WARGA KOTA BALIKPAPAN, Kalimantan Timur resah karena kelangkaan gas elpiji subsidi tiga kilogram. Fenomena kelangkaan gas LPG berukuran 3 kilogram atau yang sering disebut gas melon di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur kembali terjadi. Bahkan kelangkaan gas bersubsidi kali ini terjadi secara merata di seluruh wilayah kota Balikpapan. Hal ini terbukti dari pengakuan para warga yang menyebutkan dari sekian jumlah pangkalan LPG yang dikunjungi selalu kehabisan gas melon sejak pekan lalu. Warga menilai kondisi ini sangat disayangkan, pasalnya kota Balikpapan yang merupakan kota minyak seharusnya tidak terjadi kekurangan gas kebutuhan rumah tangga. TribunKaltim com
Kondisi kelangkaan gas LPG 3 kg terus terjadi berulang. Apalgi disaat ada pun, harganya melonjak tinggi bisa sampai 100 ribu per tabungnya. Ketika ingin mendapatkan harga murah atau pun gratis, itu pun tidak mudah didapatkan tetapi dengan persyaratan yang sangat menyulitkan masyarakat, dengan cara didata dan mengantri itu pun harus menunggu dulu seharian untuk membuat dapur ber asap dan memenuhi asupan keluarga.
Seperti yang kita ketahui, bahwa minyak dan gas merupakan sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negeri ini. Seharusnya negara menjadi peran penting dalam mengelola serta menyediakan minyak dan gas tersebut untuk rakyatnya dengan harga yang relatif lebih murah bahkan digratiskan.
Tetapi di kondisi saat ini hal itu sulit di dapatkan di tengah tengah masyarakat, dikarenakan sistem yang berlaku hari ini adalah sistem kapitalisme, maka mereka memposisikan gas LPG sebagai objek komersialisasi. Artinya, gas boleh dimiliki bahkan dikelola oleh siapapun baik individu/asing/swasta selama mereka memiliki modal yang besar dalam mengelolanya.
Apabila SDA ini telah dikuasai oleh segelintir orang/swasta, maka jelas keuntungan besar akan didapat oleh pengelola tersebut. Sedangkan rakyat harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan pokok yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh sang kepala rumah tangga. Sungguh ironi melihat ketimpangan yang nyata ini antara korporasi (perusahaan) dan rakyat.
Di sisi lain, negara hanya memiliki peran sebagai regulator saja dan bukan penanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan rakyat. Negara hanya melakukan dan mengesahkan segala macam aturan yang memudahkan para korporasi berinvestasi dalam mengelola SDA ini. Lantas, jika bukan kepada negara, lalu rakyat harus berlindung kepada siapa?
Islam mampu mensejahterakan masyarakat dan mampu mengelolah SDA
Islam adalah agama yg sempurna dan paripurna bukan hanya mengatur masalah ibadah saja , tetapi juga mengatur masalah kehidupan ditengah tengah masyarakat hingga sampai ke masalah negara.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Islam memandang bahwa gas LPG dan SDA lainnya merupakan kepemilikan umum. Artinya, semua itu milik rakyat dan harus dikembalikan ke rakyat. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api." (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits di atas, jelas bahwasanya gas LPG termasuk jenis harta milik umum. Sehingga tidak boleh dikuasai individu/asing/swasta dan pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta.
Kemudian karena pengelolaannya tidaklah mudah, maka butuh bantuan tenaga para ahli serta peralatan yang canggih untuk mengeluarkannya dari perut bumi. Di sini negara-lah pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengelolaan minyak bumi ini. Hasil dari pengelolaan tersebut, kemudian segera didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara adil dan merata.
Di dalam Islam, tugas penguasa adalah ri’ayah su’unil ummat, yakni mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Penguasa bukanlah pelayan kepentingan korporat atau pejabat. Dengan pandangan ini, Islam menetapkan kebijakan terkait harta milik rakyat sebagai berikut:
Pertama, setiap harta yang terkategori milik umum, seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, hutan, sungai, laut, sumber daya mineral, barang tambang dan sejenisnya, negara wajib mengelolanya dan mengembalikan hasil pengelolaan tersebut kepada rakyat agar mereka dapat menikmati dan memanfaatkannya.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini menjadi pedoman pengelolaan harta milik umum yang jumlahnya melimpah dan dibutuhkan masyarakat tidak boleh dikelola, dimiliki, atau dikuasai oleh individu, swasta, apalagi asing.
Kedua, negara mengelola SDA mulai dari proses produksi, distribusi, hingga masyarakat dapat memanfaatkannya dengan harga murah dan terjangkau. Kalaulah ada harga yang harus mereka bayar, itu hanya untuk mengganti biaya produksi saja. Negara tidak boleh mencari keuntungan dari hasil pengelolaan harta yang menjadi hajat publik.
Ketiga, dalam pemanfaatan LPG yang menjadi kebutuhan semua orang, tidak boleh ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. Seluruh rakyat berhak menikmatinya baik kaya maupun miskin, sehingga tidak ada istilah LPG subsidi dan nonsubsidi.
Maka jika pengelolaan akan sumber daya alam ini diserahkan kepada pihak yang tepat yaitu negara, serta sesuai dengan syariat Islam insya Allah kemakmuran dan kesejahteraan-lah akan dirasakan oleh rakyat bahkan negara. Wallahu a'lam bish-shawab.
Penulis: Devi Ariani (Pemerhati Umat)