-->








Makna Upacara Adat Turun Tanah Masyarakat Melayu Aceh Tamiang

21 Juli, 2015, 12.00 WIB Last Updated 2015-07-21T14:42:42Z
ACEH TAMIANG - Sebagaimana masyarakat suku lainnya di Indonesia, masyarakat suku Melayu Tamiang, Provinsi Aceh, mempercayai bahwa turun tanah adalah salah satu upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan lingkaran hidup individu seseorang.


Hal itu terlihat saat dilakukan upacara turun tanah menurut adat Melayu Tamiang pada anak ketiga dari pasangan keluarga Doni Suhendri dan Irma Wati, di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Selasa (21/7/15).  

Upacara berlangsung khidmat, tidak hanya melibatkan para kerabat dari ibunda dan ayahanda sang bayi saja, tetapi juga dihadiri oleh para tetangga dan handai taulan serta warga masyarakat Desa Tanjung Karang dan sekitarnya.


Upacara juga dihadiri oleh orang-orang yang terpandang, dan dihadiri alim ulama yang memimpin jalannya marhabanan, sekaligus mendo'akan bayi yang akan diturun-tanahkan.

Irma Wati yang didampingi oleh sang suami, Doni Suhendri, seusai acara kepada lintasatjeh.com menjelaskan bahwa adat dalam masyarakat suku Melayu Tamiang, upacara turun tanah bayi disebut dengan menyangke rambut bayi disertai dengan acara cukur rambut, pemberian nama, kenduri, dan marhaban.

Kemudian, bayi diayun dalam ayunan seirama dengan irama marhaban. Selanjutnya, anggota marhaban berdiri, bayi diangkat dari ayunan oleh salah seorang anggota keluarga untuk dibawa keliling anggota marhaban tadi. 

"Rambut digunting kemudian dimasukkan ke dalam kelapa muda terukir yang telah disediakan dalam talam. Pengguntingan rambut dilakukan oleh anggota marhaban secara bergiliran. Pengguntingan rambut diselesaikan oleh bidan dan dilanjutkan dengan acara jejak tanah bayi," terangnya.

Pada upacara tradisional tersebut, sebagai orang tua, Irma Wati dan Doni Suhendri, turut menyampaikan do'a agar sang buah hati mereka, Azka Ananda Denaiko, kelak bisa mandiri, bertanggung jawab, murah rezki selain itu bisa berbakti kepada kedua orang tua, berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Untuk diketahui, jika dicermati secara seksama, upacara turun tanah menurut adat Melayu Tamiang di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan, baik di dunia maupun akhirat (alam baqa_red). Nilai-nilai itu, antara lain kerajinan, kesatriaan, keberanian, dan ketaqwaan.

Nilai kerajinan tercermin dalam makna simbolik dari ritual menyapu halaman dan menampi beras yang dilakukan oleh dua orang kerabat sang bayi. Nilai kesatriaan tercermin dari ritual mencangkul tanah dan mencincang batang pisang atau batang tebu.

Kemudian, nilai keberanian tercermin dari pemecahan buah kelapa. Dan, nilai ketaqwaan tercermin dari pelekatan pulut kuning pada telinga anak dan pengolesan bibir dengan madu lebah yang disertai dengan ucapan,"Mudahlah rezekimu, taat dan beriman serta berguna bagi agama."[zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini