-->








Ini Jawaban Jokowi soal Pasal Penghinaan Presiden

04 Agustus, 2015, 22.27 WIB Last Updated 2015-08-04T15:27:36Z
JAKARTA - Presiden Jokowi mengaku sering menjadi obyek ejekan hingga cacian sejak ia memutuskan menjadi pejabat publik. Ejekan, makian, dan hinaan itu diterimanya sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta, hingga terpilih menjadi Presiden RI. Menurut Jokowi, makian dan hinaan dari seseorang itu bisa saja berujung pada pidana.

Namun dia menyatakan tak akan mempidanakan penghinanya. "Sejak wali kota, jadi gubernur, presiden, itu namanya diejek, dicemooh, itu sudah jadi makanan sehari-hari," kata Jokowi di Pluit, Jakarta Utara, Selasa, 4 Agustus 2015. "Tapi saya tidak laporkan sampai detik ini. Padahal ada ribuan hinaan yang ditujukan kepada saya."

Jokowi menegaskan itu ketika ditanya wartawan soal pengajuan pasal penghinaan presiden dalam revisi UU KUHP yang dilakukan pemerintah. 

Menurut Jokowi, pasal penghinaan buat dia secara pribadi tak perlu. Namun, sebagai bangsa, kata dia, Indonesia tetap harus mengutamakan prinsip kesantunan. Artinya, segala kritik dan saran dari masyarakat bisa disampaikan dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. Apalagi presiden, kata Jokowi, adalah simbol negara yang harus dilindungi.

Karena itu, Jokowi mendukung jika pasal tersebut diterapkan. Menurut dia, pasal itu akan melindungi masyarakat yang kritis terhadap pemerintahan. "Supaya tidak dibawa ke pasal karet. Jangan dibalik. Justru memproteksi yang ingin mengkritisi, memberikan pengawasan, memberikan koreksi, silakan," ujarnya.

Jokowi mengingatkan lagi, Presiden adalah simbol negara, bukan saja pada pemerintahannya, tapi juga siapa pun yang akan menjadi Presiden Indonesia. "Tapi, kalau buat saya pribadi, seperti saya sampaikan, hinaan adalah makanan sehari-hari." 

Presiden Jokowi menyodorkan 786 pasal RUU KUHP ke DPR untuk dimasukkan ke KUHP. Salah satu pasal tentang penghinaan presiden. Pasal itu sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh pengacara Eggy Sudjana pada 2006. Mahkamah Konsti‎tusi mengabulkan dan mencabut pasal itu karena dianggap tidak memiliki batasan yang jelas.

Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori IV."

Adapun pada pasal 264 disebutkan tentang ruang lingkup penghinaan presiden. Bunyi pasal itu adalah "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, akan dipidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."[Tempo]
Komentar

Tampilkan

Terkini