-->








Hiperseks: Beda Orang Beda Standar

11 Agustus, 2015, 10.41 WIB Last Updated 2015-08-11T11:57:04Z
JAKARTA - Ada yang berkata, seks yang sehat adalah 2-4 kali seminggu. Ada juga yang bilang, satu kali seminggu juga tak mengapa yang penting memuaskan. Mana yang benar? Berapa kali seminggukah frekuensi seks yang disebut sehat dan berapa kali yang disebut berlebihan?

Beda orang, beda standar

Menurut Kinsey Institute, pasangan di rentang usia 18-29 tahun rata-rata melakukan 112 kali hubungan seks dalam setahun. Di usia 30-39 tahun, angka ini turun menjadi sekitar 69 kali dalam setahun. Sementara pasangan pengantin baru atau pasangan muda yang baru mengenal seks biasanya melakukan hubungan intim setiap ada kesempatan.

Namun, jika frekuensi hubungan seks Anda kurang atau lebih dari angka tersebut, tidak lantas Anda abnormal. Pasalnya, menurut terapis seks Dr. Barry McCarthy, tidak ada patokan yang pasti yang dapat disebut sebagai frekuensi hubungan seks yang normal dan sehat. "Hubungan seks disebut normal dan sehat jika kedua pihak sama-sama menikmati dan tidak menyebabkan gangguan fisik, mental dan sosial, tidak peduli berapa kalipun Anda melakukannya," jelas Dr. Barry.

Karena kekuatan fisik, kemauan, dan kondisi setiap pasangan berbeda-beda maka frekuensi hubungan seks mereka juga berlainan satu sama lain.

Hiperseks

Jika ditempatkan dalam kerangka hubungan dengan pasangan, yang disebut hiperseks atau seks berlebih adalah ketika frekuensi  hubungan intim yang dijalani tidak lagi memberikan kesenangan dan membuat sakit salah satu atau kedua belah pihak.

Hiperseks timbul salah satunya karena kecanduan seks. Ini tidak hanya diukur dari frekuensi hubungan dengan pasangan. Masturbasi dan perilaku porno seperti hobi menonton film biru juga dapat dijadikan tolok ukur. Jika frekuensi masturbasi dan pornografi sudah menyakiti diri sendiri, bahkan ada yang sampai mengalami disfungsi ereksi dan lecet pada vagina, juga sudah mengganggu aktivitas sehari-hari maka itu sudah dapat dikategorikan sebagai hiperseks. Selain itu, perilaku hiperseksual juga dapat mengakibatkan gangguan emosional.

"Pecandu seks sama dengan pecandu alkohol. Mereka cenderung tidak peduli jika kebiasaannya merusak banyak hal. Mereka mencari dan terus mencari untuk memuaskan dirinya sendiri," kata Robert Weiss, terapis gangguan seksual dari Amerika Serikat.

Ada tiga ciri umum pecandu seks yaitu hilang kontrol, terobsesi kepada segala yang berbau seks, dan yang ketiga adalah mereka terus melakukan walau diri dan lingkungannya sudah dirugikan. Tak jarang mereka 'rela' terlibat dalam transaksi seks ilegal yang penting nafsunya terlampiaskan.

Pecandu seks sangat dianjurkan untuk meminta bantuan kepada psikiater, psikolog atau terapis. Begitupun orang yang jarang melakukan seks karena ada masalah mental atau emosional. Ini agar perilaku seksualnya kembali sehat dan normal untuk dirinya sendiri dan pasangannya.[Kompas]
Komentar

Tampilkan

Terkini