-->








Pesan Khalifah Umar bin Khatab r.a: Ketika Istri Marah dan Mengomel, Diam dan Dengarkanlah!

09 Mei, 2015, 10.56 WIB Last Updated 2015-05-09T07:20:18Z
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada khalifah karena tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Namun, saat tiba di depan rumah sang khalifah, laki-laki itu tertegun.

Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel dan marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah.

Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas kepada siapapun?

Disaat lelaki itu hendak pergi, Khalifah Umar bin Khatab r.a melihat, lalu memanggilnya. Umar yang saat itu sudah membaca bahasa pikiran lelaki yang berada di depannya, dengan tersenyum mengaku bahwa dirinya kerap sekali bersikap diam pada saat istrinya sedang marah dan mengomel.

Menurut Khalifah Umar bin Khatab r.a, dirinya berdiam diri ketika isterinya marah dan mengomel karena mengingat tentang 5 (lima) hal, yakni :


1. Benteng Penjaga Api Neraka. 
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok yang ada disekitar dirinya.


Setiap panah yang tertancap, niscaya akan membuat darah mendesir, bergolak dan akan membangkitkan raksasa dalam diri setiap laki-laki, dan kemudian akan melakukan apapun demi terpuasnya satu hal, yakni syahwat.

Adalah seorang istri yang mampu untuk selalu berada di sisi seorang laki-laki dan menjadi ladang untuk menyemai benihnya. Sehingga seorang laki akan menuai buahnya dikemudian hari.

Adalah istri tempat laki-laki mengalirkan berjuta gelora, sehingga terlepas dari tekanan syahwatnya dan segala azab akan yang kelak diterimanya. Malah, mendapatkan dua kenikmatan, yakni kenikmatan tentang dunia dan akhirat.

Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar.

Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.


2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore, suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai menjelang malam. Setiap hari selalu begitu. Berusaha pengumpul harta dan terkadang kurang peduli dengan apa yang dikumpulkannya.


Ketika mendapatkan uang, kerap menggunakan kesana dan kesini. Untunglah ada sang istri yang selalu menjaga, memelihara agar harta yang diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia. Karena ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.

Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya selama 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar? Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya.

Umar ingat betul akan hal itu, maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.


3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri.



4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan.


Bila tunas membanggakan, maka yang lebih dulu maju ke depan adalah suami dan mengaku "akulah yang membuatnya."

Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan, tak lepas dari sentuhan tangan sang isteri. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.


5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, akibat beraktivitas di seharian. Suami butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan, ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan.


Tak terpikir oleh sang suami tentang harga ayam melambung, tapi bagi seorang istri akan rela berdebat, menawar tentang harga yang melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai serta bawang.

Suami tak perlu pusing untuk memikirkan tentang berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Malah, dengan jumlah yang berlebihan sehingga terkadang hanya sedikit tersisa untuk sang istri. Tanpa perhitungan, istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya mengomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangganya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.

Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a? Ia tak hanya berhasil memimpin negara, tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.[Himam Miladi]
Komentar

Tampilkan

Terkini