek jera atau mengurangi kasus ini justru kian meningkat. Sebab, akar masalahnya tidak diselesaikan, yakni maraknya konten-konten yang menstimulasi kekerasan.

Persoalan perundungan adalah problem sistemik, tidak bisa diselesaikan secara parsial saja butuh solusi yang komprehensif. Pasalnya, perundungan bisa berasal dari keluarga yang kurang harmonis, lingkungan sekitar rumah ataupun lingkungan sekolah. Ditambah lagi sistem pendidikan sekuler yang menghasilkan anak-anak niradab dan kejam, sanksi yang diberikan pada pelaku tidak memberikan efek jera. Sistem pergaulan juga jauh dari nuansa tolong menolong, cenderung individualis.

Masihkah kita berharap pada sistem sekuler kapitalis melahirkan generasi yang rusak dan merusak? Bagaimana nasib generasi penerus bangsa kelak, seperti lingkaran setan yang tak kunjung selesai. Terlebih minimnya peran negara dalam melindungi generasi dari ancaman kekerasan verbal, fisik ataupun psikis. 

Islam Tuntaskan Kekerasan

Dunia pun mengakui bahwa peradaban Islam pernah mencetak generasi emas. Yakni tidak hanya melahirkan generasi yang bertaqwa dan faqih fiddin, namun juga memiliki kepribadian Islam. Anak-anak ditanamkan dalam benaknya visi hidupnya di dunia untuk meraih Ridha Allah  sehingga halal haram menjadi standar perbuatannya bukan kebebasan. Tinta sejarah mencatat banyak generasi emas yang lahir mulai dari imam mahzab, ahli matematika, ahli kedokteran, dan lain sebagainya.

Ini semua tidak lepas dari penerapan sistem Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Sistem ini menciptakan suasana keimanan dan ketaqwaan dalam keluarga, masyarakat bahkan negara. Berikut mekanisme Islam memberikan solusi preventif dan kuratif untuk menuntaskan kasus kekerasan atau perundungan:

Pertama, keluarga adalah pilar pertama penanaman aqidah dan visi hidup seorang muslim yang kokoh. Sehingga menumbuhkan ketaqwaan dalam dirinya dan menjadi imunitas atas berbagai pengaruh buruk dari luar rumah.

Kedua, kontrol masyarakat tak kalah penting dibutuhkan dalam penerapan Islam secara kaffah. Tanpa adanya masyarakat yang peka terhadap pelanggaran hukum syari'at tentunya akan kurang lengkap. Sebab, amar makruf nahi mungkar sudah menjadi budaya masyarakat Islam.

Ketiga, negara yang paling besar perannya dalam melindungi generasi dari berbagai hal-hal yang bisa merusak generasi. Dalam hal melindungi dari budaya kekerasan dengan mengawasi media dari bacaan, tontonan, game yang menstimulasi tindak kekerasan. Selain itu sistem pendidikan menggunakan kurikulum pendidikan Islam yakni mencetak anak-anak yang memiliki pola pikir dan sikap Islami. Sistem pergaulan yang sehat menjadikan halal haram menjadi standar perbuatan. Serta menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan apalagi sampai korban tewas sesuai dengan hukum syari'at. Terlebih ketika pelaku sudah baligh akan diterapkan hukum secara adil yakni berlaku hukum qishos. 

Demikian Islam sebagai pandangan hidup menuntaskan problematika manusia secara tuntas dan adil. Nyawa satu manusia sangat berharga dalam Islam, sehingga hal-hal yang bisa menstimulan kekerasan harus dihilangkan. Islam memandang perundungan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang adalah tindak kriminal. Rasulullah Saw bersabda "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai, Turmudzi dan dishahihkan Al-Albani). Wallahu A'lam.

Penulis: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan) 
Komentar

Tampilkan

Terkini