-->








Sekjen MeuSeRaYA Minta KPK Usut Tuntas Pertambangan di Aceh Selatan

04 Juni, 2017, 03.58 WIB Last Updated 2017-06-03T20:58:14Z
BANDA ACEH - Forum Mahasiswa dan Pemudan Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA) mendesak agar Komite Pembarantasan Korupsi (KPK) turun untuk mengusut adanya indikasi korupsi pengelolaan sektor  pertambangan dan  di Aceh Selatan.

Hal ini disampaikan Sekjen MeuSeRaYA, Delky Nofrizal Qutni kepada LintasAtjeh, Minggu (04/05/2017). Ia juga mengatakan bahwa perizinan pengurusan tambang di Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Selatan begitu mudah, hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya perusahaan tambang yang telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).

Delky menjelaskan, begitu mudahnya pihak perusahaan pertambangan mendapatkan IUP di Aceh Selatan, diduga karena ada oknum mafia pertambangan yang bermain secara transaksional dengan oknum elit pejabat tertentu di lingkungan pemerintahan setempat, sehingga memuluskan pengurusan izin tambang selama ini.

"Kami meminta kepada KPK agar segera mengusut indikasi korupsi pengelolaan SDA sektor pertambangan di Aceh Selatan. Sebab, persoalan ini kami nilai selain merugikan daerah juga telah meresahkan masyarakat luas, sebab wilayah izin usaha pertambangan yang diklaim secara sepihak oleh pihak perusahaan itu banyak yang masuk dalam hutan lindung, hutan produksi bahkan kebun milik masyarakat," tegas Delky.

Pihaknya menduga, mulusnya pengurusan izin tambang di Aceh Selatan tersebut tidak terlepas dari adanya indikasi suap dan konsensus-konsensus tertentu yang melibatkan oknum yang memegang peran strategis di pemerintahan setempat.

"Terhitung sejak bulan April tahun 2008 perusahaan-perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) mulai marak beroperasi di Aceh Selatan sedikitnya seluas 62.967 Ha," imbuh pemuda yang sejak 2011 berjuang melawan maraknya pertambangan di Bumi Pala itu.

Ia memaparkan, berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Selatan per 31 Maret 2014, terdapat 19 perusahaan tambang mineral dan batu bara yang telah mengantongi IUP. Ke 19 perusahaan tersebut masing-masing adalah, satu perusahaan pertambangan mangan yakni PT Commerce Ventural Coal dengan luas lahan yang dikuasai mencapai 3.710 Ha.

Enam perusahaan pertambangan emas masing-masing yakni PT Bintang Agung Mining (5.000 Ha), PT Mulia Kencana Makmur (5.000 Ha), PT Anelka Mining Nasional (9.998 Ha), PT Arus Tirta Power (10.000 Ha), PT Aspirasi Widya Chandra (10.000 Ha), PT Multi Mineral Utama (1.000 Ha), Beri Mineral Utama (1.000 Ha).” terangnya.

Kemudian sebelas perusahaan pertambangan bijih besi yaitu PT Pinang Sejati Utama (814 Ha), KSU Nikmat Seupakat (126,6 Ha), KSU Tiega Manggis (200 Ha), Kopinkra Putroe Ijoe (200 Ha), Koperasi Mutiara Karya (171,4 Ha), KSU Batu Ilham (200 Ha), PT Citra Agung Utama (2.000 Ha), PT Rimba Cahaya (3.423 Ha), PT Songo Abadi Inti (2.268 Ha), PT Lariza Citra Mandiri (2.000 Ha), dan PT Dadi Kayana Abadi (5.856 Ha),” imbuhnya.

“Dari jumlah itu, 5 perusahaan sudah mendapat Izin Operasi Produksi yaitu PT Multi Mineral Utama , Beri Mineral Utama, PT Pinang Sejati Utama, KSU Nikmat Seupakat, dan KSU Tiega Manggis. Sementara 12 perusahaan lainnya masih sebatas mendapat IUP Eksplora,” jelasnya.

Namun demikian, tambah Delky, hal yang lebih ironis, yakni pada tahun 2014 Semestinya tambang yang sudah beroperasi itu dihentikan, bukan justeru mengeluarkan izin pertambangan bijih besi baru lagi di kawasan Kluet Tengah.  Izin dengan nomor 13 tahun 2014 untuk PT. Beri Mineral Utama yang berlaku hingga 24 Januari 2032.

Tak hanya itu, lanjutnya, hal yang sangat menyedihkan, pada tahun 2016 , pemerintah juga mengeluarkan izin nomor 522.561/BP2T/ 988/IUIPHHK/V/2016 untuk PT. Islan Gencana Utama (IGU) di kawasan Pasie Raja yang berlaku seumur hidup. Izin untuk pengambilan kayu yang diberikan tersebut tentunya juga akan merusak lingkungan dan menjadi pengundang bencana alam.

"Ini saja ingin menenggelamkan Aceh Selatan. Mang nya gak dikirin bagaimana nasib masyarakat," ujarnya prihatin.

Pemuda kelahiran Samadua Aceh Selatan itu secara tegas meminta agar KPK segera turun tangan mengusut indikasi korupsi sektor SDA di bumi Aceh Selatan.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2016 lalu sedang mengincar dugaan korupsi yang terjadi pada 3.966 izin usaha pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Maka kami sangat berharap agar KPK juga turun ke Aceh Selatan sehingga dapat mengusut persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Toh, KPK pada februari 2016 silam telah bentuk Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi (GNMKE), jadi tinggal turun ke Aceh Selatan," tandasnya.

Disamping itu, kita juga mengapresiasi langkah ombusman perwakilan Aceh yang akan turun ke Aceh Selatan pada 12 juni 2017 mendatang.

"Kita berharap ombusman dapat bertindak sesuai kewenangannya untuk membongkar persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Selain itu, juga perlu di cek, koq bisa-bisanya izin pengambilan kayu untuk PT. IGU itu seumur hidup, aneh banget,” herannya.


Terakhir, kami mengimbau semu pihak untuk menyelamatkan Aceh Selatan dari tindakan yang dapat menenggelamkan bumi pala tersebut," pungkasny. [Rilis]
Komentar

Tampilkan

Terkini