-->

Khutbah Jum'at "Ngawur" Jemaat Boleh Interupsi

10 Januari, 2015, 09.38 WIB Last Updated 2015-01-10T04:12:24Z
JAKARTA - Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama berpendapat, jemaah salat Jumat boleh menginterupsi khatib saat berkhobtah. Jemaah boleh menyela khotbah jika khatib menyampaikan hal-hal yang ngawur.

"Interupsi diperbolehkan asal didukung dengan pengetahuan yang benar," kata Ustad Mahbub Maafi Ramdlan dari Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama seperti ditulis di laman nu.or.id. Pendapat yang membolehkan interupsi terhadap pengkhotbah dalam salat Jumat ini beredar di media sosial belakangan ini.

Lembaga Bahtsul Masail NU berada di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Lembaga ini mengkaji masalah-masalah aktual dengan menggunakan pendekatan fikih atau hukum agama Islam.

Mahbub menjelaskan, menurut pandangan Imam Maliki, jemaah salat Jumat memang dilarang berbicara saat khatib berkhotbah atau ketika ia duduk di antara dua khotbah. Namun, kata dia, larangan berbicara itu bisa gugur ketika isi khotbah sang khatib ternyata menyimpang.

"Misalnya, khatib itu memuji orang yang tak layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci," kata Mahbub. Pandangan itu, kata Mahbub, merujuk pada karya Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ala Madzhabib al-Arbaah.

Ini versi lengkap tanya-jawab tentang hukum boleh menginterupsi khotbah Jumat yang ngawur.


Bahtsul Masail

Bolehkah Menginterupsi Khutbah Jum'at?

Assalamu'alaikum wr wb. Dalam beberapa kesempatan khutbah saya sering menemukan khotib menyampaikan materi yang sangat menyinggung perasaan, misalnya menjelek-jelekkan orang lain dan memusuhi kelompok lain secara terang-terangan. Dalam kondisi demikian, apakah boleh kami menginterupsi khutbah, atau sebaiknya kami mufaroqoh atau bagaimana? Kondisi demikian seringkali menyebabkan shalat Jum'at kita tidak khusu'. Terimakasih atas penjelasannya. (Hasannuddin, Jakarta)


Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa rukun khutbah itu ada lima, pertama memuji Allah dengan lafazh al-hamd, kedua membaca shalawat kepada Rasulullah saw dengan lafazh ash-shalat, ketiga, wasiat untuk bertakwa kepada Allah swt, keempat, mendoakan orang-orang mukmin, dan kelima, membaca ayat al-Qur`an minimal satu ayat. Namun jika salah satu rukun tersebut tidak terpenuhi maka khutbahnya tidak sah, dan konsekwensinya adalah tidak sahnya shalat jumat. Dalam kondisi seperti maka yang dilakukan adalah melakukan i'adah shalat dhuhur.


Sedang yang jadi persoalan di atas adalah menyangkut isi khutbah itu sendiri. Apakah diperbolehkan menginterupsi khatib yang isi khutbahnya adalah menjelek-jelekkan orang lain. Pada prinsipnya, menurut para fuqaha` berbicara pada saat khutbah itu tidak diperbolehkan. Namun ada yang menarik dari pandangan madzhab Maliki.

Namun sebelum kami mengemukakan pandangan madzhab Maliki terlebih dahulu kami kemukakan bahwa menurut mereka, khotib dan imam shalat jumat itu harus satu orang kecuali ketika ada udzur. Artinya, yang menjadi khatib juga sekaligus menjadi imam.

Dalam pandangan madzhab Maliki diharamkan berbicara ketika imam sedang berkhutbah atau ketika ia duduk di antara dua khutbah. Larangan berbicara ini ditujukan untuk semua jamaah baik yang mendengarkan khutbah atau tidak, baik yang di serambi masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid.

Lebih lanjut menurut mereka jika isi khutbah imam ternyata tidak tidak jelas atau ngawur, seperti memuji orang yang tak layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci, maka larang berbicara tersebut menjadi gugur. Demikian sebagaimana dikemukan Abdurrahman al-Juzairi dalam kitab al-Fiqh 'ala Madzahib al-Arba`ah:

Dalam nu.or id ada kutipan dalam huruf Arab. Ini artinya:
"Menurut madzhab Maliki haram berbicara ketika khutbah dan ketika imam duduk di atas mimbar di antara dua khutbah. Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang yang mendengarkan khutbah atau tidak. Semua haram berbicara meskipun berada di teras masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid. Hanya saja keharaman berbicara tersebut sepanjang tidak terdapat dalam khutbahnya imam kesia-siaan atau ngawur (laghw), seperti memuji orang yang tak boleh dipuji, atau menghina orang yang tidak boleh dihina. Jika imam melakukan itu maka gugurlah keharamannya (berbicara ketika khutbah berlangsung atau ketika ia duduk di atas mimbar di antara dua khutbah)" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh 'ala Madzhabib al-Arba'ah, Bairut-Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, cet ke-2, 1424 H/2003 M, juz, 1, h. 361)

Jika pandangan madzhab maliki ini ditarik ke dalam konteks pertanyaan di atas, maka menginterupsi khatib yang dalam khutbahnya menjelek-jelekkan kelompok lain bisa saja diperbolehkan, sepanjang hal itu adalah masuk dalam kategori laghw. Dan tentunya harus didukung dengan pengetahuan yang benar.
Meskipun mengiterupsi khatib itu boleh menurut madzhab Maliki, namun jangan sekali-kali dilakukan tanpa dasar pengetahun yang kuat. Dan jika khatib tidak menanggapi interupsi atau peringatan kita maka jangan mendesak khatib untuk membenarkan khutbahnya. Kendatipun demikian, sebaiknya jika khatib dalam khutbahnya ada hal-hal yang "ngawur" maka diingatkan setelah selesai shalat jumat dengan ungkapan yang santun, tetap menghormati khatib dan menjaga kemuliaan masjid. (Mahbub Ma'afi Ramdlan)

Ini cara interupsi Khutbah Jumat
Rektor Universitas Islam Negeri Ciputat, Tangerang Selatan, Komaruddin Hidayat setuju dengan pendapat Nahdlatul Ulama yang memperbolehkan jemaah salat Jumat menyanggah khotbah berisi penghinaan terhadap orang lain dan umat agama lain.

Dia mengakui memang tidak ada dasar aturan dalam Al-Quran atau hadis yang memperbolehkan jemaah menginterupsi khotbah Jumat yang isinya menghina orang lain atau kelompok lain. "Tapi, kalau khotbah menjelekkan orang, ya, tak benar juga," kata Komaruddin ketika dihubungi Tempo, Rabu, 7 Januari 2015.

Menurut dia, khotbah salat Jumat punya tiga makna, yakni mempererat persaudaraan, menambah ilmu, dan mempertebal ketakwaan. Karena itu, kata dia, khotbah yang menjelekkan orang lain tak punya makna sedikit pun.

Komaruddin mengatakan tak ada salahnya menyanggah khotbah Jumat. Sebab, menyanggah atau memperingatkan seorang imam yang memimpin salat diperbolehkan. "Posisi salat lebih tinggi dari khotbah," katanya.

Meski begitu, Komaruddin menyarankan jemaah salat Jumat melakukan interupsi dengan cara yang bijak. Cara interupsi dengan memotong pembicaraan khatib dianggap bisa merusak suasana ibadah. Sebaiknya jemaah melakukan sanggahan khotbah dengan cara halus.

Sebagai contoh, jemaah mengajukan sanggahan dengan cara menulis catatan pada secarik surat dan diberikan kepada khatib yang sedang ceramah. Cara lebih halus, Komaruddin melanjutkan, jemaah bisa menyampaikan langsung keberatan materi khotbah ke khatib seusai salat Jumat. "Bahkan lebih baik kalau masjid membuka ruang diskusi seusai salat Jumat. Selain memberi ruang untuk interupsi, bisa menambah ilmu," kata Komar. [Tempo]
Komentar

Tampilkan

Terkini