![]() |
Foto copy KTP pengirim |
“PESAN RINDU
DARI DAERAH TERPENCIL.”
Kepada Yth.
Bapak Joko Widodo (Jokowi)
Presiden RI
Di-
Hati Rakyat Indonesia
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam takzim berbingkai hikmah, semoga Bapak senantiasa berada
dalam lindungan, bimbingan dan petunjuk Yang Maha Kuasa dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Amin.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang mandiri dan sejahtera,
sebagai seorang pemuda yang selama ini diharapkan dapat menjadi pelopor
perubahan bangsa, saya menulis sebuah surat sebagai bentuk curahan hati
berbingkai kerinduan akan keadilan dan kesejahteraan di dalam tulisan saya yang
berjudul :“Pesan Rindu Dari Daerah Terpencil.”
Bapak Jokowi yang terhormat, hampir 70 tahun negeri ini melakukan
proklamasi kemerdekaan sebagai momentum yang menyatakan bahwa Indonesia telah
berstatus merdeka. Namun, nyatanya masih banyak rakyat Indonesia terutama
mereka yang hidup terutama di daerah terpencil yang ada di Aceh hingga detik
ini belum layak dikatakan sebagai rakyat yang merdeka. Hak-haknya sebagai warga
Indonesia yang merdeka sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945
tidak pernah mereka rasakan.
Lingkungan yang kumuh tak tertata, rumah berdinding papan dengan
atap rumbia, jaringan komunikasi yang tidak ada, layanan kesehatan yang tidak
tersedia, pendidikan dengan guru terbatas dengan fasilitas seadanya, puluhan meter harus ditempuh berjalan
kaki untuk menuju jalan raya ataupun mereka harus melintas gulungan ombak,
derasnya arus sungai jika ingin menuju kota dan aneka kepedihan lainnya
yang bagi mereka seakan sudah biasa,
begitulah gambaran kehidupan masyarakat di daerah terpencil yang kerap
diabaikan oleh pemimpin negeri ini.
Terkadang kesedihan menyentuh jiwa tatkala mendengar beberapa
cerita sebagian rakyat disana. Sambil menunjukkan lahan yang dulunya tempat
mereka berkebun lada, cengkeh ataupun pala. Di waktu yang lain mereka
menunjukkan badan jalan bekas peninggalan di masa belanda, ataupun
peninggalan-peninggalan sejarah yang mereka kenang bahwa mereka dulu pernah
berjaya. Tak jarang ungkapan miris ku dengar bahwa nenek moyang disana lebih
berjaya dikala penjajahan melanda Indonesia dibandingkan saat ini setelah lebih
setengah abad proklamasi kemerdekaan dibaca.
Disini dulu ada kerajaan
yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana, rakyatnya pernah hidup makmur
dan sejahtera, kata sesepuh adat disana dengan sedikit senyum bangga berbalut
luka. Bahkan dulunya ketika Belanda menyerang Aceh, disini tempat paling aman
untuk para pejuang bersembunyi, ungkapnya.
Di daerah terpencil lainnya, ditemukan anak-anak yang sedang
bermain telanjang dada, mata merah seperti orang yang sedang murka bersama
ingus yang mengalir dihidung mereka, seakan-akan terlalu gelap masa depan
mereka. Rumah-rumah panggung yang dibawahnya tergenang air, laksana tidak ada
tanda-tanda kehidupan disana.
Disela-sela itu, seorang tokoh panutan berkata: “sejak Indonesia
merdeka, jangankan presiden, menteri ataupun gubernur, wakil rakyat bahkan
caleg sekalipun susah untuk mau datang kesini, padahal kami adalah penduduk
asli di kabupaten ini”. Entahlah, begitu angkerkah daerah ini bagi para
pemimpin di negeri ini.
Di waktu yang berbeda, naik perahu kecil melawan ganasnya arus
sungai selama kurang lebih tiga jam, sampailah ke sebuah kemukiman yang di huni
ratusan masyarakat. Namun, ternyata masyarakat disini tidak jarang harus
bertahan dari serangan hewan ganas seperti gajah. Di sana pula terlihat sebuah
sekolah dasar yang sudah bocor atapnya, sudah keropos dindingnya. Disamping
tinggallah seorang lelaki tua, di rumah gubuk yang hampir sama dengan kandang
kambing kondisinya. Ternyata disitulah lelaki tua yang tidak lain adalah kepala
SD yang berada disebelah hidup selama berpuluh tahun. Ia mengabdikan diri
selama itu untuk negeri ini ternyata hanya karena sebuah harapan agar putra-putri
daerah ini ke depan jadi orang-orang hebat yang siap membangun kemukiman
tersebut. Sungguh mulia niat lelaki tua ini, ungkap ku dalam hati.
Bapak Jokowi yang dirahmati Allah, mereka disana bukanlah
masyarakat yang malas, atau tidak layak untuk diperhatikan. Namun, perlu Bapak
ketahui bahwa disana ada kerinduan yang sudah sangat mendalam, yakni kerinduan
pemimpin negeri yang memiliki cinta dan peduli. Mereka sudah terlalu lama
memendam rindu itu, hingga terkadang mereka sudah bosan dengan segenap trik dan
janji manis para pemimpin di negeri ini. Jangankah sejahtera, dikatakan merdeka
juga belum layak rasanya.
Namun, khabar yang berhembus di media, benar atau tidak adanya,
ditambah dengan film yang seakan menceritakan kehidupan Bapak, tersiarkan bahwa
dulunya bapak juga berasal dari rakyat
kecil, yang pernah alami hidup di pinggir kali dan pernah digusur berkali-kali.
Ku yakin Bapak juga mengerti akan jeritan kepedihan di senja hari. Ada rindu
yang masih belum dijawab oleh para pemimpin negeri ini, rindu rakyat kecil yang
belum sejahtera, rindu rakyat daerah terpencil yang belum merdeka.
Bapak Jokowi yang budiman, terkadang di dalam keheningan malam
terlintas dipikiran saya yang penuhi rasa kesal dan geram terhadap pemimpin
negeri, bahkan saya berpikir jika sekiranya Bapak membuka lelang untuk jabatan
menteri dan saya memenuhi syarat untuk itu. Maka, saya rasanya ingin mendaftar
untuk jadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, karena begitu risaunya saya
menatap nasib mereka disana. Sebenarnya, negeri ini tidak butuh pemimpin yang
sebatas cerdas secara intelektualitas, tapi rakyat rindukan pemimpin yang punya
hati.
Di akhir surat ini, saya harap Bapak tidak lupa akan filosofi Si
Penjual Soto, meski ada pelanggan yang minta lebih asin rasanya, kurang garam,
kurang asam dan sebagainya. Tanpa bosan, ia tetap sambut dengan sebilas senyum
sambil menyegerakan diri melayani permintaan pelanggan. Begitu juga jika
sekiranya dikala Bapak diberi amanah untuk memimpin negeri ini, jawablah rindu
rakyat dengan senyuman, datangi rakyat dan bersegeralah untuk melayani meski
beragamnya permintaan dan keluhan. Bapak tidak perlu takut dikatakan itu hanya
sekedar pencitraan berbingkai blusukan. Namun, tanamkan lah keyakinan jika
rindu rakyat terjawab maka rakyat yang akan berada di barisan terdepan membela
pemimpin yang patut dijadikan teladan.
Jadilah Bapak sebagai Pemimpin yang siap menjawab kerinduan rakyat,
pemimpin yang senantiasa berkasih sayang dengan rakyatnya, sehingga Bapak
senantiasa hadir di dalam do’a rakyat Indonesia. Hidup Rakyat Indonesia!!
Merdeka !!
Jazakumullah Khairan Katsiran.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Banda Aceh, 27
April 2015
Hormat Saya,
Delky Nofrizal
Qutni
Ketua
Solidaritas Untuk Rakyat Daerah Terpencil (SuRaDT)
Contact Person
: 082360138202