-->








Eks TNA: Kisruh Politik Aceh akan Berakhir dengan Konsolidasi Internal Partai

05 Agustus, 2015, 18.01 WIB Last Updated 2015-08-05T11:01:21Z
Bodrex (pakai topi. istimewa)
LHOKSUKON – Kisruh menjelang pemilihan kepada daerah di Aceh menjadi prihatin oleh sejumlah masyarakat, dengan manuver elit yang terkesan ‘saboeh lagee’ hal tersebut mengindikasikan bahwa perpecahan di kalangan elit sangat kentara dengan asumsi bahwa para elit politik Aceh lebih mengedepankan hasrat terhadap kekuasaan ketimbang kepentingan rakyat.

Hal tersebut diungkapkan Muhammad Azmuni alias Bodrex, mantan Tentara Neugara Aceh (TNA) wilayah Pasee. Menurutnya, reputasi sebagai tokoh perjuangan masih menjadi maskot atau andalan untuk memperoleh dukungan rakyat Aceh.

“Sebagai seorang eks kombatan saya pesimis bahwa kisruh politik Aceh akan berakhir dengan adanya konsolidasi internal Partai. Karena yang berkonflik dan bermanuver bukan partai tetapi oknum elite partai,” ujar Bodrex, Rabu (5/8/2015) di Lhokseumawe.

Kestabilan partai Aceh, katanya, dapat dilihat dengan adanya calon tunggal yang diusung oleh partai setelah melalui mekanisme partai. Selebihnya, lanjut Bodrex, kisruh dikalangan elite adalah hal biasa terjadi karena perbedaan persepsi individunya. Dukungan rakyat hari ini ditentukan bukan karena siapa mereka, namun apa yang pernah mereka lakukan bagi kepentingan rakyat.

“Menyoal tentang siapa dan apa maka kita telah memproyeksikan diri sebagai juri dalam tatanan politik namun patut digarisbawahi adalah kepentingan apapun namanya tidak akan lebih tinggi dari kepentingan rakyat,” ungkap Bodrex lagi.

Menurutnya, perjuangan panjang telah dirintis oleh pendahulu dengan deraian air mata dan darah menuju sebuah Aceh yang bermartabat (MoU Helsinki, red) hal ini menjadi awal yang baik bagi penyelamatan tujuan dasar perjuangan rakyat Aceh bukan dengan jabatan seremonial lima tahunan sekali.

“Masih segar dalam ingatan kita bahwa dahulu ketika menenteng senjata AK 47 kita lebih dikagumi dan dihormati sebagai jiwa heroik dan patriotik namun kini seakan berbalik 360 derajat, kita disebut sebagai insan serakah ‘peukaya droe’ yang pergeseran nilai sangat riskan terhadap apa yang telah kita cita-citakan,” ujarnya.

Berbicara masalah reputasi untuk saat ini adalah hal yang tabu karena banyaknya elite politik Aceh yang ‘seumaluen’. Pilar dasar perjuangan bukanlah tokoh atau oknum perjuangan namun lebih kepada tujuan perjuangan itu sendiri.

Untuk itu, katanya, marilah kita reunifikasikan  kembali bahwa tujuan dasar perjuangan akan menjadi dasar untuk mempererat persatuan demi mencapai target perjuangan yang masih terganjal arus kepentingan. Kepada pimpinan politik, tambahnya, pihaknya sebagai eks kombatan sudah lelah menyaksikan dagelan politik yang terkesan 'peulob bola lam gon droe’.

“Pemimpin punya kepentingan tapi harus diingat kamilah penyemangat dan pendukung anda bukan karena faktor uang semata. Jika polemik hari ini tidak menjadikan anda lebih bijaksana maka tunggulah kehancuran sendi sendi perdamaian Aceh. Petuah endatu ini mungkin akan jadi kesamaan dan keteladanan bagi kita semua, ‘meusaboh geutanyoe meuhase meu cre bre geutanyoe binasa’,” demikian ungkap Bodrex. [rls/pin]
Komentar

Tampilkan

Terkini