-->




Mengintip Goa Peninggalan Jepang di Lhokseumawe

15 Maret, 2015, 16.30 WIB Last Updated 2015-03-15T09:31:23Z
LHOKSEUMAWE - Warga dari berbagai daerah ramai-ramai mengunjungi tempat wisata Bukit Goa Jepang di Desa Blang Lancang, Muara Satu, Lhokseumawe, Minggu (15/3/2015).

Pengunjung rata-rata muda-mudi dari Aceh Utara dan Lhokseumawe yang membawa pasangannya.

Dari pantauan lintasatjeh.com, untuk menempuh lokasi, pengunjung mesti berjalan kaki sejauh satu kilometer. Para pengunjung mesti berjalan kaki melewati jalur perbukitan, ditambah lagi akses yang semak belukar. Meskipun demikian, para pengunjung tetap menempuh jalur tersebut untuk sampai ditempat yang dituju.

Bagi yang membawa kenderaannya, pengunjung diminta untuk membayar tarif parkir Rp 5.000 oleh petugas parkir. Kemudian, untuk masuk kedalam gua jepang, pengunjung juga diminta tiket masuk seharga Rp 2.000 untuk satu orang. Walhasil, pengunjung pun malah ramai masuk ke dalam goa yang sangat gelap gulita itu.

Salah seorang pengunjung yang mengaku berasal dari Jeunib, Bieureun, Yusriadi (25), mengatakan, ia sudah lama penasaran tentang kabar gua jepang dan akhirnya iapun sampai ditujuan bersama pasanganya.

“Sudah lama penasaran dengan kabar goa jepang. Akhirnya saya sampai juga di tempat ini,” ucapnya senang.

Perlu diketahui, Goa Jepang merupakan sebuah situs sejarah peninggalan masa penjajahan Jepang yang dibangun melalui kerja paksa. Letaknya di atas bukit Desa Blang Payang, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, atau berjarak sekitar dua kilomter dari pusat kota.

Di lokasi yang memiliki ketinggian maksimal 88 meter dari permukan air laut tersebut bukan hanya menyajikan situs sejarah saja, tapi akan mampu menyungguhkan kesejukan udara perbukitan, plus pemandangan indah bagi pengunjung dari pagi hingga malam hari.

Dimana para pengunjung akan bisa menikmati hamparan Selat Malaka, serta tangki-tangki LNG bekas PT Arun, disamping bisa masuk langsung ke Goa Jepang.

Dari berbagai potensi ini, maka Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata setempat, mulai membenah lokasi tersebut sejak tahun 2013 hingga sekarang.

Makanya di lokasi ini, kini sudah tersedia berbagai sarana, seperti teras pandang bagi masyarakat yang ingin menikmati pemandangan luas, kantin, MCK, tempat bersantai dan sejumlah sarana pendukung lainnya yang semuanya dikemas mirip taman. [Chaisya Malda]
Komentar

Tampilkan

Terkini