-->

 



Warga Singkil Desak Janji Gubernur Aceh Ukur Ulang HGU

12 Oktober, 2025, 21.34 WIB Last Updated 2025-10-12T14:46:06Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH -  Janji Gubernur Aceh untuk melakukan pengukuran ulang seluruh lahan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah provinsi kembali menuai perhatian serius. Pernyataan tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk memperbaiki tata kelola agraria, namun hingga kini belum terlihat tindakan nyata di lapangan. Kondisi ini menimbulkan keraguan masyarakat terhadap komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan prinsip transparansi dan keadilan.

Menurut Rahman, S.H., putra asli Singkil yang juga pemerhati hukum dan kebijakan agraria, kebijakan pengukuran ulang HGU merupakan momentum penting untuk menata kembali struktur kepemilikan dan penguasaan tanah di Aceh. Ia menilai bahwa selama ini banyak HGU perusahaan besar di Aceh menyimpang dari izin yang berlaku, melampaui batas wilayah, bahkan menelantarkan lahan tanpa sanksi tegas.

“Sudah terlalu lama masyarakat menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Janji pengukuran ulang ini harus diwujudkan secara terbuka, dengan dasar hukum yang kuat dan melibatkan masyarakat adat,” tegas Rahman kepada media ini, Minggu (12/10/2025).

Praktik penyalahgunaan izin dan lemahnya pengawasan negara telah menjadikan pengelolaan HGU di Aceh sebagai sumber konflik agraria berkepanjangan. Wilayah seperti Aceh Singkil, Nagan Raya, dan Aceh Timur terus menghadapi ketegangan antara masyarakat lokal dan perusahaan perkebunan besar, sementara penyelesaian yang adil masih belum tampak.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Rahman menegaskan, pengukuran ulang tidak boleh menjadi formalitas administratif, melainkan langkah hukum dan moral untuk menegakkan keadilan agraria. Pemerintah Aceh, kata dia, perlu segera membentuk tim independen lintas sektor yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, lembaga adat, organisasi HAM, dan masyarakat sipil, agar prosesnya dapat dipantau secara objektif dan akuntabel.

Selain itu, hasil pengukuran ulang harus diumumkan secara publik agar masyarakat dapat mengetahui status dan batas lahan yang selama ini dikuasai perusahaan. Keterbukaan informasi menjadi kunci untuk menghindari praktik manipulasi data dan penyalahgunaan kewenangan di lapangan.

Jika janji ini kembali berakhir tanpa hasil nyata, maka publik menilai Gubernur Aceh telah gagal menjawab tuntutan keadilan dan hak rakyat atas tanahnya sendiri. Rahman mengingatkan bahwa kegagalan menata ulang HGU bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga pelanggaran terhadap amanat konstitusi dan prinsip keadilan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.

“Tanah di Aceh bukan sekadar aset ekonomi, melainkan identitas, sumber kehidupan, dan kehormatan masyarakat. Karena itu, pengelolaan yang adil dan transparan adalah kewajiban moral serta politik pemerintah,” tutup Rahman, S.H., putra asli Singkil yang terus menyerukan pembaruan tata kelola agraria Aceh secara berkeadilan.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini