-->








Kisah Nek Habibah Saat Rumahnya akan Digusur Oleh Exxonmobil

24 April, 2015, 14.04 WIB Last Updated 2015-04-24T07:04:40Z
Pasca penggusuran yang sedang gencar-gencarnya  dilakukan oleh perusahaan raksasa yang bergerak di bidang eksplorasi minyak dan gas yaitu Exxonmobil di sepajang areal jalan simpang Ceubrek-Point. A yang merupakan tanah milik perusahaaan Exxonmobil, meninggalkan kecemasan bagi masyarakat setempat yang selama ini menetap di kawasan perusahaan itu.

Dalam tahun ini, perusahaan Exxonmobil  sangat gencar melakukan sosialisasi kepada  para warga yang notabene menduduki dan berjualan di lahan tersebut.

Rata-rata kios dan warung yang berdiri di atas lahan tersebut termasuk bangunan dari bahan kontruksi kayu semua. Bahkan ada pula beberapa diantaranya yang sudah semi permanen, dengan tiang  beton dan lantai beton.

Namun, tetap saja, mereka yang menggarap di lokasi itu rata-rata warga yang sangat keterbatasan ekonominya.

"Cemaslah kami. Mau tinggal dimana kami kalau digusur. Masak kita digusur gitu aja. Apa mereka senang kami  digusur," ujar Habibah (55), salah seorang warga Nibong Baroh, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara, yang  memanfaatkan lahan Exxonmobil  tersebut selain untuk tempat berjualan sekaligus tempat tinggalnya.

Habibah mengatakan, dirinya bersama keluarga telah menetap di lokasi selama 1 tahun. "Sudah satu tahun saya  di sini. Saya di sini, kan bukan orang senang. Kalau orang senang ya, gak mungkin kita tinggal di sini," tuturnya pilu.

"Anak dan cucu saya pun bilang, 'gimana nek  kalau kita digusur. Mau dimana kita tinggal'. Sedih aku dengarnya," kata janda ini yang hanya berjualan gorengan dan bandrex  di depan pintu Cluster II Exxonmobil, menceritakan bahwa dirinya di rumah itu tinggal bersama anak dan cucunya.

Habibah yang dikabarkan sempat pingsan saat mengetahui rencana penggusuran ini berharap, jikapun nantinya pihak perusahaan Exxonmobil  menggusurnya, supaya ada memberikan santunan atau ganti rugi sehingga mereka dapat merehap atau minimal memperbaiki rumah tempat tinggal lama yang sudah tidak layak huni lagi.

Menurut ceritanya, ibu  tua yang sehari-hari berjualan gorengan dan minuman bandrex tersebut pada tahun 2014 lalu pernah didatangi seseorang untuk memberikan bantuan rumah. Pada  saat itu Habibah diminta uang Rp2 juta rupiah untuk pengurusan rumah warna "Merah".

Karena tidak punya uang, Habibah pun meminjam uang pada tetangganya dengan cara menggadaikan tanah semata wayangnya (sepetak sawah) demi mendapatkan bantuan sebuah rumah.

Namun setelah ditunggu berbulan-bulan, bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang. Bukan bantuan yang didapat, malah harus terlilit hutang.

“Makanya saya terpaksa tinggal di tempat  yang sekarang ini untuk berjualan gorengan ini, karena rumah peninggalan almarhum suami saya tidak bisa dihuni lagi. Selain atapnya yang sudah bocor semua, dindingnya pun sudah bolong-bolong dan mulai jatuh satu persatu karena kayunya yang sudah lapuk dimakan usia,” ujarnya, yang mengisahkan bahwa sampai saat ini mengaku kesulitan mencari uang untuk merehab rumahnya.

"Jangankan membangun, merehap pun tidak punya uang, saya jual gorengan kadang-kadang untuk beli beras sehari-hari saja tidak cukup," ujar janda ini seraya berharap kepada pemerintah agar dapat mendengar dan melihat penderitaannya selama ini.



Penulis: Razali
Komentar

Tampilkan

Terkini