-->








Kisah Perjalanan Hidup Gadis Perguato Gorontalo [Bagian II]

04 April, 2015, 09.34 WIB Last Updated 2015-04-04T02:35:19Z
Oleh Istanjoeng


Aku sendiri memiliki kekasih yang sangat aku cintai. Namanya Boby, masa-masa indahku kulewati bersama Boby. Indah kurasakan masa remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku saat itu. Dan sepertinya meresetui sinyal-sinyal hubungan atas kami.

Hingga akhirnya musibah ini tiba. Aku dilamar oleh seorang Pria yang sangat aku kenal, yah..! Siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan. Lewat Pamanku, orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.

Mendengar penuturan Mama saat memberi tau tentang lamaran itu, kurasa dunia ini gelap. Kepalaku pening. Aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran itu.

Dengan tegas! Dan tidak berbelit-belit, aku sampaikan langsung kepada kedua orangtuaku. Bahwa aku menolak lamarannya-keluarganya Kak Arfan, dan dengan terang-terangan pula aku menyampaikan bahwa aku telah mempunyai kekasih pujaan hatiku yang sangat aku cintai.

Ya..! Dengan terang-terangan pula aku sampaikan bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby. Mendengar semua itu Ibuku shok dan jatuh tersungkur ke lantai. Aku pun tak menduga kalau sifatku yang egois hingga membuat Mamaku shok.

Baru kutahu bahwa Mama menerima lamaran resmi dari orang tua Kak Arfan, hatiku sedih saat itu. Kurasakan dunia saat itu begitu.. Kelabu. Aku seperti menelan buah Simalakama, seperti orang yang paranoid, bingung dan tidak tau harus ikut! Kata orang tua, atau lari bersama kekasih pujaan hatiku Boby.

Hati ku sedih saat itu, ahirnya dengan berat hati dengan penuh kesedihan, aku menerima lamaran Kak Arfan menjadikan aku sebagai Isterinya dan sebagai Suamiku. Dan kujadikan malam terahir perjumpaan dengan Boby di rumahku.

Meluapkan segala kesedihanku. Jujur! Meskipun kami saling mencintai, tetapi Boby mau-tidak mau harus menerima aku menikah dengan Kak Arfan, karna dia sendiri mengakui belum siap membina rumah tangga saat itu.

Pembaca lintasatjeh.com yang budiman. Tanggal 11 Agustus 2007, akhirnya pernikahan kami pun digelar, aku merasakan bahwa pernikahan itu menyesak dadaku, air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan itu, di tengah-tengah senyuman orang-orang yang hadir di malam acara itu.

Mungkin akulah yang... Paling tersiksa, karna masa ramajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah aku cintai, dan yang paling tidak bisa menahan air mataku, ternyata mantan kekasihku Boby hadir di acara resepsi pernikahan itu.

Ya.. Allah..!  Mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah..! Mengapa yang jadi korban ini adalah aku. Pembaca Nurani lintasatjeh.com yang budiman. Waktu terus berputar, dan malam pun semakin merayap.

Hingga selesailah acara resepsi pernikahan kami. Satu persatu tamu mulai meninggalkan pamit pulang, hingga sepilah rumah kami, saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapat suamiku Kak Arfan di dalamnya, dan sebagai Isteri yang terpaksa menikah denganya.

Maka akupun membiarkanya, dan langsung membaringkan tubuhku, setelah sebelumnya kuhapus Meap pengantinku, yang menghiasiku, dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tidak perduli kemana Kak Arfan suamiku malam itu.

Karena rasa capek diserang rasa ngantuk pun, aku akhirnya tertidur. Tiba-tiba di sepinya malam aku tersentak, melihat sosok hitam yang berdiri di samping ranjang tidurku, dadaku berdegup kencang, aku hampir saja berteriak histeris.

Andai saja aku tidak mendengar suara Takbir terucap lirik dari sosok yang berdiri itu. Perlahan aku perhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di samping ku itu adalah Kak Arfan.

Suamiku yang sedang Sholat. Tahajud, perlahan membaringkan tubuhku membelakannginya, yang saat itu sedang Sholat Tahajud, ya... Allah!!! Aku lupa yang selama ini aku telah menjadi Istrinya Kak Arfan.

Tetapi meskipun demikian aku tidak bisa menerimanya dalam hidupku, saat itu, karna masih membawa perasaan mengantuk, aku pun kembali tertidur, hingga pukul 4:00 WIT, dini hari. Kudapatkan Suamiku tertidur beralaskan sajadah di bawah ranjang pengantin kami.

Dadaku kembali bedegup kencang tatkala mendapatinya, aku masih lupa dan tak percaya, kalau aku telah bersuami semalam, tetapi ada sebuah tanya terbetik dalam benakku, mengapa Kak Arfan tidak tidur di atas ranjang bersamaku.

Kalau pun Ia belum menyentuhku. Ya..!!! Paling gak tidur seranjang denganku! Itu kan logikanya,"Ada apa ini," ujar ku dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapean, sama seperti diriku.




Bersambung...........
Komentar

Tampilkan

Terkini