LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Sebuah bendera yang berasal dari dunia fiksi kini mengguncang ruang ruang publik di dunia nyata. Bendera bajak laut Topi Jerami dari serial One Piece kini tidak lagi hanya berkibar di layar kaca atau konvensi pop culture. Ia hadir di tengah tengah demonstrasi mahasiswa, panggung diskusi publik, hingga spanduk-spanduk komunitas pemuda. Dan tak butuh waktu lama, simbol ini pun menuai reaksi keras dari aparat dan pemerintah.
Beberapa daerah bahkan mengeluarkan instruksi tidak resmi untuk melarang pengibaran bendera ini di ruang publik, dengan dalih “menghindari provokasi ideologis” atau “memelihara ketertiban umum.” Tak sedikit mahasiswa yang benderanya disita dalam aksi damai, atau diminta melepas atribut bajak laut oleh pihak keamanan kampus. Tindakan represif ini menimbulkan pertanyaan besar:
Mengapa negara sekuat ini bisa gentar terhadap sehelai bendera dari dunia imajinasi?
Makna Simbolik di Balik Tengkorak Bertopi Jerami
Dalam serial One Piece bendera bajak laut Topi Jerami bukanlah simbol kekerasan, melainkan simbol perlawanan. Luffy, sang pemimpin kru, dikenal sebagai pribadi yang tidak tunduk pada kekuasaan korup, tidak patuh pada sistem yang menindas, dan tidak segan membela rakyat tertindas meskipun harus berhadapan dengan pemerintah dunia. Di balik gaya ceria dan petualangan, narasi One Piece memuat kritik tajam terhadap struktur kekuasaan, elitisme, korupsi, hingga monopoli informasi.
Bagi generasi muda hari ini, terutama mereka yang kecewa dengan situasi sosial-politik, bendera Topi Jerami menjelma menjadi simbol harapan alternatif. Harapan atas dunia yang lebih adil, atas perjuangan yang tidak harus bersandar pada elit, dan atas solidaritas yang tidak dibatasi oleh ras, agama, atau status sosial.
Reaksi Pemerintah: Ketakutan atau Kekeliruan?
Namun yang terjadi di lapangan justru menyedihkan. Pemerintah alih-alih merespons dengan pendekatan budaya atau dialog memilih jalan singkat: larangan dan stigmatisasi. Bendera ini mulai dicurigai sebagai "alat provokasi", bahkan dianggap sebagai simbol radikalisme halus oleh sebagian aparat yang gagal membedakan antara fiksi dan subversi.
M. Ikram Al Ghifari selaku pengamat kebijakan publik, angkat suara menanggapi fenomena ini, Kamis (07/08/2025).
"Kita sedang menyaksikan simbol fiksi yang digunakan sebagai media ekspresi sosial politik. Ini bukan soal anime semata, tapi bagaimana generasi muda mulai mencari representasi baru untuk menyuarakan keresahan mereka. Ketika simbol seperti bendera One Piece diangkat, itu artinya ada krisis kepercayaan terhadap simbol formal negara. Ketika negara merasa terancam oleh simbol budaya populer, kita sedang melihat betapa tipisnya kepercayaan negara terhadap generasi mudanya sendiri. Ini bukan soal bendera, tapi soal narasi,” ujarnya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Ikram menilai bahwa pelarangan simbol seperti ini justru menunjukkan kegagapan negara dalam membaca bahasa generasi baru.
"Anak muda tidak lagi percaya pada orasi formal yang kosong. Mereka mencari identitas dalam narasi yang jujur, dalam simbol yang mencerminkan perjuangan. Dan ketika pemerintah mulai membatasi simbol itu, yang tampak bukan kontrol, tapi ketakutan yang tidak rasional" tambahnya.
Simbol Perlawanan yang Tak Bisa Dimatikan
Sejarah telah berkali-kali membuktikan bahwa larangan terhadap simbol tidak pernah berhasil mematikan makna. Bendera Topi Jerami bukan sekadar kain, melainkan manifestasi keresahan kolektif. Ia hidup karena ada ketimpangan, ketidakadilan, dan ruang dialog yang makin menyempit.
Melarang bendera ini tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, itu hanya akan memperbesar resistensi. Semakin ditekan, semakin kuat daya hidup simbol tersebut karena ia kini bukan lagi milik Luffy, tapi milik mereka yang ingin bebas dari tekanan sistem.
Pertanyaan Akhir: Takut pada Bendera, atau Takut pada Kesadaran?
Pertanyaan besar pun mencuat ke permukaan:
Apakah pemerintah benar-benar takut pada selembar kain dengan tengkorak kartun? Atau sebenarnya yang mereka takutkan adalah kesadaran baru yang sedang tumbuh di tengah generasi muda kesadaran untuk tidak tunduk buta, untuk berani bertanya, dan untuk memilih menjadi manusia merdeka dalam pikir dan sikap?
Bendera One Piece mungkin hanya fiksi. Tapi ia menyingkap realita yang sangat nyata: bahwa di negeri ini, bahkan simbol khayalan pun bisa membuat penguasa gelisah.[*/Red]



