-->

Administrasi Merdeka Belajar, Siswa Belajar Mandiri dan Guru Sibuk Sendiri

31 Januari, 2024, 13.47 WIB Last Updated 2024-01-31T06:47:35Z
SAAT INI guru dan kepala sekolah disibukkan dengan penyusunan RHK (Rencana Hasil Kerja) dan pengisian SKP (Sasaran Kinerja Pegawai). Akibatnya SKP dan RHK itu pula, guru akhirnya melupakan tugas utamanya yakni mengajar kepada siswa-siswanya. Lebih miris lagi guru akhirnya sibuk berburu sertifikat yang bisa di jadikan bukti dukung untuk diunggah di PMM ( Platform Merdeka Mengajar). Sertifikat itu harus di dapatkan guru dengan mengikuti pelatihan, seminar, webinar lokakarya dan lain sebagainya. 

Pengisian PMM menguras banyak tenaga dan waktu para guru sehingga mereka disibukkan untuk memenuhi pengisian PMM sehingga tidak fokus untuk mengajar siswa. Ketika guru tidak selesai mengerjakan di sekolah maka akan dikerjakan kembali dirumah. Yang akhirnya menambah pekerjaan guru di rumah dan menambah masalah baru keluarga. Dimana, mengurusi kebutuhan dan pekerjaan rumah tidak maksimal. Guru dituntut untuk memperbaiki kualitas pendidikan tapi justru dibenturkan dengan kebijakan yang menjauhkan peran guru sebagai pendidik generasi yang mampu menciptakan kualitas individu-individu siswa yang berilmu dan berakhlak. (Pojok satu, 16/01/2024)

Agenda kurikulum merdeka hari ini memangkas waktu guru mengajar, hampir seharian, malahan hari ini nyaris semua kelas jam kosong karena guru sibuk mengurus PMM. 

Termasuk juga salah satu program yang jadi andalan adalah CGP (Calon Guru Penggerak). Dimana, banyak siswa yang mengeluh tentang cara mengajar guru yang terlibat dalam program CGP pasalnya guru-guru ini hanya memberi tugas tanpa membimbing. Guru-guru ini hanya menjadikan tugas sebagai alasan agar siswa sibuk sendiri. Padahal, siswa dalam mengerjakan tugas tetap butuh bimbingan dan arahan. Tapi sayangnya, mereka sulit mendapatkan itu, karena guru yang bersangkutan sibuk sendiri dengan tugas-tugas CGP nya. 

Kurikulum Merdeka seakan jadi beban bagi sang pendidik dan generasi. Maka, kurikulum yang lahir dari sistem sekuler dimana aturan dibuat manusia bukan pencipta tidak akan mampu mencetak generasi terbaik dan tidak akan mampu memberikan kesejahteraan pada sang guru. Sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumber daya manusia (peserta didik) yang berpikir profit oriented dan menjadi economic animal.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Negara wajib mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidik juga mendapat hak nya sebagai orang yang berjasa memberikan ilmunya. 

Pendidikan dalam islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian islam; (2) Menguasai pemikiran islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

Kurikulum dibangun berlandaskan akidah islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. 

Dalam proses pendidikan, keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladanan (uswah) yang baik (transfer of values). Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. Agar profesional, guru harus mendapatkan pengayaan guru dari sisi metodologi, sarana dan prasarana yang memadai, jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.

Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.

Inilah solusi cerdas yang harus diadopsi siapa saja yang peduli, terutama pemerintah, jika memang benar-benar tulus bermaksud menyelamatkan pendidikan termasuk di dalamnya pendidik dan generasi.

Penulis: Yuliana, S.Sos (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Komentar

Tampilkan

Terkini