-->








Situs KOPI Didedikasikan Untuk Kebhinekaan

29 April, 2015, 21.46 WIB Last Updated 2015-04-29T15:38:12Z
JAKARTA - Tradisi dalam dunia penulisan adalah biasanya : Penulis dibayar untuk memproduksi tulisannya. Pada media massa -secara tradisional- umumnya yang terjadi adalah para penulis, baik itu penulis tetap, yaitu para reporter, redaktur, dan bahkan masyarakat umum yang mengirim tulisannya ke media massa tradisional, dipastikan memperoleh imbalan berupa uang untuk honor menulis dan mengisi konten media massa dengan aneka produk berita, dan artikel. Namun jika para pembaca memperhatikan di situs KOPI ini saya katakan KOPI telah mendobrak tradisi yang menyatakan bahwa : "Penulis tidak produktif jika tidak dibayar".

Para penulis, pengisi rubrik di media online KOPI ini semuanya adalah para citizen journalist, para pewarta warga yang mengisi situs KOPI dengan berita dan produk tulisannya masing-masing, tanpa memperdulikan dibayar atau tidak. Apa pasalnya, mengapa ada fenomena yang 'mendobrak tradisi' ini?

Sebuah wawancara yang saya lakukan pada seorang penulis di KOPI yakni Ir. Subagyo, M.Sc seorang penulis yang cukup sering mengunggah tulisannya di situs KOPI ini, beliau menyatakan bahwa ada imbalan dan kepuasan lain selain kepuasan berupa imbalan uang ketika menyaksikan suara ide tulisannya berhasil diunggah dalam situs KOPI.

"Saya ingin agar suara saya sebagai rakyat mendapat saluran di media massa, saya lihat situs KOPI ini bebas dari kepentingan campur tangan para Boss media besar yang nota bene para bos media besar itu adalah para pemangku kepentingan politik di Indonesia, sehingga saya merasa gembira memperoleh saluran untuk menulis di media KOPI ini karena saya sebagai warga negara merasa bebas dari bayang-bayang kepentingan politik dan ekonomi para pemilik media besar," tutur Ir. Subagyo, M.Sc yang juga seorang penulis blogger di blog miliknya pada alamat www.ide subagyo.blogspot.com.

Ir. Subagyo selaku nara sumber yang saya wawancarai juga menyatakan bahwa sebagai anggota PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) dirinya bebas menyalurkan pendapat melalui media KOPI ini sebagai medianya para pewarta warga di seluruh Indonesia.

Mendobrak Tradisi

Jadi sekali lagi situs KOPI ini sudah berhasil mendobrak tradisi media massa yakni : "Penulis/pengisi konten media akan menulis/berproduksi jika dirinya dibayar."

Hal ini tidaklah berlaku di media KOPI. Kemudian yang diuntungkan siapa? Apakah pemilik KOPI ? Sebagai anggota PPWI saya ulaskan bahwa situs KOPI ini adalah milik kita semua para anggota PPWI dimanapun anda berada. Milik kita semua para pewarta warga bahkan jika anda belum menjadi anggota PPWI sekalipun, boleh untuk menulis di situs KOPI ini. Karena situs KOPi ini sifatnya inklusif, terbuka dan ber-Bhineka Tunggal Ika.

Wilson Lalengke M.Sc,M.A selaku Ketua Umum PPWI dan Pemimpin Redaksi situs KOPI menyatakan situs KOPI ini didedikasikan untuk Kebhinekaan, "Situs KOPI ini demi Bangsa Indonesia, untuk Bangsa Indonesia, untuk kemajuan rakyat dan kemajemukan rakyat, situs KOPI ini mengemban amanat Bhineka Tunggal Ika, sebuah semboyan yang selalu tersemat pada lambang Garuda Pancasila yang senantiasa kita gantungkan tinggi-tinggi, ini bukanlah situs omong kosong, cobalah cermati ada spirit kebhinekaan, ada spirit demokrasi dan pluralisme di dalamnya," papar Wilson Lalengke berapi-api, kepada saya beberapa waktu yang lalu ketika kami berbincang di rumah beliau di kawasan Slipi Jakarta.

Ada semangat demokrasi yang benar-benar nyata, bukan hanya slogan omongan semata di dalam pernyataan Wilson Lalengke yang dapat saya tangkap. Lain halnya ketika saya mendengar slogan omongan kosong milik para pembesar partai politik di Indonesia, yang terasa amat kosong secara spirit.

Selain itu jaringan penulis KOPI tidak hanya di dalam negeri namun juga pewarta warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Para pewarta warga ini jika kita cermati bersama mereka mengunggah tulisannya tanpa pusing memikirkan imbalan materi. Karena ternyata kebutuhan hakiki manusia adalah berkomunikasi, seperti halnya dimuat dalam UUD 1945 pasal 28 F. Kebutuhan berkomunikasi adalah kebutuhan primer sebagai Hak Asasi Manusia, yang tidak bisa diberangus atau dihentikan.

Jadi kiranya mari kita semua para pewarta warga untuk jangan ragu memanfaatkan situs KOPI ini sebagai saluran mengemukakan ide, tulisan, dan aneka produk jurnalistik lain berupa berita atau feature. Jika anda dan komunitas anda ingin menulis dan perlu bimbingan dalam ilmu menulis yang lebih baik, jangan ragu untuk mengontak redaksi KOPI untuk menemukan solusinya. Salam pewarta warga.(KOPI)

Oleh : Mung Pujanarko, anggota PPWI. Blogger di www.mung-pujanarko.blogspot.com
Komentar

Tampilkan

Terkini