-->

 



 


Bupati Pergi Umrah Saat Banjir dan Tanah Longsor, Ketua IMAS Lhokseumawe–Aceh Utara Kecam Keras Sikap Tidak Bertanggung Jawab

07 Desember, 2025, 06.12 WIB Last Updated 2025-12-06T23:12:00Z
LINTAS ATJEH | ACEH UTARA - Di tengah bencana banjir dan longsor yang melanda 11 kecamatan di Aceh Selatan beberapa hari terakhir, publik dikejutkan oleh keputusan Bupati Aceh Selatan yang memilih berangkat umrah ke Tanah Suci. Sebelumnya, sebuah dokumen  melalui surat bernomor 360/1315/2025, menyatakan bahwa daerah “tidak sanggup” menangani kondisi darurat ini.
‎Di saat ribuan warga terisolasi, jalan-jalan putus, dan banyak desa masih menunggu bantuan logistik yang memadai, keputusan seorang kepala daerah meninggalkan daerah dalam kondisi darurat dinilai sebagai bentuk kelalaian moral dan pelanggaran tanggung jawab jabatan publik.
‎Ketua Ikatan Mahasiswa Aceh Selatan (IMAS) Lhokseumawe–Aceh Utara, Arian Dani, mengecam keras terhadap tindakan tersebut. Menurutnya, keputusan berangkat umrah di tengah bencana besar merupakan tindakan yang tidak mencerminkan empati maupun kepemimpinan yang layak.
‎“Rakyat sedang berjuang melawan banjir, rumah hanyut, akses terputus, anak-anak kedinginan. Tetapi bupatinya justru pergi meninggalkan daerah nya. Ini bukan sekadar kelalaian, ini pengkhianatan terhadap amanah,” tegas Arian Dani kepada media, Minggu (07/12/2025).
‎Ia menilai, seorang kepala daerah seharusnya menjadi orang yang tetap bertahan di daerah dan turun ke lapangan, memastikan proses evakuasi berjalan, mendistribusikan bantuan, serta mengoordinasikan seluruh unsur penanganan darurat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat berusaha menyelamatkan diri, relawan bekerja tanpa henti, sementara bupati menghilang dari daerah.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
‎Arian menambahkan bahwa bencana kali ini bukan musibah biasa. Hujan deras berkepanjangan memicu gelombang banjir di banyak kecamatan, memutuskan jalan utama, merendam fasilitas umum, dan membuat sejumlah titik benar-benar tidak bisa dijangkau. Banyak warga melaporkan kelaparan karena bantuan terlambat, sementara beberapa desa terisolir mengalami kekurangan obat-obatan dan selimut.
‎Ketika rakyat dalam keadaan darurat, pilihan pemimpinnya justru lari dari tanggung jawab. Ini bukan hanya memalukan, tapi menyakitkan bagi masyarakat Aceh Selatan,” lanjut Arian.
‎Menurutnya, tindakan bupati tersebut harus dievaluasi secara serius. Ia menegaskan bahwa mahasiswa Aceh Selatan di perantauan akan terus mengawal isu ini, serta mendesak pemerintah provinsi dan pusat agar mengambil langkah tegas.
‎“Kami dari IMAS Lhokseumawe–Aceh Utara meminta pemerintah provinsi dan pusat mengambil sikap tegas. Jika bupati tidak sanggup mengurus rakyat saat bencana, maka lebih baik mundur. Aceh Selatan butuh pemimpin, bukan penonton,” ujar Arian
‎Selain itu, Arian juga mendorong masyarakat untuk tetap bersuara dan melaporkan kebutuhan mendesak di lapangan. Menurutnya, tekanan publik adalah cara paling efektif untuk memastikan pemerintah tidak menutup mata atas penderitaan warga.
‎Di tengah krisis yang masih berlangsung, mahasiswa, relawan, dan warga berharap agar penanganan bencana dapat dipimpin oleh sosok yang hadir, bekerja, dan bertanggung jawab. Bukan pemimpin yang menghilang di saat rakyat paling membutuhkan kehadirannya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini