-->

Pajak dan Retribusi Disahkan, Layanan Publik Semakin Mahal

02 Februari, 2024, 09.53 WIB Last Updated 2024-02-02T02:53:14Z
PERATURAN DAERAH (PERDA) Nomor 7 Tahun 2023 tentang pajak dan retribusi Daerah telah disahkan, hal ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi sebagian besar masyarakat. Pasalnya, kenaikan pajak dan retribusi daerah bakal berpengaruh terhadap kenaikan harga pada layanan publik, termasuk tarif berobat.

Seperti yang terjadi di salah satu rumah sakit di Kabupaten Berau. Direktur RSUD dr Abdul Rivai, Jusram mengungkapkan, kenaikan tarif berobat terjadi di poli, baik itu untuk rawat jalan maupun rawat inap. Tarif ini mulai diberlakukan sejak Kamis (4/1/2024) lalu sembari sosialisasinya ke masyarakat dilakukan berjalan. (Mediakaltim.co.id 10/01/2024)

Kenaikan tarif berobat ditambah pelayanan yang buruk, terutama pengguna layanan BPJS semakin meresahkan masyarakat. Menurut penelusuran berauterkini.co.id di ulasan Gmaps untuk pencarian RSUD dr Abdul Rivai Berau, mendapati ratusan ulasan yang memberi nilai merah terhadap pelayanan rumah sakit. Diberi bintang 2,1 dari nilai bintang tertinggi sebanyak 5.

Soal penilaian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Rivai, yang disebut mendapatkan rapor merah, menurut Bupati Berau Sri Juniarsih, karena fasilitasnya yang terbatas.

Selain itu ada tiga item yang dikritik, yakni kualitas sumber daya manusia (SDM) yang melayani setiap pasien, parkiran, hingga antrean panjang kala pasien hendak berobat, disebut perlahan mendapatkan pembenahan.

Nasib Pengguna Layanan BPJS 

Bukan hanya di kabupaten Berau, keluhan masyarakat terkait layanan berobat yang menggunakan jaring BPJS hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Rata-rata rumah sakit (RS) tersebut berplat merah, artinya berada di bawah langsung oleh pemerintah daerah setempat. Walau diklaim telah melakukan pembenahan, namun faktanya hal serupa masih terulang tanpa perubahan yang signifikan.

Konsep asuransi kesehatan dengan membayar iuran bulanan rupanya tak menjamin sepenuhnya. Padahal, peserta telah membayar jaminan tiap bulan agar nantinya pada saat sakit akan lebih mudah mendapatkan pelayanan jasa berobat. Disisi lain, program ini membagi kelas sesuai besarnya tarif yang telah disepakati sesuai dengan kemampuan peserta. Maka besarnya nilai iuran akan berpengaruh pada fasilitas yang akan didapatkan. 

Adanya kelas iuran yang diciptakan oleh pihak BPJS membuat kesenjangan antara miskin dan kaya. Akhirnya masyarakat berupaya membayar sesuai dengan kemampuan finansial. Lebih besar iuran maka akan mendapatkan fasilitas yang lebih baik, begitupun sebaliknya. Retribusi disahkan hanya memperjelas bahwa jasa dan fasilitas umum tidak gratis walau sudah dicover oleh BPJS. Mind set seperti ini sudah tertanam dalam sistem pelayanan kesehatan ala kapitalis. Maka rakyat kecil harus rela dan bersabar jika mendapatkan pelayanan yang berbeda dan kurang memadai.

Liberalisasi dalam dunia kesehatan telah lama bercokol di negeri ini. Asas yang diterapkan adalah keuntungan semata, tidak perduli pada hajat hidup rakyat sekalipun. Layanan publik berupa kesehatan sarat dengan bisnis yang menguntungkan, mulai dari pendidikan tenaga medis yang tidak murah, peralatan atau pengadaan fasilitas, begitupun obat-obatan semuanya berpotensi untuk dikapitalisasi.

Sarana umum seperti umah sakit daerah yang dibangun memang milik pemerintah tapi pengelolaan serta pengadaan barang dan fasilitas medis diserahkan kepada pihak swasta, sehingga kebijakan terkait harga gampang dimanipulasi.

Dalam sistem kapitalis sekuler, negara hanya berperan sebagai regulator bagi para pengusaha dalam proyek pengadaan sarana dan prasarana medis. Asuransi kesehatan pun telah diserahkan kepada pihak swasta yakni, badan penyelenggara jaminan kesehatan  (BPJS). Alhasil, rakyat tetap terbebani dengan iuran perbulan namun pelayanan yang memadai sulit didapatkan.

Pandangan Islam Terhadap Pajak dan Asuransi kesehatan

Dalam Islam, tidak diwajibkan menarik pajak terhadap warga. Dalam kondisi darurat negara boleh menarik pajak tersebut pada orang-orang tertentu. Pajak yang ditetapkan terbagi menjadi 2, yaitu:
1.Pajak yang diambil secara adil dan memenuhi berbagai syaratnya.
2.Pajak yang diambil secara zhalim dan melampaui batas.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Pajak yang diwajibkan oleh penguasa muslim karena keadaan darurat untuk memenuhi kebutuhan negara atau untuk mencegah kerugian yang menimpa, sedangkan kas negara tidak cukup dan tidak dapat menutupi biaya kebutuhan tersebut, maka dalam kondisi demikian ulama telah memfatwakan bolehnya menetapkan pajak atas orang-orang kaya dalam rangka menerapkan kemaslahatan.

Sementara asuransi kesehatan hukumnya adalah haram karena didalamnya mengandung unsur perjudian, ketidakpastian, riba, dan  eksploitasi yang bersifat menekan. Asuransi termasuk jual beli atau tukar-menukar mata uang secara tidak tunai.

Tinta emas peradaban Islam telah menulis tentang pelayanan kesehatan dalam sejarah kepemimpinan Islam. Hal ini bisa dilihat dari tiga aspek. 

Pertama, pembudayaan hidup sehat. Pola hidup sehat dengan gizi yang cukup, tidur teratur dan berolahraga, termasuk lingkungan hidup yang bersih. Rasulullah adalah teladan dalam konsep hidup sehat. Dalam catatan sejarah, beliau jarang sakit walau hidup beliau terbilang sederhana.

Kedua, kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang kesehatan. Pendidikan kedokteran yang bebas biaya dan berdasarkan aqidah Islam akan mengeluarkan output yang berkompeten dan jauh dari petaka malpraktek. Berbagai penelitian tentang penyakit dan pengobatannya dibiayai sepenuhnya oleh negara dan dijamin kehalalannya. Berbagai inovasi kesehatan melalui produk-produknya berupa obat atau sarana prasarananya.

Kemajuan yang dicapai dalam dunia kedokteran adalah semata-mata mengikuti perintah Allah Swt. dalam menjaga urusan rakyat. Salah satu hadits yang terkenal berbunyi, “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya.” *(HR Al-Bukhari).* Keberadaan obat untuk berbagai penyakit dan memenuhi segala urusan rakyat akan mendorong umat islam untuk membuat kemajuan ilmu dan teknologi dalam penelitian medis.

Ketiga, penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan dengan menyediakan  fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, termasuk kualitas dan kuantitas para dokter terbaik. Pendidikan kedokteran yang bebas biaya dan berdasarkan aqidah Islam akan melahirkan para dokter yang berkompeten.

Negara sebagai benteng umat akan memastikan rakyat hidup sejahtera dengan menjamin kelangsungan hidup mereka dengan jaminan pekerjaan layak. Pendidikan, kesehatan dan keselamatan rakyat menjadi prioritas, sehingga negara memberikan pelayanan dengan gratis dan berkualitas.

Adapun biayanya, diambil dari kas negara yang bersumber dari pendapatan daerah yang berasal dari SDA yang dikelola oleh negara. SDA sebagai harta milik rakyat tidak diserahkan kepada pihak swasta, apapun alasannya.

Dengan demikian, tidak perlu ada kenaikan pajak dan retribusi, karena negara telah menjamin sepenuhnya sebagai bentuk perlindungan kesehatan bagi masyarakat. 

Wallahu a'lam bisshowab

Penulis: Hafsah (Pemerhati Masalah Umat)
Komentar

Tampilkan

Terkini