-->

BIS RUTIN Bukan Solusi Hakiki Memberantas Stunting

25 Juni, 2024, 06.51 WIB Last Updated 2024-06-24T23:53:19Z
DESA Klempang Sari, Kabupaten Paser pada Hari Sabtu, 8 Juni 2024, Puskesmas Kuaro meluncurkan program inovatif bernama “Bis Rutin“ di Desa Klempeng Sari. Program ini merupakan salah satu upaya strategi dalam pencegahan stunting di wilayah Puskesmas Kuaro, khususnya di empat desa lokus stunting di wilayah tersebut: Padang Jaya, Rangan, Klempang Sari dan Pasir Mayang.

Stunting merupakan tinggi badan yang rendah menurut usia anak atau gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi yang parah (kronis) dan infeksi yang persisten sehingga anak menjadi pendek atau sangat pendek. Anak yang stunting tidak tampak kurus karena anak bisa terlihat gemuk atau berat badannya normal, hanya saja anak menjadi lebih pendek dari pada ukuran tinggi badan yang seharusnya pada usia tersebut. Stunting harus diwaspadai dengan memastikan asupan gizi anak terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap zat gizi protein pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Washing adalah kondisi anak yang berat badannya menurun seiring waktu hingga total berat badannya rendah (kurus) dan menunjukkan penurunan berat badan (akut) dan parah.

Bis rutin, yang merupakan singkatan dari “Bersama Kita Cegah Stunting dengan menurunkan Wasting,” adalah kumpulan kegiatan terintegrasi antara program yang bekerja sama dengan kader dan lintas sektor. Tujuannya agar stunting menurun 14 persen dengan menekan angka  wasting yang berpotensi menjadi stunting. (Dinas Kesehatan Kabupaten Paser, 8/6/2024)

Akar Masalah

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi yang terutama terjadi akibat gizi buruk yang dialami Aceh ibu hamil maupun oleh balita.  Selain gizi buruk, lingkungan balita dibesarkan pada 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) menjadi faktor penentu seorang balita berpotensi terkena stunting atau tidak. 

Setidaknya ada 4 faktor penyebab stunting selain gizi buruk.

Pertama: Praktek pengasuhan kurang baik.
Kedua: terbatasnya layanan kesehatan selama masa kehamilan  ibu.
Ketiga: kurangnya akses keluarga ke makanan bergizi.
Keempat: terbatasnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Oleh karenanya, sebelum bicara penurunan stunting, kita harus cermati  akar  munculnya gizi buruk, sanitasi buruk, infrastruktur kesehatan yang kurang memadai, pendidikan atau literasi rendah, dansebagainya.

Meski antara kemiskinan dan stunting tidak selalu berkorelasi, kondisi ekonomi keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan lebih rentan dan berisiko mengalami stunting. Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan pemenuhan gizi dan nutrisi seimbang bagi ibu dan bayi dengan harga terjangkau, akses dan layanan kesehatan, serta sanitasi yang layak dan air bersih.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Ditambah peran negara yang berjalan lambat dan kurang serius, apalagi jika program pencegahan stunting di bumbui dengan penyalah gunaan anggaran.

Penanganan yang tepat

Menyelesaikan masalah stunting haruslah dilakukan secara fundamental dan menyeluruh. Stunting tidak akan selesai tuntas dengan mensolusi masalah-masalah cabangnya saja. Semisal, pemberian tambahan makanan, susu gratis, atau makan siang gratis. Stunting ada karena ada masalah utama yang mendasarinya sehingga harus ditangani dengan tepat dan benar.

Pencegahan stunting dapat dilakukan melalui penyelesaian multidimensi

Pertama, Negara menyediakan infrastruktur kesehatan yang memadai bagi seluruh warga. Tidak boleh ada pembatasan akses layanan kesehatan bagi siapa pun. Orang kaya maupun orang miskin berhak terjamin akan kesehatannya, terutama ibu hamil dan balita. Dalam sistem pemerintahan Islam, akses dan layanan kesehatan diberikan secara gratis, baik dalam rangka pemeriksaan, rawat jalan, perawatan intensif, pemberian nutrisi tambahan ataupun vaksinasi. 

Kedua, Negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat  berupa  sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Jika setiap kepala keluarga mudah mencari nafkah dengan kebijakan negara yang memberi kemudahan mendapat pekerjaan, para ayah tidak akan merasa waswas mencukupi kebutuhan pokok keluarganya.

Ketiga, Negara memberi edukasi terkait gizi pada masyarakat. Edukasi ini bisa berjalan efektif manakala faktor yang menjadi sebab terbatasnya  akses makanan bergizi. 

Jika negara menjamin pemenuhan pendidikan untuk seluruh warga, masyarakat akan memiliki kepekaan literasi dan mampu mencerap edukasi yang diberikan.

Keempat, Negara melakukan pengawasan dan pengontrolan berkala agar kebijakan negara seperti layanan kesehatan, akses pekerjaan, stabilitas harga pangan, hingga sistem pendidikan, serta penggunaan anggaran dapat berjalan secara amanah.

Solusi Hakiki

Masalah stunting bukan hanya menjadi beban keluarga, melainkan merupakan tanggung jawab negara sebagai layan rakyat yang bertugas menjamin  dan memenuhi kebutuhan mereka secara optimal. Stunting merupakan masalah sistemis yang multidimensi sehingga dibutuhkan solusi sistemis dan holistis.

Semua itu bisa terwujud dengan paradigma kepemimpinan dan sistem yang mengikuti aturan Maha Pencipta, yaitu Islam Kaffah. Jika masih menggunakan paradigma kapitalisme, pencegahan stunting tidak akan berjalan afaktif sebab fungsi negara dalam kacamata kapitalisme hanya sebagai regulator kebijakan, bukan pelayanan.

Waalahuallam biishowab.

Penulis: Siti Hadijah, S.Pdi (Pemerhati Kebijakan Publik)
Komentar

Tampilkan

Terkini