Ist |
LHOKSEUMAWE - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe,
mendukung revisi Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), yang dinilai cukup kontroversial.
Salah
satunya beberapa Pasal 27 ayat (3) dimana ketentuan penghinaan dan pencemaran
nama baik. Pasal tersebut dianggap menjadi pasal karet (haatzai artikelen),
karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung pada interpretasi
pengguna UU ITE.
"Harusnya
memang dari dulu sudah direvisi, karena sudah banyak jatuh korban, dan itu juga
bisa menghambat kebebasan berekspresi," tukas Ketua AJI Kota
Lhokseumawe-Aceh Utara, Masriadi Sambo, kepada lintasatjeh.com, Rabu (15/4).
Menurut
Dimas--sapaan akrabnya--UU itu diciptakan untuk transaksi elektronik, tapi
justru lari dari ruh semangat awalnya.
"Yang
transaksi elektroniknya harusnya yang digencarkan, ini sebaliknya yang berbau
penghinaan itu yang digencarkan," tandas Dimas.
Harusnya,
pemerintah membentuk Komisi Independen
tentang media digital atau media sosial lainnya. Jadi ketika ada persoalan
hukum komisi itu yang memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa di
internet. [pin]