-->

Korupsi Cakradonya: MaTA Desak Hakim Jatuhkan Hukuman Maksimal

01 Juni, 2015, 08.18 WIB Last Updated 2015-06-01T01:18:24Z
IST
BANDA ACEH - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh yang sedang melakukan persidangan terhadap kasus indikasi korupsi Yayasan Cakradonya agar menjatuhkan hukuman maksimal kepada para terdakwa. Pasalnya, MaTA menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus ini sangat rendah dan bahkan tidak sebanding dengan dampak kerugian yang ditimbulkan dalam kasus tersebut.

Bukan hanya itu, dalam kasus ini MaTA juga melihat bahwa jaksa terkesan memberikan keleluasaan kepada para oknum yang terlibat dengan cara menjadikan tahanan kota pada saat penyelidikan kasus ini. Padahal, salah satu oknum yang diindikasikan telibat merupakan pejabat teras di Kota Lhokseumawe. Hal ini menurut MaTA Jaksa telah mengabaikan rasa keadilan terhadap masyarakat dan mencederai kewibawaan hukum.

Berdasarkan catatan MaTA, kasus yang melibatkan Dasni Yuzar, Sekdako Kota Lhokseumawe aktif dituntut oleh JPU hukuman penjara 5 tahun dan 2 kroninya masing-masing dituntut 4,5 tahun penjara dan denda masing-masing Rp. 200 juta. MaTA melihat, tuntutan ini tidak sebanding dengan potensi kerugian Negara yang ditimbulkan sebesar Rp. 1 milyar. Bisa dibayangkan, berapa besar manfaat yang akan diterima oleh masyarakat jika anggaran tersebut tidak dikorupsi?

Ini semestinya menjadi pembelajaran untuk para jaksa dalam melakukan tuntutan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Jaksa harus melihat banyak sisi, sehingga tuntutan-tuntutan oleh jaksa tidak terkesan ala kadar dan “ecek-ecek” yang bertujuan melindungi para pelaku.

Hukuman Maksimal

Terkait dengan kasus ini, masyarakat Kota Lhokseumawe khususnya menaruh perhatian khusus untuk ikut serta memantau perkembangan kasus tersebut. Dan dalam kasus ini, MaTA mulai mencium adanya upaya-diupaya yang dibangun oleh terdakwa dengan Majelis Hakim untuk meringankan hukuman. Oleh karenanya MaTA berharap, Majelis Hakim dapat menjatuhkan hukum maksimal sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 dan pasal 3 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut MaTA ini penting diwujudkan oleh para Majelis Hakim untuk menepis dugaan miring yang dialamatkan kepada Majelis Hakim. Selain itu, putusan dengan hukuman maksimal kepada para terdakwa akan mengangkat martabat hukum yang selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat akibat perilaku beberapa oknum aparat penegak hukum.

“Bukan itu saja, penjatuhan sanksi hukuman dengan maksimal akan memberikan efek jera kepada pelaku dan juga pembelajaran bagi masyarakat secara umum,” tulis Baihaqi, coordinator bidang monitoring peradilan, melalui releasenya, Senin (1/6/2015).[rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini